Pemimpin HTS Suriah Minta Gadis Tutupi Rambut saat Foto Bersama Picu Kontroversi

23 Desember 2024 9:54 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lea Khairallah (kanan) bersama pimpinan HTS Suriah Abu Mohammad Al-Julani, Desember 2024. Foto: Viral di X
zoom-in-whitePerbesar
Lea Khairallah (kanan) bersama pimpinan HTS Suriah Abu Mohammad Al-Julani, Desember 2024. Foto: Viral di X
ADVERTISEMENT
Momen pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Suriah yang kini menjadi pemimpin de facto Suriah, Ahmad al-Sharaa, meminta seorang gadis menutupi rambutnya sebelum ingin berfoto dengannya, memicu kontroversi.
ADVERTISEMENT
Insiden itu mendatangkan kritik dari komentator liberal dan konservatif di tengah spekulasi intens tentang arah masa depan Suriah setelah Bashar al-Assad tumbang pada 8 Desember lalu.
Mengutip BBC, Senin (23/12), kaum liberal melihat permintaan dari pemimpin kelompok Islam HTS itu sebagai tanda bahwa ia mungkin berusaha untuk menegakkan sistem Islam di Suriah setelah memimpin penggulingan Bashar al-Assad. HTS selama ini disebut sebagai "kelompok Islamis".
Sementara, kaum konservatif garis keras mengkritiknya karena setuju untuk difoto dengan perempuan yang tak mengenakan hijab itu sejak awal.
BBC menanyakan kontroversi itu kepada Sharaa dalam sebuah wawancara. "Saya tidak memaksanya. Namun, itu kebebasan pribadi saya. Saya ingin foto diambil dengan cara yang sesuai untuk saya," kata Sharaa.
ADVERTISEMENT
Perempuan itu, Lea Kheirallah, juga mengatakan bahwa ia tidak terganggu oleh permintaan tersebut.
Dia mengatakan bahwa Sharaa telah meminta dengan "cara yang lembut dan kebapakan", dan bahwa dia berpikir "pemimpin memiliki hak untuk diperkenalkan dengan cara yang menurutnya tepat".
Lea mengunggah pernyataannya itu di akun Instagramnya. Dia juga mengunggah video detik-detik saat Sharaa memberi gesture agar dia menutupi rambutnya. Sharaa kemudian menangkupkan hoody atau tudung mantel hitam yang dipakainya ke kepalanya sebelum foto bersama dilakukan.
BBC melaporkan, insiden tersebut menunjukkan beberapa kesulitan yang mungkin dihadapi oleh calon pemimpin Suriah dalam menarik dan menyatukan negara yang beragam agama tersebut.
Muslim Sunni merupakan mayoritas penduduk di Suriah, sedangkan sisanya terbagi antara Kristen, Alawi, Druze, dan Ismaili.
ADVERTISEMENT
Ada juga berbagai pandangan di antara berbagai kelompok politik dan bersenjata yang menentang Sharaa, dengan beberapa menginginkan demokrasi sekuler dan yang lainnya menginginkan pemerintahan menurut hukum Islam.
Sementara itu, AS yang mencap HTS sebelumnya sebagai kelompok teroris, telah membuka komunikasi dengan Sharaa lewat Menlu Anthony Blinken. AS juga mencabut sayembara USD 10 juta bagi yang bisa menangkap Sharaa.