Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kasus penggunaan alat rapid test antigen bekas atau daur ulang di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, menuai sorotan. Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menilai pelaku dan seluruh jaringan yang terlibat layak mendapatkan hukuman berat.
ADVERTISEMENT
Ada lima pelaku yang sudah dijerat polisi dalam kasus ini. Bila merujuk pasal yang dijeratkan kepada para tersangka, maksimal hukuman paling berat yang bisa diterapkan ialah penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.
“Berikan hukuman berat bagi mereka yang menjadikan bencana sebagai lahan bisnis, bahkan mencari keuntungan dengan cara-cara curang. Saat seluruh energi bangsa fokus untuk menghadapi pandemi, kita tidak boleh membiarkan ada tangan-tangan oknum yang berbuat nista," kata Netty kepada wartawan, Sabtu (1/5).
Sebab, kata dia, para pelaku itu membahayakan keselamatan masyarakat dengan menjadikan pandemi COVID-19 sebagai lahan bisnis.
"Kita ingin menang melawan COVID-19 dan tidak ingin berakhir seperti yang dialami India. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pihak-pihak yang menjadikan bencana COVID-19 ini sebagai lahan bisnis untuk memperkaya diri sendiri ditindak tegas. Selain tidak terpuji, taruhannya juga nyawa manusia," lanjut Netty.
Dia juga meminta pihak berwenang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh ke tempat pelayanan tes corona lainnya.
ADVERTISEMENT
“Kasus yang sekarang terungkap menyentuh nama Kimia Farma sebagai perusahaan farmasi negara yang seharusnya menjadi model perusahaan farmasi terpercaya dan akuntabel. Bagaimana di tempat lain?" ujarnya.
Sebab, ia menduga hal serupa kemungkinan terjadi di tempat pelayanan lain. Sehingga diharapkan praktik penggunaan alat test antigen bekas ini dapat diusut tuntas.
"Oleh sebab itu, saya menduga hal serupa dapat terjadi di banyak tempat. Saya mendesak pihak berwenang melakukan pemeriksaan di tempat-tempat lainnya agar dapat mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat," kata dia.
Lebih lanjut, Ketua DPP PKS itu pun mendorong PT Kimia Farma lebih teliti dalam mengawasi seluruh karyawannya yang berada di pusat maupun di daerah-daerah. Menurutnya, kemungkinan kasus terjadi karena pengawasan yang lemah.
ADVERTISEMENT
"Meskipun ini dilakukan oleh oknum, namun PT Kimia Farma Diagnostika harus tetap bertanggung jawab. Hal ini bisa terjadi karena pengawasan yang lemah sehingga oknum berani melakukan kecurangan. Perusahaan harus menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran untuk melakukan evaluasi menyeluruh hingga ke daerah-daerah," tandas dia.
Kasus Alat Rapid Test Bekas
Polisi menetapkan lima karyawan PT Kimia Farma Diagnostik sebagai tersangka kasus rapid test bekas di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, itu. Dalam aksinya para pelaku bersekongkol mendaur ulang rapid test bekas pakai demi keuntungan pribadi.
Para pelaku diduga meraup keuntungan hingga Rp 1,8 miliar dari praktik tersebut. Keuntungan diperoleh dari setiap pembayaran rapid swab antigen bekas tersebut.
Satu orang yang menjalani rapid test antigen di Bandara Kualanamu dikenakan biaya Rp 200 ribu. Dalam sehari, tes bisa dilakukan sampai 200 orang. Diperkirakan, sudah ada ribuan penumpang yang dites menggunakan rapid test bekas tersebut.
ADVERTISEMENT
Salah satu tersangka berinisial PM (45) yang merupakan manager bisnis PT Kimia Farma Medan, dan tengah membangun sebuah rumah mewah di Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Saat ini, kelima pelaku dijerat dengan Pasal 98 ayat (3) juncto Pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman maksimal dalam pasal tersebut ialah 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar
Serta Pasal 8 huruf (b), (d), dan (e) juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukuman maksimal dalam pasal ini adalah 5 tahun penjara atau denda Rp 2 miliar.