Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pengemudi Mobil Bisa Tuntut Pemkot Depok soal Perlintasan Kereta Api di Citayam
21 April 2022 16:05 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pakar transportasi sekaligus Direktur Eksekutif INSTRAN, Deddy Herlambang, menyebut Pemkot Depok paling bertanggung jawab dalam insiden mobil vs KRL Commuter Line di kawasan Citayam , Depok, pada Rabu (20/4) kemarin.
ADVERTISEMENT
Menurut Deddy, perlintasan sebidang kereta api pada dasarnya ada di ranah pemerintah daerah setempat. Dalam kasus kecelakaan kemarin, kata dia, Pemkot Depok belum menyediakan prasarana yang aman untuk masyarakat sehingga kecelakaan dapat terjadi.
"Di Permenhub 94 sudah dijelaskan. Jadi tanggung jawabnya sudah masing-masing sesuai kelas jalan. Contohnya yang kemarin yang salah adalah Pemkot Depok. Citayam kan Depok," kata Deddy saat dihubungi, Kamis (21/4).
Bunyi Pasal 2 ayat 1
Untuk menjamin keselamatan perjalanan kereta api dan keselamatan masyarakat pengguna Jalan, Perlintasan Sebidang yang telah beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum dilengkapi dengan Peralatan Keselamatan Perlintasan Sebidang, harus dilakukan pengelolaan oleh:
a. Menteri, untuk Jalan nasional;
b. Gubernur, untuk Jalan provinsi;
ADVERTISEMENT
c. Bupati/Wali kota, untuk Jalan kabupaten/kota dan Jalan desa; dan
d. Badan hukum atau lembaga, untuk Jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.
Saat kejadian, pengendara mobil bernama Ahmad Yasin (43) mengaku hanya mengikuti aplikasi navigasi untuk menuju ke Jakarta Selatan. Ia mengaku terburu-buru lantaran mendapat undangan sebagai juri MTQ tingkat SMA dan SMK Jakarta Selatan.
Di satu sisi, Ahmad Yasin memang ceroboh lantaran menerobos jalur saat kereta datang. PT KAI pun sudah berencana menuntut pertanggung jawabannya.
Namun di sisi lain, Deddy melihat bahwa Ahmad juga dapat menggugat Pemkot Depok ke pengadilan. Sebab, Ahmad juga merupakan pihak yang dirugikan akibat perlintasan kereta yang tidak resmi dan hanya dijaga oleh warga sekitar secara sukarela.
ADVERTISEMENT
"Karena warga itu merasa tidak dilindungi bisa menuntut ke pemerintah, dalam hal ini nuntut ke Pemerintah Depok. Sebaliknya penumpang (KRL) juga bisa menuntut pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kelas jalan. Karena ribuan orang kan juga jadi korban," tambahnya.
Menurut Deddy, para penumpang KRL yang juga dirugikan dapat melakukan class action secara bersama-sama. Apalagi para penumpang itu bisa saja ada yang dipotong gajinya hingga meeting yang gagal akibat insiden tersebut.
"Itu bisa melakukan class action secara massal bahwa dengan kejadian ini. Dan ini bukan satu, dua, atau tiga, tapi sudah sering. Jadi bisa menuntut pemerintah. Misalnya mereka yang dipotong gajinya bisa minta dikembalikan. Karena masalah transportasi kita yang masih belum sempurna. Jadi penumpang juga bisa menuntut," kata dia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan PT Kereta Api Indonesia (KAI) tahun 2019, ada 260 kecelakaan yang mengakibatkan 76 nyawa melayang pada perlintasan antara jalan umum dan jalur kereta.
Maraknya kecelakaan itu pun terjadi lantaran masih banyaknya perlintasan sebidang yang tak dijaga. Menurut data Kemenhub pada semester I 2021, sebanyak 2.937 perlintasan sebidang di Pulau Jawa tak dijaga. Sementara itu, perlintasan sebidang berstatus resmi dan dijaga hanya ada di angka 1.174