PDIP: Pemilu-Pilkada Rusak & Mahal Jangan Salahkan Rakyat, tapi Elite dan Parpol

19 Desember 2024 16:02 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana TPS 008 di Jalan Veteran Raya, Gambir. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana TPS 008 di Jalan Veteran Raya, Gambir. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, mengatakan partainya tidak setuju jika Pilkada dikembalikan melalui DPRD. Deddy mengatakan, sistem demokrasi yang berjalan saat ini sudah sangat baik.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ia tak menampik dalam 10 tahun terakhir, demokrasi di Indonesia mengalami penurunan. Penurunan kadar demokrasi ini karena ada pihak yang haus akan kekuasaan.
"Jadi ini situasi politik gonjang-ganjing karena ada hasrat kekuasaan Sistem kita sudah bagus. Adab politik kita sudah bagus, tapi 10 tahun ini rusak," kata Deddy saat menghadiri rilis survei dari Nagara Institute dengan tema Toleransi Pemilih Terhadap Politik Dinasti pada Pemilu dan Pilkada 2024 di Kantor Nagara Institute, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (19/12).
Anggota Komisi VI DPR F-PDIP Deddy Yevri Sitorus. Foto: Dok. Pribadi
Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Utara ini menjelaskan, pada 2019, dirinya tidak banyak mendengar adanya politik uang apalagi pemberian bansos. Namun, pada Pemilu dan Pilpres 2024, dirinya melihat praktik ini dilakukan secara terang-terangan.
ADVERTISEMENT
"2019 saya enggak pernah terlalu mendengar itu yang namanya money politics atau serangan bansos. Tapi karena Pilpres kemarin itu menjadi rujukan, akhirnya Pilkadanya juga morat-marit," ucap Deddy.
Anggota Komisi II DPR ini lantas membeberkan, dalam Pilkada 2024, adalah salah satu calon kepala daerah sampai harus menggadaikan kendaraan. Menurutnya, kondisi ini sangat mengkhawatirkan.
"Kepala daerah itu sampai gadaikan motor, gadaikan mobil, tinggal bini aja enggak digadaikan mungkin karena sudah berumur. Segitu parah betul, saya harus sampaikan di sini karena kita juga dikejar-kejar calon kepala daerah 'Bang, saya bisa pinjam gak?'" ucap Deddy.
"Lah gila aja lu mau nyalon gue yang dipinjemin, kita baru Pemilu abis-abisan kan gila. Karena apa? Memang berbiaya mahal. Itu problem," tambah dia.
Petugas menunjukkan barang bukti dugaan politik uang pada Pemilu 2019 di kantor Bawaslu Temanggung, 16 April 2019. Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Deddy menjelaskan, rusaknya demokrasi jangan rakyat yang disalahkan. Ia mengingatkan kondisi rakyat sudah susah ditambah dengan tekanan ekonomi.
ADVERTISEMENT
"Tapi jangan salahkan rakyat di situ. Rakyat ini survival, memang hari ini susah, inflasi gila-gilaan, 9,6 juta kelas menengah kita itu sudah ambruk. Simpanan orang Indonesia Rp 100 juta ke bawah itu 80% menguap. Sekarang orang yang dulu tidak tersentuh sembako, kita tawarin sembako," ucap dia.
Oleh sebab itu, ia menekankan, rusaknya demokrasi, tidak fair jika menyalahkan rakyat. Ia menegaskan, yang harus bertanggung jawab adalah elite politik dan partai.
"Siapa yang rusak? Rakyatnya? Ya elitenya, calonnya, partainya. Karena apa? Karena memang itu tadi pelembagaan partai politik itu enggak jalan, rekrutmen itu enggak jalan dengan baik. Itu problem, luar biasa, jadi jangan salahkan rakyat," ucap Deddy.
Seorang warga memasukkan surat suara Pemilu 2024 ke kotak suara di TPS 20 Gadingkasri, Malang, Jawa Timur, Rabu (14/2/2024). Foto: Ari Bowo Sucipto/ANTARA FOTO