Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Penyesalan selalu datang terlambat. Setidaknya begitu yang dirasakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, terpidana seumur hidup kasus korupsi suap sengketa Pilkada. Akil berandai-andai, bila dahulu dia mengambil gelar insinyur, bukan sarjana hukum.
ADVERTISEMENT
Akil berbagi rasa penyesalan saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com) di Lapas Sukamiskin, Bandung, Selasa (3/10). Akil sendiri sudah sejak 2015 mendekam di Lapas Sukamiskin.
"Saya tidak frustasi tapi saya menyesal jadi orang hukum. Ya karena melihat situasi hukum kita seperti ini. Banyak yang kita pelajari ketika kita sekolah bahkan sampai tingkat pendidikan yang paling tinggi, misalnya saya sampai jadi Doktor, tapi saya menyesal kenapa enggak jadi insinyur aja dulu ya, jangan jadi orang hukum," ujarnya di Bandung, Selasa (3/10).
Dia memandang, saat ini hukum di Indonesia seakan-akan hanya membenarkan opini yang didukung orang banyak. Sementara opini seseorang yang tak dapat dukungan, meski benar, tak mendapatkan ruang keadilan.
"Kalau si profesor A ngomong lalu diikuti symphony yang banyak-banyak jadi benar, padahal itu enggak benar. Satu orang ngomong karena dia narapidana, oo itu kan koruptor itu kan orang bersalah, padahal itu mengandung kebenaran. Itu proses yang membuat saya menyesal gitu lho," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Saya boleh jadi penjahat karena masuk penjara, tapi saya tidak sekotor yang anda duga. Ada sisi baik dari hidup saya sebagai seorang manusia," lanjut Akil.