Pemberian Gelar Profesor Kehormatan ke Pejabat Publik Rendahkan Marwah UGM

15 Februari 2023 12:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Universitas Gadjah Mada Foto: Ig @ugm.yogyakarta
zoom-in-whitePerbesar
Universitas Gadjah Mada Foto: Ig @ugm.yogyakarta
ADVERTISEMENT
Pemberian gelar Honorary Professor atau Guru Besar Kehormatan kepada individu yang berasal dari sektor nonakademik atau pejabat publik ditentang para dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Banyak di antara dosen ini merupakan tokoh terkemuka.
ADVERTISEMENT
Dalam surat penolakan yang beredar di media sosial, para dosen merasa pemberian gelar Profesor Kehormatan kepada seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor nonakademik dapat merendahkan marwah kampus.
Surat penolakan itu dibuat oleh para dosen dan ditujukan kepada rektor UGM, ketua, sekretaris, ketua-ketua komisi dan anggota Senat Akademik UGM.
Menurut mereka, profesor merupakan jabatan akademik, sehingga seorang profesor harus melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik.
"Kewajiban-kewajiban akademik tersebut tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor nonakademik," tulisnya.
Mereka berpendapat, Profesor Kehormatan seharusnya diberikan kepada orang yang telah mendapat jabatan akademik profesor.
"Pemberian Profesor Kehormatan ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah UGM dan berpotensi menimbulkan praktik transaksional dalam pemberian gelar dan jabatan akademik," jelas mereka.
Salah satu halaman draf penolakan para dosen UGM terkait pemberian gelar honorary professor atau guru besar kehormatan kepada individu yang berasal dari sektor non-akademik. Foto: Dok. Istimewa
Selain itu, gelar ini seharunya diinisiasi oleh departemen yang menaungi bidang ilmu calon Profesor Kehormatan, yang tentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akademik sesuai bidang ilmunya.
ADVERTISEMENT
"Kami dosen-dosen UGM menyatakan menolak usulan pemberian gelar Guru Besar Kehormatan kepada individu-individu di sektor non-akademik, termasuk kepada pejabat publik. Demikian pernyataan ini kami sampaikan," tutup surat tertanggal 22 Desember 2022 yang viral baru-baru ini.

Nama-nama Penolak

Di bawah pernyataan itu, turut disertakan nama-nama dosen dari berbagai fakultas, seperti Prof Purwo Santoso hingga Prof Pratikno dari Fisipol—saat ini menjabat Mensesneg.
Guru Besar Fisipol UGM, Prof Dr Pratikno. Foto: ugm.ac.id
Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zainal Arifin Mochtar, juga menolak Honorary Professor. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Lalu, ada Prof Sigit Riyanto hingga Zainal Arifin Mochtar dari Fakultas Hukum. Zainal dikenal sebagai aktivis antikorupsi yang vokal.
Ada pula nama Prof Koentjoro dari Fakultas Psikologi dan Prof Kuwat Triyana dari Fakultas MIPA. Kuwat dikenal sebagai penemu GeNose, alat deteksi COVID-19 dengan embusan nafas.
Dekan FMIPA UGM Prof Kuwat Triyana. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ahli Psikologi Forensik UGM, Prof Koentjoro Foto: Dok. Humas UGM

Tanggapan UGM

Kabag Humas dan Protokol UGM Dina W Kariodimedjo saat dikonfirmasi soal ini mengatakan UGM memiliki tim untuk menindaklanjuti hal ini.
ADVERTISEMENT
"Sebagai info, UGM sudah punya tim untuk menindaklanjuti hal di atas. Kami konsul dulu, njih," katanya.
Rektor UGM Prof dr Ova Emilia, PhD juga belum merespons saat diminta tanggapan.
Belum diketahui apakah UGM akan memberikan gelar Profesor Kehormatan kepada seseorang hingga muncul surat viral itu.
Rektor UGM periode 2022-2027 Ova Emilia Foto: Andreas Fitri Atmoko/ANTARA FOTO