
Juru bicara (jubir) presiden dituntut punya kecakapan menyampaikan arahan presiden. Terlebih dalam masa krisis. Bukan justru membuat gaduh.
***
Dino Patti Djalal masih mengingat dengan segar perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2008. Kala itu dunia dihantam krisis ekonomi. Indonesia salah satu yang terdampak.
Dino diimbau Yudhoyono agar berhati-hati menyampaikan statement. Ia diminta selalu hadir untuk publik dengan menyampaikan informasi dan perkembangan luar negeri. Tujuannya untuk meyakinkan dan menjaga kepercayaan pasar, dalam hal ini pengusaha dan semua sektor yang terkait.
“Kita harus selalu menjaga kepercayaan pasar yang paling penting. Tidak boleh ada langkah-langkah yang reckless, yang ceroboh,” cerita Dino kepada kumparan saat ditemui di bilangan Jakarta Pusat, Minggu (13/4).
Dino adalah jubir Presiden Yudhoyono. Ia—bersama Andi Mallarangeng—menjadi penyambung lidah SBY kala itu. Dino kebagian merespons isu-isu luar negeri dan Andi terkait masalah dalam negeri.
Tapi di masa guncangan keuangan global saat itu, mereka hampir setiap hari tampil di publik dan melayani wartawan. “Frekuensi dari kita tampil di publik jauh lebih sering,” tambahnya.
Bahkan, kata Dino, SBY lebih sering turun langsung dan mengambil peran bicara di hadapan publik. Fokus SBY dan pembantunya kala itu adalah menjaga kepercayaan pasar internasional dan dalam negeri.
SBY menjaga komunikasi dan melibatkan pengusaha. Pada beberapa kesempatan, lanjut Dino, SBY mengundang pengusaha lalu meyakinkan mereka guna menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
“Beliau harus selalu merespons waktu itu. Kenapa? Karena ini menyangkut kepercayaan pasar. Kalau confidence hilang, kepercayaan pasar ilang, kepercayaan internasional maupun pengusaha dalam negeri itu semuanya bisa ambruk,” kata Dino.
Tidak hanya membantu presiden menerangkan informasi terbaru ke publik, Dino juga kerap menemani SBY melawat ke luar negeri. Dino mengatakan, SBY sangat aktif membangun komunikasi luar negeri.
Dino yang juga bertindak sebagai penerjemah menyaksikan beberapa upaya lobi ekonomi politik SBY. Salah satu hasilnya adalah bergabungnya Indonesia dalam forum KTT G20.
Dino menyebut Indonesia di bawah pemerintahan SBY berperan penting dalam terbentuknya G20. Komunikasi luar negeri pemerintahan SBY menggunakan menggunakan semangat inisiasi dan berdampak.
“Beliau sangat intens ke luar negeri, termasuk untuk membentuk G20,” ujar Dino.
Dino dan tandemnya, Andi, mengalami lebih dari sekali krisis saat membantu SBY. Masa-masa awal mereka di Istana Negara bahkan disambut tsunami Aceh tahun 2004. Hari-hari itu, kata Dino, mereka setiap hari bicara depan publik. Menyampaikan informasi jadi rutinitas harian mereka saat itu.
Namun krisis yang dialami Dino dimudahkan dengan posisi dan sikap Presiden SBY, yakni membuka akses berdialog dengan jubir. Setiap pagi Dino dan Andi akan menyetorkan dan mendiskusikan isu-isu terkini. Mereka mengklasifikasikan isu yang harus direspons presiden atau masalah yang cukup melalui jubir dan kementerian teknis.
“Begitu saya masuk Istana sebagai jubir, itu langsung ada krisis. Krisis tsunami. Ini krisis yang sangat luar biasa. Nah, yang membuat saya sangat terbantu adalah akses langsung terhadap Pak SBY,” imbuhnya.
Jubir Mewakili Pandangan Presiden
Bagi Dino, seorang jubir tak boleh menyampaikan pandangan pribadi. Boleh memiliki pendapat sendiri tapi tidak untuk disampaikan di depan publik.
“Mereka (jubir) harus selalu menyuarakan pandangan Presiden secara resmi,” kata dia.
Karena Dino dan Andi menjadi penyambung presiden maka mereka harus melekat dengan SBY. Setiap pagi Dino dan Andi akan menyampaikan laporan isu ke presiden. Mereka mendiskusikan isu lalu mendapatkan arahan dari SBY.
Dino sudah di Istana sebelum Presiden SBY tiba. Pulang dan istirahat kala presiden sudah tidur. Momen paling diingat Dino adalah bertemu dan menghadap SBY setiap pagi, sebelum jam kantor. Mereka akan mendiskusikan berbagai isu.
Di momen itu, Dino dan Andi akan memberikan informasi tanpa difilter. Jubir akan menyampaikan informasi secara gamblang tanpa ada yang ditutupi.
“Fungsi saya dan Pak Andi juga itu memberikan informasi kepada beliau (SBY), apapun informasi itu,” lanjutnya.
Dino dan Andi menghindari dan menjauhkan diri dari sikap ABS alias Asal Bapak Senang. Artinya mereka tak menutupi isu-isu yang menjadi pembicaraan di publik. Mereka membuka kondisi yang sebenarnya yang terjadi di masyarakat.
Membuka informasi seluas-luasnya dan seblak-blakan mungkin menjadi etika yang dipegang Dino. Perilaku hanya memuji dan memilah informasi bagus untuk disampaikan ke presiden, tambah Dino, sama saja menjerumuskan bosnya. Dan ia tak ingin melakukan hal tersebut. Makanya Dino sebagai jubir menyampaikan seluruh informasi ke SBY tanpa disaring.
Sebaliknya, bila Dino melanggar etika atau melampaui tugas dan fungsinya sebagai jubir, SBY tidak segan menegurnya. Suatu ketika Dino ditegur SBY karena tindakannya membisik presiden saat konpers.
Dino lupa tepatnya kapan kejadian teguran itu. Ia memperkirakan terjadi antara tahun 2007-2008. Momen dia membisik SBY saat konferensi pers terabadikan dalam sebuah foto.
Tindakan membisik presiden ditegur bukan karena tak menerima masukan. Tapi, kata Dino, sikapnya itu seakan-akan memamerkan kedekatan dengan presiden. Sesuatu yang seharusnya tak dilakukan oleh seorang jubir.
Dino pun menganggap perbuatannya kala itu sebagai perilaku kekanak-kanakan. Ia mengakui perbuatannya dan tak pernah mengulangi. Baginya, itu menjadi pelajaran berharga baginya dan seharusnya sebagai jubir tak melakukan hal serupa.
Katanya, seharusnya tak boleh ada jubir atau pembantu presiden melakukan pencitraan untuk diri sendiri dengan cara mempertontonkan kedekatan presiden.
“Enggak ada orang yang harus merasa lebih penting dari Presiden. Dan menurut saya juga tidak boleh ada orang pembantu Presiden, yang kelebihan secara eksesif melakukan pencitraan terhadap dirinya sendiri,” ungkap Dino.
Setiap presiden punya jubir. Gaya komunikasi dan menyelesaikan dan merespons krisis pun rupa-rupa. Presiden Joko Widodo misalnya punya cara lain kala dunia dihantam pandemi COVID-19, bencana penyakit sekaligus mengguncang ekonomi dunia. Jokowi tahun-tahun itu menunjuk tim khusus menangani pandemi dan memulihkan ekonomi yang diantaranya lewat strategi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Saat itu, Presiden Jokowi menunjuk Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Koordinator PPKM. Pada masa pandemi, Luhut lebih sering muncul dalam pemberitaan berbicara situasi dan penanganan COVID-19. Meskipun Jokowi juga beberapa kali turun langsung terutama saat pengumuman buka-tutup PPKM.
Jokowi juga pernah punya juru bicara meskipun tidak sejak awal. Jokowi baru menunjuk Johan Budi Sapto Pribowo sebagai jubir Istana pada tahun 2016. Budi yang juga mantan jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi penyambung informasi kepresidenan hingga tahun 2019. Tahun itu ia terpilih jadi anggota DPR RI lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan memilih keluar dari Istana.
Jokowi lalu membawa nama baru untuk mengisi posisi jubir yang ditinggalkan Johan. Ia adalah Fadjroel Rachman yang tak asing di kubu dan pendukung Jokowi. Fadjroel merupakan garis terdepan pendukung Jokowi pada Pilpres 2019.
Fadjroel menduduki posisi jubir hingga tahun 2021. Ia dipindah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Kazakhstan dan Tajikistan. Setelah Fadjroel, Jokowi tak punya jubir lagi. Ia kerap merespons sendiri isu-isu yang muncul di masyarakat.
Berbeda dengan Jokowi, Presiden Prabowo Subianto yang terpilih tahun 2024 langsung memiliki jubir atau Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) yang dikepalai Hasan Nasbi. Hasan ditunjuk Jokowi pada Agustus 2024, beberapa bulan sebelum Jokowi meninggalkan Istana dan digantikan oleh Prabowo.
Pakar Komunikasi Suko Widodo melihat setiap kepala negara mempunyai karakter komunikasi sendiri. SBY dengan dialognya, meski tak semuanya selesai pada dialog. Jokowi dengan cara khasnya, yakni blusukan.
“Pak Prabowo di tengah-tengah, harus bisa menjelaskan dengan resiprokal. Kekuatan Pak Prabowo itu menurut saya autentik. Tapi Pak Prabowo juga harus belajar betul terutama data-data yang akurat agar tidak blunder,” kata Suko Widodo.
Dino membeberkan tiga unsur penting bila bertugas sebagai jubir. Pertama, mesti profesional dan tak boleh membuat publik tersinggung. Kedua, punya akses terhadap presiden. Ketiga, harus ada timing kapan perlunya presiden, jubir, atau menteri yang bicara.
“Jubir itu harus benar-benar mewakili Presiden dan punya akses terhadap Presiden,” pungkas Dino.