Pendamping Ungkap Cara Agus Manipulasi Korban, Berujung Pelecehan Seksual

1 Desember 2024 18:57 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Didampingi ibunya, IWAS alias Agus memberikan keterangan kepada wartawan tentang kasus dugaan pelecehan seksual fisik yang dihadapinya. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Didampingi ibunya, IWAS alias Agus memberikan keterangan kepada wartawan tentang kasus dugaan pelecehan seksual fisik yang dihadapinya. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Pihak perempuan yang melaporkan IWAS atau yang dikenal sebagai Agus, seorang pemuda penyandang disabilitas tunadaksa yang jadi tersangka pelecehan seksual, akhirnya buka suara.
ADVERTISEMENT
Ade Latifa Fitri, pendamping korban, menceritakan kronologi kasus dugaan pemerkosaan itu. Ia menyebut Agus memainkan modus untuk memanipulasi korbannya.
Ade Latifa yang juga Ketua Komunitas Senyum Puan, menjelaskan keberanian korban untuk melapor muncul setelah pelaku secara terbuka membuat klarifikasi di media sosial. Aksi tersebut memancing perhatian publik dan akhirnya memberikan dorongan emosional kepada korban untuk melangkah ke jalur hukum.
"Hal yang memotivasi korban melapor adalah keberanian pelaku yang justru muncul di publik melalui klarifikasi di media sosial. Itu yang mengawali keberanian korban untuk melapor," kata Ade lewat keterangannya.
Ade mengungkapkan kejadian bermula ketika korban sedang jalan-jalan di Taman Udayana, Kota Mataram. Pelaku yang sebelumnya tidak dikenal korban menghampirinya untuk berbicara.
ADVERTISEMENT
Dari percakapan awal, pelaku diduga mulai melakukan manipulasi psikologis hingga intimidasi untuk melemahkan mental korban.
"Pelaku memanfaatkan kondisi psikologis korban. Dia menggunakan kata-kata manipulatif, ancaman, dan intimidasi untuk membuat korban merasa tidak punya pilihan lain," jelasnya.
Modus Pelaku Terduga Agus
Ade menyebut, modus manipulasi pelaku menjadi semakin nyata saat ia menggiring korban berpindah tempat di dalam area Taman Udayana. Di lokasi tertentu, korban menyaksikan adegan asusila dari pasangan lain, yang justru memicu trauma lama dalam dirinya.
Pelaku kemudian memanfaatkan momen emosional ini untuk mendominasi pikiran korban.
"Pelaku diduga mengancam akan mengungkap masa lalu korban kepada orangtuanya. Hal ini membuat korban semakin terpojok secara emosional," ucap Ade.
Di bawah ancaman tersebut, lanjut Ade, pelaku membawa korban ke sebuah homestay. Saat itu, korban sempat melakukan perlawanan verbal, tetapi akhirnya tak berdaya karena ancaman pelaku yang berulang-ulang.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian di homestay, korban sempat berusaha menghindari pelaku. Namun, pelaku terus mengancamnya untuk memastikan korban tidak melawan. Di tengah perjalanan kembali, korban akhirnya menghubungi temannya untuk meminta bantuan.
Ilustrasi pemerkosaan. Foto: HTWE/Shutterstock
Setibanya di Islamic Center Kota Mataram, teman-teman korban berhasil menemui pelaku dan mendesaknya terkait tindakan yang sudah dilakukan. Meskipun awalnya sempat ingin meluapkan kemarahan secara fisik, teman-teman korban memilih untuk membantu korban melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.
Ade menambahkan keberanian korban untuk melapor dipengaruhi oleh dukungan moral dari teman-temannya. Setelah mendengar seluruh kronologi, teman-teman korban langsung mengantarkannya ke Polda NTB untuk melaporkan kejadian tersebut.
Proses ini terjadi pada 7 Oktober 2024, hanya beberapa jam setelah insiden dugaan pelecehan seksual fisik terjadi di homestay.
ADVERTISEMENT
"Awalnya korban sangat takut tidak dipercaya, tetapi teman-temannya terus memberikan keyakinan hingga ia berani melapor," katanya.
Diduga Ada Korban Lain
Andre Saputra, pendamping korban lainnya, mengungkapkan Agus diduga memiliki lebih dari satu korban. Hingga saat ini, sudah ada enam korban yang teridentifikasi, dengan dua di antaranya bersedia menjadi saksi.
Ade dari Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB, mengatakan, modus yang digunakan pelaku terhadap para korban lainnya diduga serupa, dengan ancaman psikologis sebagai senjata utama.
"Ada laporan dari korban lain yang juga menjadi saksi. Modusnya sama, menggunakan manipulasi psikologis dan intimidasi," ujarnya.
Beberapa korban bahkan masih di bawah umur, dan kasusnya kini dalam penanganan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Barat.
ADVERTISEMENT
Kasus ini telah menjadi perhatian serius di masyarakat. Barang bukti berupa rekaman klarifikasi pelaku di media sosial serta kesaksian dari korban dan saksi lain diharapkan dapat memperkuat kasus di pengadilan.
Saat ini, pendamping korban terus berupaya memberikan dukungan emosional kepada korban untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
"Korban masih merasa takut dan menyalahkan dirinya sendiri. Tapi kami terus mendukungnya agar tetap kuat menjalani proses hukum ini," tutup Andre.

Keterangan Polisi

Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, memberikan penjelasan terkait kasus tersebut. Proses penyelidikan sudah dilakukan dan fakta yang terungkap dari pemeriksaan sejumlah saksi menunjukkan adanya pelecehan kepada korban.
"Pelaku bahkan menggunakan kakinya untuk melakukan tindakan seperti membuka celana korban. Ini menunjukkan bahwa keterbatasan fisiknya tidak menghalangi tindakan yang dilakukan," kata Syarif kepada wartawan, Minggu (1/12).
ADVERTISEMENT
Polisi sudah memeriksa 5 saksi dalam kasus ini. Polisi juga sudah melibatkan psikolog untuk mengetahui kondisi korban.
Berbagai kesaksian dan bukti inilah yang meyakinkan polisi untuk menetapkan status tersangka kepada Agus.