Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Nama Gibran memang tak mungkin tidak mencuat. Jabatan dan kiprahnya sebagai Wali Kota Solo dan statusnya sebagai putra Presiden Jokowi mau tak mau membuatnya diberkahi popularitas dan elektabilitas.
Dalam survei LSI pada Juli 2023 yang menyimulasikan 24 nama cawapres, Gibran meraup 7,6% suara. Angka itu sudah bagus meski masih di bawah Sandiaga Uno (8,9%), Agus Harimurti Yudhoyono (9,5%), Mahfud MD (9,9%), Ridwan Kamil (13,5%), dan Erick Thohir (14,3%).
Bila simulasi nama cawapres dikerucutkan menjadi 12 saja, Gibran malah masuk lima teratas, dengan elektabilitas 9%—lagi-lagi masih di bawah AHY (10%), Sandiaga Uno (11%), Ridwan Kamil (16,6%), dan Erick Thohir (18,5%).
Meski demikian, pemimpin muda di Indonesia yang berusia di bawah 40 tahun bukan hanya Gibran. Berdasarkan survei Litbang Kompas pada 2022, sebanyak 51 orang atau 9,92% dari total kepala daerah termasuk dalam generasi milenial.
Mereka antara lain Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak yang berusia 39 tahun, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan yang berusia 37 tahun, dan Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky yang berusia 31 tahun.
Emil Dardak, 39 tahun
Lahir dan besar di Ibu Kota nyatanya tak membuat nyali Emil ciut untuk memulai karir politik di daerah yang sangat kental dengan logat Wong Jowo. Berbekal keluarga politikus Ayahnya Hermanto bekas Wakil Menteri PUPR (2010-2014) membuatnya makin optimis terjun ke dunia politik.
Ia memulai karir politik saat berusia 31 tahun. Saat itu, dia berpasangan dengan Mochamad Nur Arifin untuk memperebutkan kursi bupati dan wakil bupati Trenggalek di Pilkada serentak tahun 2015. Tujuh partai koalisi saat itu mendukung langkah suami Arumi Bachsin itu.
Emil berhasil menang telak dengan perolehan suara sebanyak 292.248 suara atau sekitar 76,28 % melawan pasangan Kholiq-Priyo. Padahal, Kholiq merupakan mantan wakil bupati Trenggalek pada periode sebelumnya.
Menariknya, Muhammad Nur Arifin saat itu menjadi wakil bupati termuda di usia 25 tahun. Gubernur Jatim saat itu Soekarwo melantik 17 bupati dan wali kota terpilih hasil pilkada serentak 2015 di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Nama Emil makin melambung selama menjabat menjadi Bupati Trenggalek. Salah satu prestasinya yaitu mendapat predikat laporan keuangan daerah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Trenggalek.
Belum genap dua tahun memimpin Trenggalek, namanya resmi disandingkan dengan Khofifah Indar Parawansa setelah mendapat mendapat dukungan resmi dari Demokrat dan Golkar untuk maju di Pilgub Jawa Timur 2018.
Saat itu Emil terus mendapat desakan dari Mendagri saat itu Tjahjo Kumolo untuk mundur, dan PDIP. Emil menolak untuk mundur dari kursi bupati meski telah mencalonkan diri sebagai cawagub jatim.
Sementara itu Khofifah mundur dari kursi Menteri Sosial Januari 2018 setelah ia resmi mendapat dukungan untuk maju di pilgub Jatim. Pasangan ini pun akhirnya memperoleh suara 10.465.218 suara atau 53,55% mengalahkan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno. Pasangan Khofifah-Emil didukung oleh Partai Demokrat, Golkar, PPP, Partai NasDem, PAN, dan Hanura.
Adnan Purichta Ichsan, 35 Tahun
Sama halnya dengan Emil, Adnan memiliki latar belakang keluarga politik yang kuat. Ia merupakan anak kandung dari mantan Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo (Alm) yang menjabat selama satu dekade (2005-2015).
Selain itu, Adnan juga merupakan keponakan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Sulsel selama 10 tahun sejak 2008. Saat ini SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode (2019-2024).
Privilege dari keluarga politisi kawakan ini membuatnya yakin untuk maju sebagai anggota DPRD Sulsel pada pemilu 2009 silam lewat Partai Demokrat. Padahal saat itu usianya baru menginjak 21 tahun.
Adnan berhasil terpilih menjadi anggota DPRD Sulsel dari Dapil I Sulsel. Empat tahun menjabat, pada 2013 ia mundur dari kursi DPRD sekaligus partai yang memenangkannya. Salah satu alasanya yaitu adanya kontestasi Pilgub Sulsel 2013.
Ia kembali maju sebagai anggota DPRD Sulsel pada pemilu legislatif (2014-2019). Kali ini Adnan maju dari Partai Golkar. Ia terpilih kembali lewat partai keluarga besarnya itu.
Ayah Adnan, Ichsan Yasin Limpo yang telah menjabat selama 10 tahun menjadi Bupati Gowa telah menurunkan tongkat estafet jabatan ke Adnan. Namun, pada tahun 2015 DPR mengesahkan Undang-Undang Pilkada yang memuat pasal terkait dinasti politik.
Uji materil dilakukan kepada Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terkait syarat yang melarang bakal calon kepala daerah memiliki hubungan darah/perkawinan dengan petahana.
Saat itu, Adnan masih berstatus sebagai putra dari Bupati Gowa, Ichsan. Seharusnya, berdasarkan Undang-Undang Pilkada Pasal 7 Huruf r, Adnan tidak bisa ikut bertarung di Pilkada Gowa 2015 lalu.
Ia tak berhenti di situ. Adnan lalu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review atas pasal tersebut. Menurutnya, pasal yang ia gugat dari UU Nomor 1 Tahun 2015 menyalahi UUD 1945 terkait hak warga negara untuk dipilih dan memilih.
Mahkamah Konstitusi kemudian mengabulkan gugatan Adnan Purichta Ichsan, sehingga dirinya bisa ikut bertarung di Pilkada Serentak 2015. Adnan pun maju melalui jalur independen.
Sebagai anak dari petahana sekaligus keponakan Gubernur Sulsel Syahrul saat itu, bukan hal sulit untuk memikat dukungan partai. Berpasangan dengan Abdul Rauf Malaganni, Adnan sukses menjadi pemenang dari lima pasangan yang bertarung.
Ia sekaligus mematahkan mitos di Pilkada Sulawesi Selatan, yaitu belum pernah ada anak petahana yang memenangkan pertarungan.
Aditya Halindra Faridzky, 31 Tahun
Aditya juga berlatar belakang keluarga politikus. Dia anak dari eks Bupati Tuban yang telah menjabat selama satu dekade, dari tahun 2001 sampai 2011.
Aditya memulai karir politik pada anggota DPRD Jatim periode (2019-2020) sekaligus menjadi anggota termuda di usia 27 tahun kala itu. Ia melaju dari Partai Golkar.
Setelah itu ia pun mencoba melanjutkan peruntungan kursi sang Ibu untuk menjadi bupati periode 2021-2024 pada pilkada 2020. Sebab sebelumnya, kursi bupati sempat digeser Fathul Huda yang bukan dari darah keluarga.
Berdasarkan hasil perolehan Pilkada Tuban pada 09 Desember 2020, pasangan Aditya Halindra Faridzki-Riyadi mendapat 423.236 suara (60%), mengalahkan pasangan Khozanah Hidayati-Muhammad Anwar mendapat 170.955 suara (24,2%), sedangkan pasangan Setiajit-Armaya Mangkunegara mendapat 110.998 suara (15,8 %).
Melihat fenomena politik dinasti yang kerap terjadi di Indonesia, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat 23 dari 37 sebesar 62,16% calon kepala dan wakil kepala daerah terpilih berusia 34 tahun mempunyai hubungan kekerabatan dengan elite politik pada tahun 2020.
Kemudian, ada 13 dari 20 atau sekitar 65% calon kepala daerah terpilih berusia muda yang merupakan anak, istri, atau menantu dari elite politik di daerah masing-masing. Sementara itu, 10 dari 17 atau sebesar 58,82% calon wakil kepala daerah terpilih berusia muda adalah anak dari elite politik di daerah masing-masing.
Peneliti dari Perludem, Mahardika menjelaskan politik kekerabatan ini akan memicu perilaku koruptif. Sebab, kuat kaitannya melakukan kepentingan tertentu pada saat menjabat.
“Calon terpilih yang punya hubungan kekerabatan dengan elite politik ini rawan ditunggangi kepentingan politik atau bisnis keluarga,” ujar Mahardika mengutip perludem.org pada 10 Januari 2020.
Tua Muda Sama Saja
Usia tampaknya menjadi variabel yang penting untuk dibahas kali ini. Pemimpin dengan usia muda ataupun tua punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut studi Frank Walter dan Susan Scheibe (2012) soal hubungan antara usia dan kepemimpinan, tidak ada perbedaan signifikan antara perilaku anak muda dan orang tua dalam mengerjakan tugas.
Usia tidak mempengaruhi kemauan seorang pemimpin untuk bertanggung jawab, mengeluarkan arahan, dan memberikan penghargaan atas kinerja.
“Artinya usia tampaknya tidak berdampak pada kemampuan seorang pemimpin menyelesaikan tugasnya,” tulis laporan tersebut.
Namun, studi lain oleh Vincent Baker dan George Mueller (2002) menunjukkan pemimpin muda cenderung lebih inovatif dalam membuat sebuah kebijakan. Sebaliknya, pemimpin tua kerap menggunakan pendekatan tradisional dan konservatif.
“Penting untuk diperhatikan, ini tidak berarti bahwa pemimpin yang lebih tua pasti kurang efektif dibandingkan pemimpin yang lebih muda. Mereka mungkin memiliki kekuatan dan kualitas lain yang menjadikan mereka pemimpin yang efektif,” tulis studi tersebut.
Jurnal lain, The Influence of Age and Gender on the Leadership Styles (2014), meneliti pengaruh antara usia dan jenis kelamin para perilaku kepemimpinan di sebuah pabrik gula, Desa Chittoor, India Selatan.
Penelitian dilakukan kepada 652 pekerja dan 32 di antaranya adalah supervisor. Metode penelitian menggunakan random sampling sebanyak 127 pekerja dari 616 pekerja.
Hasilnya, karyawan berusia 35 tahun lebih banyak menampilkan gaya kepemimpinan secara otokratis atau mengambil keputusan sendiri; karyawan berusia 45 tahun menunjukkan gaya kepemimpinan lebih demokratis; dan karyawan berusia 46 ke atas cenderung lebih bebas membiarkan rekan-rekannya mengambil keputusan sendiri.
“Tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok usia karyawan yang berbeda dalam hal gaya kepemimpinan,” tulis hasil penelitian tersebut.
Akademisi dan Pengamat Politik Ujang Komarudin menjelaskan, politisi muda di Indonesia belum layak untuk menjadi cawapres. Sebab, para politisi muda belum memiliki banyak pengalaman untuk mengemban jabatan yang tinggi.
“Tapi karena dia anak Presiden, dan MK mau, ya bisa diproses. Kita lihat saja nanti MK (memilih) kepentingan untuk bangsa dan negara atau kepentingan Jokowi. Kita lihat saja kedepan,” katanya.
Berbeda dengan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan hal serupa. Menurutnya, saat ini politisi muda cukup matang untuk mencalonkan diri sebagai cawapres untuk pilpres 2024.
“Wapres selama ini di Indonesia cenderung hanya ban serep, enggak perlu dikhawatirkan,” tutup Pangi.