Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Penjelasan Kenapa Pulau Pasir Jadi Sengketa RI dan Australia
29 Oktober 2022 11:01 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
Perdebatan mengenai kepemilikan atas Pulau Pasir atau Ashmore Reef akhir-akhir ini mencuat di media sosial. Sebagian masyarakat meyakini, pulau milik Australia ini adalah bagian dari NKRI.
ADVERTISEMENT
Perdebatan ini berakar dari Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Timor, Rote, Sabu dan Alor di Laut Timor, Ferdi Tanoni. Dia adalah ketua yayasan yang memperjuangkan hak rakyat NTT atas Laut Timor, yakni Yayasan Peduli Timor Barat.
Ferdi juga merupakan Peraih Penghargaan Civil Justice Award Nasional dari Presiden Australian Lawyers Alliance-ALA. Mantan agen imigrasi ini menyebut Pulau Pasir bagian dari Indonesia.
Kendati demikian, Australia menganggap wilayah tersebut sebagai miliknya. Kementerian Luar Negeri RI juga menegaskan, Pulau Pasir tidak pernah diklaim oleh Indonesia.
Di manakah sebenarnya letak pulau yang menjadi pusat pertikaian sengit tersebut? Lalu, apa yang mendasari klaim bahwa Pulau Pasir adalah bagian dari NKRI?
Letak Pulau Pasir
Ashmore Reef dikenal sebagai Pulau Pasir oleh orang Indonesia. Namanya berasal dari kata dalam bahasa Rote 'Nusa Solokaek'. Menurut badan pemerintah Geoscience Australia, Pulau Pasir adalah bagian dari Kepulauan Ashmore dan Cartier.
ADVERTISEMENT
Kepulauan Ashmore dan Cartier terdiri dari Ashmore Reef dan Cartier Reef, serta laut teritorial yang membentang sekitar 22 kilometer. Dari keseluruhan wilayah ini, Ashmore Reef meliputi bagian barat, tengah, dan timur kepulauan. Luasnya mencapai 583 kilometer persegi.
Cartier Reef mencakup Pulau Cartier dengan luas 167 kilometer persegi. Kepulauan Ashmore dan Cartier yang tak berpenghuni terdiri dari karang dan pasir, serta sedikit daerah berumput.
Wilayah ini terletak di tepi luar landas benua Samudera Hindia dan Laut Timor. Kepulauan tersebut berada sekitar 320 kilometer di lepas pantai barat laut Australia.
Geoscience Australia mencatat, kepulauan ini berada sekitar 170 kilometer di selatan Pulau Rote di Indonesia. Sedangkan situs resmi Kementerian Infrastruktur Australia menuliskan jaraknya sekitar 144 kilometer di selatan Pulau Rote di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa tahun, perdebatan sempat meletus tentang kedekatan Kepulauan Ashmore dan Cartier dengan Indonesia. Perjanjian untuk menyelesaikan sejumlah batas laut antara kedua negara kemudian ditandatangani pada 1997.
Asal Muasal Perdebatan
Disadur dari Kata NTT, Ferdi membangkitkan sengketa tersebut dengan mengirimkan surat terbuka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, Sakti Wahyu Trenggono. Surat ini turut dikirimkan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT.
Menurut Ferdi, Australia mengeklaim pulau tersebut sebagai miliknya sejak ada nota kesepahaman (MoU) antara kedua negara pada 1974. Padahal, Pulau Pasir adalah hak mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.
"Kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor," tegas Ferdi, dikutip dari Antara, Sabtu (29/10).
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah hal yang mendasari argumen Ferdi. Ketua Yayasan Peduli Timor Barat ini menjelaskan, Pulau Pasir kerap digunakan sebagai tempat transit nelayan Indonesia ketika mereka berlayar jauh ke selatan, seperti ke perairan Pulau Rote.
Wilayah tersebut juga merupakan lokasi beristirahat nelayan setelah semalam suntuk menangkap tripang dan ikan. Hal ini terbukti dengan adanya kuburan para leluhur Rote dan bermacam artefak lainnya di gugusan Pulau Pasir.
Ferdi menduga, pemerintah Australia pun melakukan pembohongan publik atas klaim Pulau Pasir. Dia mengacu kepada pernyataan tentang Kapten Samuel Ashmore. Dia adalah orang Eropa pertama yang menemukan Pulau Pasir pada 11 Juni 1811.
Ferdi memandangnya sebagai pernyataan yang tidak masuk akal. Sebab, dia mengatakan, ada orang Sabu bernama Ama Rohi yang sudah berada di gugusan Pulau Pasir bahkan sejak 1642.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah sebuah pernyataan yang aneh dan tidak masuk akal sehat! Benar Captain Samuel Ashmore ketika hendak pulang ke Inggris dari Australia melewati Gugusan Pulau Pasir dan mengklaim secara sepihak ke Pemerintah Inggris sebagai miliknya. Itu tahun 1811 silam," jelas Ferdi, dikutip dari Kata NTT.
"Jadi! di manakah Pemerintah Australia selama itu? Sudahlah, Australia berhenti menebar kebohongan," lanjut dia.
Dia menambahkan, pejabat Australia baru mendatangi Indonesia untuk membuat MoU pada 1974. Kedua belah pihak kemudian menandatangani perjanjian Australia-Indonesia di Perth pada 1997.
Ferdi meyakini, perjanjian tersebut tidak diratifikasi dan tidak mungkin bisa diratifikasi lagi. Pasalnya, douane atau Pemerintah Kabupaten Kupang masih menerbitkan surat izin bagi setiap orang yang hendak berlayar menuju gugusan Pulau Pasir hingga 1974-1976.
Ferdi turut menyinggung perubahan geopolitik yang melahirkan Timor Timur sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat pada awal 2000an. Alhasil, perjanjian yang dibuat antara Australia-Indonesia di Laut Timor sejak 1974-2022 secara otomatis tidak berlaku.
ADVERTISEMENT
"Selaku Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat di Laut Timor dengan tegas menyatakan menolak dan tidak berlaku. Saya tidak menerima dan menolak seluruh janji manis Pemerintah Australia. Gugusan Pulau pasir itu adalah milik kita bangsa Indonesia," ujar Ferdi.
"Gugusan Pulau Pasir termasuk MoU 1974 dan MoU Box di Gugusan Pulau Pasir itu, saya nyatakan batal demi hukum dan tidak berlaku," tambah dia.
Australia bahkan disebut tak pernah menunjukkan bukti sah tentang kepemilikan gugusan Pulau Pasir yang diklaim sekitar 1976. Ferdi akhirnya mendesak KKP membatalkan semua dokumen terkait, termasuk surat yang diteken di Pulau Rote pada September.
"Saya kembali meminta Anda [Sakti] untuk segera mengundang saya dalam waktu secepat-cepatnya dan teman-teman untuk membahas soal Kedaulatan NKRI yang sangat kita cintai ini," kata Ferdi.
ADVERTISEMENT
Lantaran mendapati 'sikap acuh tak acuh' dari Australia, dia mengancam akan melayangkan gugatan terhadap kepemilikan Australia atas Pulau Pasir di sebuah pengadilan di Canberra.
"Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir, kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra," ungkap Ferdi.
Penjelasan Pemerintah RI dan Australia
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Abdul Kadir Jailani, menanggapi seruan Ferdi. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, Laurentius Amrih Jinangkung, turut mengeluarkan pernyataan serupa.
Mereka merujuk pada asas uti possidetis juris. Prinsip dalam hukum internasional tersebut menyatakan, batas-batas negara yang baru merdeka mengikuti batas-batas penjajahnya. Artinya, wilayah NKRI merupakan bekas wilayah Hindia Belanda.
ADVERTISEMENT
Pulau Pasir tidak pernah dijajah Belanda, melainkan Inggris. Alhasil, pulau tersebut tidak menjadi bagian dari Indonesia ketika merebut kemerdekaannya dari Belanda. Pun pemerintah Hindia Belanda tidak pernah menentang klaim Inggris atas Pulau Pasir sejak 1878.
"Pulau Pasir atau Ashmore Reef tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda," tegas Amrih saat konferensi pers luring Kemlu RI pada Kamis (27/10).
"Dengan demikian, ketika Indonesia merdeka, Ashmore Reef tidak pernah menjadi bagian dari wilayah NKRI," lanjut dia.
Berdasarkan laman Kementerian Infrastruktur Australia, Inggris dan Amerika Serikat (AS) memperebutkan kepemilikan Pulau Ashmore pada akhir abad ke-19. Inggris lalu mengasumsikan kepemilikan 'formal' atas wilayah ini pada 1878.
Setelah pencaplokan, Kepulauan Ashmore dan Cartier ditempatkan di bawah otoritas Persemakmuran. Pemerintah Inggris menyerahkan pulau ini kepada Australia Barat pada 1942.
ADVERTISEMENT
"Pulau Pasir merupakan pulau yang dimiliki Australia berdasarkan warisan dari Inggris. Pulau tersebut dimiliki oleh Inggris berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act, 1933, dan dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Negara Bagian Australia Barat pada tahun 1942," cuit Abdul.
Duta Besar RI untuk Austria, Damos Dumoli Agusman, kemudian mengungkit prinsip hukum Estoppel. Konsep dalam hukum internasional ini mencegah suatu negara untuk menarik kembali kata-katanya dan mengajukan klaim tertentu.
Pasalnya, Indonesia tidak pernah mengeklaim Pulau Pasir. Hukum yang mengatur legalitas wilayah NKRI tidak menyatakan Pulau Pasir sebagai bagian dari Indonesia. Hal ini tercermin dalam Deklarasi Djuanda pada 1957 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960.
Damos menambahkan, argumen seputar kedekatan geografis pun tidak relevan dalam hukum internasional. Dia juga menolak argumen tentang adanya kuburan para leluhur Rote. Sebab, makam-makam serupa dapat ditemukan pula di negara lain.
ADVERTISEMENT
"Selain Uti Possidetis Juris, ada prinsip hukum lain yaitu ‘Estoppel’, yakni negara tidak boleh 'ujung-ujug' mengklaim sesuatu yang selama ini secara tersirat melalui perilakunya sudah mengakui bahwa pulau itu bukan miliknya," cuit Damos yang pernah menjabat jadi Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI periode 2017-2021.
"Argumen kedekatan geografis juga tidak relevan dalam hukum internasional,karena Pulau Miangas lebih dekat ke Filipina tapi milik Indonesia. Pulau Hawai? Argumen bahwa banyaknya makam WNI sebagai basis untuk klaim juga kurang pas, karena banyak makam WNI (Nelayan) di Madagaskar dan tidak menjadikan RI berhak mengklaim pulau ini," imbuhnya.
MoU Indonesia-Australia
Pemerintah RI tidak memiliki klaim atas pulau ini, tetapi pihaknya telah membuat perjanjian untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat di NTT. Indonesia dan Australia menandatangani Mou untuk hak nelayan tradisional NTT pada 1974.
ADVERTISEMENT
MoU tersebut disempurnakan dengan perjanjian pada 1981 dan 1989. Berdasarkan kesepakatan itu, nelayan tradisional NTT dapat menangkap ikan di perairan sekitar Pulau Pasir maupun gugusan pulau-pulau lain di wilayah tersebut.
Nelayan tradisional pun diizinkan untuk mendarat di Pulau Barat di Ashmore Reef. Sehingga, mereka dapat mengisi kembali persediaan air bersih, mengunjungi makam para leluhur, dan berlindung di Laguna.
"Di dalam MoU ini diatur mengenai hak nelayan tradisional NTT untuk melakukan kegiatan atau melaksanakan traditional fishing rights di perairan sekitar Ashmore Reef dan gugusan pulau-pulau lain di wilayah itu yang memang sejak dahulu menjadi wilayah di mana nelayan tradisional NTT mencari ikan," kata Amrih.
Amrih kemudian menanggapi rencana gugatan Ferdi. Dia meminta agar pihak terkait mengecek apakah pengadilan yang dimaksud mengakomodasi gugatan dari warga negara asing.
ADVERTISEMENT
"Ini di luar isu kedaulatan atau kepemilikan karena sudah jelas [Pulau Pasir] milik siapa. Tetapi kalau ada WNI yang ingin menggunakan suatu hak yang mungkin diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, kita belum tahu berdasarkan hukum Australia," pungkas Amrih.