Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pelaku Penembakan di Buffalo AS Didakwa Atas Tindakan Terorisme Domestik
2 Juni 2022 11:07 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Seorang juri utama di Amerika Serikat pada Rabu (1/5/2022) telah mendakwa Payton Gendron (18) atas tuduhan pembunuhan di Buffalo, New York, pada 14 Mei lalu yang menewaskan sejumlah 10 orang berkulit hitam.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Associated Press, Gendron didakwa telah melakukan tindakan terorisme domestik dan pembunuhan tingkat pertama yang dipengaruhi oleh motif kebencian. Selain itu, Gendron juga didakwa atas tuduhan kepemilikan senjata. Ia dijadwalkan akan menjalani persidangan pada Kamis (2/5/2022) di Pengadilan Erie County, New York.
"Gendron berkendara sekitar tiga jam dari rumahnya di Conklin, New York, berniat membunuh sebanyak mungkin orang kulit hitam," kata Tim Penyelidik kasus Gendron, dikutip dari Al Jazeera.
Gendron sebelumnya didakwa dengan pembunuhan tingkat pertama dalam penembakan Buffalo yang juga melukai tiga orang. Ia telah mengaku tidak bersalah. Jaksa mengatakan kepada hakim pada 20 Mei silam bahwa dewan juri telah memutuskan untuk mendakwa Gendron seiring dengan berlangsungnya penyelidikan.
Terkait dakwaan pada Rabu ini, pengacara Gendron, Brian Parker, mengaku belum melihat dakwaan tersebut dan tidak bisa berkomentar. Associated Press juga melaporkan bahwa jaksa penuntut dan pengacara telah dilarang oleh hakim untuk membahas kasus ini secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) pada bulan lalu mengatakan pihaknya mengevaluasi kasus tersebut sebagai kejahatan rasial, yaitu tindakan supremasi kulit putih yang bermotif kebencian atas suatu ras dan ekstremisme kekerasan.
Penembakan itu juga mendorong tuntutan terhadap pemerintah Amerika Serikat untuk segera memberlakukan undang-undang tentang senjata yang lebih ketat agar lonjakan penembakan terhadap warga sipil dapat diatasi.
Tuntutan terkait urgensi pemberlakuan undang-undang tentang senjata itu juga semakin nyaring disuarakan, sebab dalam kurun waktu dua minggu setelah terjadinya serangan di Buffalo, penembakan brutal di Amerika Serikat kembali terjadi.
Seorang remaja berusia 18 tahun di Texas pada Rabu (25/5/2022) menembak siswa-siswi yang berada di sebuah sekolah dasar Robb di Uvalde dan menewaskan 21 orang. Insiden nahas itu merupakan kasus penembakan sekolah paling mematikan di Amerika Serikat dalam satu dekade.
ADVERTISEMENT
Menurut organisasi non-profit yang mengevaluasi kekerasan senjata di Amerika Serikat, Gun Violence Archive, hingga Rabu (1/5/2022) tercatat sejumlah 231 kasus penembakan massal terjadi di negara itu sepanjang tahun ini.
Namun terlepas dari segelintir peristiwa penembakan itu, tindakan pengendalian senjata tetap sulit dilakukan di Amerika Serikat, sebab kelompok lobi senjata memiliki pengaruh politik yang luar biasa dan politisi sayap kanan sebagian besar menentang pengendalian senjata tersebut.
Diberitakan Al Jazeera, beberapa anggota parlemen federal utama juga telah setuju akan diperketatnya undang-undang pengendalian senjata di Amerika Serikat dan kelompok-kelompok senator bipartisan sedang berupaya untuk mencari kemungkinan akan adanya kompromi dari kelompok yang bertentangan.
Para kelompok senator bipartisan itu dilaporkan tertuju pada perubahan undang-undang untuk menaikkan usia pembelian senjata atau mengizinkan polisi untuk mengambil senjata dari orang-orang yang dianggap sebagai ancaman bagi diri mereka sendiri atau orang lain, tetapi tidak pada larangan langsung terhadap senjata seperti yang digunakan di Uvalde dan Buffalo.
ADVERTISEMENT
Selama akhir pekan ini, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengunjungi Uvalde dan memberikan penghormatan terakhir bagi para korban penembakan di SD Robb. Biden bersumpah untuk terus mendorong reformasi akan pengendalian senjata di negara itu.
"Saya pikir keadaan menjadi sangat buruk sehingga semua orang menjadi lebih rasional tentang hal itu," ucap Biden.