Pelecehan dan Ancaman Jadi Faktor Jacinda Ardern Mundur dari PM Selandia Baru

20 Januari 2023 13:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Foto: MARTY MELVILLE/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Foto: MARTY MELVILLE/AFP
ADVERTISEMENT
Pengunduran diri Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menjadi kabar yang mengejutkan dunia. Diduga pelecehan dan ancaman punya kontribusi besar atas pengunduran diri secara mengejutkan pada Kamis (20/1).
ADVERTISEMENT
Isu tersebut sebenarnya telah dibantah Ardern. Ia menegaskan ancaman mau pun pelecehan terhadap dirinya dan keluarga bukan faktor utama keputusannya mundur.
“Memang ada pengaruhnya. Bagaimanapun juga kita adalah manusia, tapi itu bukan dasar keputusan saya. Saya manusia, politikus adalah manusia. Kami memberikan semua yang kami bisa selama kami bisa. Dan kemudian saatnya. Dan bagi saya, ini saatnya, ”kata Ardern seperti yang dikutip dari AFP.
Meski Ardern membantah, beberapa politikus dan tokoh masyarakat Negeri Kiwi menduga sang kepala pemerintahan mengalami burnout akibat tekanan dan ancaman dari beberapa anggota parlemen.
Pemimpin Partai Maori, Debbie Ngarewa-Pacek, menyebut pengunduran diri Ardern merupakan dampak dari fitnah terus-menerus yang diterima.
“Ini adalah hari yang menyedihkan bagi politik di mana seorang pemimpin yang luar biasa telah diusir dari jabatannya karena personalisasi dan fitnah yang terus-menerus,” kata Ngarewa-Packer.
ADVERTISEMENT
“Whānau (keluarga Ardern, red) telah bertahan dari serangan paling buruk selama dua tahun terakhir dengan apa yang kami yakini sebagai bentuk politik paling merendahkan yang pernah kami lihat,” tambahnya.
Mantan Perdana Menteri, Helen Clark, menyampaikan alasan serupa. Ia menilai bahwa Ardern mengalami serangan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Tekanan pada perdana menteri selalu besar, tetapi di era media sosial, clickbait, dan siklus media 24/7 ini, Jacinda telah menghadapi tingkat kebencian dan fitnah yang menurut pengalaman saya belum pernah terjadi sebelumnya di negara kita,” tutur Clark.
“Masyarakat kita sekarang dapat merenungkan apakah mereka ingin terus mentolerir polarisasi berlebihan yang membuat politik menjadi panggilan yang semakin tidak menarik,” jelas Clark.
Selama setahun terakhir, Ardern menghadapi peningkatan ancaman kekerasan yang signifikan, terutama dari kelompok teori konspirasi dan anti-vaksin yang tidak terima lockdown.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan yang dirilis oleh kepolisian, kelompok yang menentang undang-undang senjata api yang lahir setelah penembakan massal di Christchurch pada 15 Maret 2022 lalu juga turut mengancam Ardern dan keluarganya.
Peneliti dari Te Punaha Matatini, Kate Hannah, yang memimpin penelitian soal disinformasi mengatakan bahwa ada berbagai bentuk kekerasan secara verbal yang terus menyasar Ardern sejak kepemimpinannya. Hannah bahkan menemukan bahwa ancaman sampai pada ancaman kematian.
“Ruang lingkup dari apa yang telah kami amati selama tiga tahun terakhir sedemikian rupa sehingga tidak mungkin itu tidak menjadi faktor yang berkontribusi, untuk siapa pun,” katanya.
“Apa yang kita lihat sekarang benar-benar normatif, sangat vulgar, dan cercaan keras, penggunaan citra yang sangat kejam seputar ancaman kematian.” pungkasnya.
ADVERTISEMENT