Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perjalanan Panjang Ratu Kalinyamat hingga Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
10 November 2023 10:20 WIB
·
waktu baca 10 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat (1549-1579), wilayah Jepara pada saat itu menduduki puncak kejayaan, baik di bidang industri hingga kekuatan militer. Kepemimpinannya yang tangguh membuat Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat beserta tim peneliti gigih untuk memperjuangkan gelar kepahlawanan bagi Ratu Kalinyamat.
Lantas, bagaimana cerita Ratu Kalinyamat dan perjuangan tim dalam mendapatkan pengukuhan sebagai Pahlawan Nasional?
Mengenal Ratu Kalinyamat dan Perannya di Jepara
Rainha de Japora, Senhora Poderisa e Rica menjadi julukan yang disematkan kepada Ratu Kalinyamat yang artinya Ratu Jepara perempuan kaya dan sangat berkuasa. Ia merupakan anak dari pasangan Sultan Trenggana (Sultan Demak) dengan Roro Purbayan.
"Ratu Kalinyamat adalah salah satu tokoh yang pada tahun 1500-an, jauh sebelum Laksamana Malahayati, itu sudah membuat percaturan politik kemaritiman berbeda. Bahkan, kalau kita lihat dokumentasi dari Portugis itu menyebutnya Rainha de Japora, Senhora Poderisa e Rica. Jadi Ratu Jepara yang kaya raya berkuasa dan menakutkan, kira-kira seperti itu," jelas Lestari Moerdijat kepada kumparan, Kamis (9/11).
ADVERTISEMENT
"Saya berdiskusi dengan banyak kawan antara lain Dr. Connie Rahakundini Bakrie yang juga memiliki ketertarikan. Berdasarkan penelitiannya, (Ratu Kalinyamat) adalah perempuan Indonesia yang berada di garda terdepan memimpin peperangan, beliau ahli militer," kata Lestari yang akrab disapa Rerie itu.
Tak sia-sia, peran Ratu Kalinyamat mampu memposisikan wilayah Jepara sebagai daerah dengan industri terbaik dan terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan Laporan Hasil Penelitian Empiris Ratu Kalinyamat (2021), beberapa cara yang dilakukan pemerintah Ratu Kalinyamat dalam merealisasikan keberhasilan itu antara lain:
ADVERTISEMENT
Ratu Kalinyamat Perintis Antikolonialisme
Selain berhasil membuat kawasan Malaka dan sekitarnya memiliki kekuatan besar sebagai kerajaan yang sulit dikalahkan, Ratu Kalinyamat juga terkenal dengan salah satu perempuan perintis antikolonialisme di tahun 1549 hingga 1579.
Salah satu keberaniannya terlihat dari keputusan Ratu Kalinyamat dalam menginisiasi penyerangan terhadap Portugis. Saat itu, Portugis memang tidak secara langsung menguasai Jepara, tetapi aneksasinya atas Malaka dan Maluku dapat mengancam kepemimpinan Ratu Kalinyamat.
Menurut sumber-sumber Portugis , perlawanan Ratu Kalinyamat terhadap kolonialisme bangsa Portugis digambarkan bahwa Ratu Kalinyamat telah menyerang di tahun 1551, 1568, dan 1574 dengan mengirim 300 kapal, termasuk 80 jung (kapal armada laut yang besar) dengan 15.000 anggota pasukan.
ADVERTISEMENT
Perjalanan Panjang Tim Peneliti Ratu Kalinyamat
Tim pakar dan riset dari Yayasan Dharma Bakti Lestari sangat gigih dalam memperjuangkan gelar Pahlawan Nasional bagi Ratu Kalinyamat. Perjuangan mereka bertahun-tahun akhirnya sampai di titik akhir.
Rerie menceritakan awal ketertarikannya saat tergabung dalam tim pakar dan riset Ratu Kalinyamat. Berawal dari tahun 2013, saat itu politikus kelahiran Surabaya ini berkunjung ke Jepara untuk berziarah ke makam Ratu Kalinyamat ditemani oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kabupaten Jepara, Hadi Prayitno.
Hadi sangat bersemangat menceritakan usaha pemerintah Jepara dalam mengenalkan sosok Ratu Kalinyamat sebagai tokoh Pahlawan Nasional sejak tahun 2007 dan 2009. Namun kala itu ditolak karena masih kurang kajian.
Meski begitu pemerintah Jepara tanpa henti memperjuangkan Ratu Kalinyamat. Hingga Rerie pada 2013 berkunjung dan memutuskan untuk mulai mencari tahu lebih dalam. Apalagi didukung dengan latar belakang pendidikan Rerie di bidang arkeologi yang membuatnya semakin tertarik dengan sosok Ratu Kalinyamat.
ADVERTISEMENT
"Saya mengajak berdiskusi beberapa kawan-kawan untuk juga melihat dan memastikan bahwa Ratu Kalinyamat adalah seorang tokoh (Pahlawan Nasional). Salah satu pesan ke saya waktu itu saya ingat sekali, berkali-kali bilang ini Ratu Kalinyamat harus, warga Jepara harus memperjuangkan ratu ini menjadi Pahlawan Nasional," ujar lulusan Arkeologi UI ini.
"Kenapa? Ketokohannya Ratu Kalinyamat itu hanya diakui, 'di wilayah terbatas', bahkan sampai hari ini ketokohan tersebut tidak diakui oleh wilayah Jepara ke arah timur karena konflik dengan Arya Panangsang," sambungnya.
Salah satu hal lain yang memotivasi Rerie adalah keinginan untuk melawan pandangan masyarakat terhadap citra buruk yang melekat pada Ratu Kalinyamat, lantaran ritual Tapa Wudo (melakukan bertapa telanjang) yang Ratu lakukan.
ADVERTISEMENT
"Yang dikenal oleh publik itu beliau adalah sebagai seorang Ratu yang mungkin kawan-kawan semua tahu kalau di Jawa itu konotasinya pasti negatif. Semua hanya mengenal Ratu Kalinyamat dengan Topo Wudo-nya. Lebih sedih lagi bahkan dikaitkan dengan hal-hal yang sebetulnya saya sebagai perempuan tidak rela dia dibegitukan," ungkap Rerie.
"Lebih sedih saya tidak tega menyebutnya, puluhan malah ratusan tahun ada lakon Ketoprak di pantai pesisir pulau Jawa menceritakan ada lakon judulnya Kalinyamat Lonte, jadi itu yang membuat terus menerus citranya (Ratu Kalinyamat) buruk sekali," jelas ibu empat anak ini.
Rerie pun semakin bertekad kuat untuk membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan tersebut tidaklah benar. Posisinya yang duduk menjadi anggota legislatif mewakili daerah Jepara, terlebih lagi seorang perempuan, membuat diri Rerie semakin bersemangat menumpas tuduhan merugikan tersebut.
Dari inisiasi itu, akhirnya tim pakar dan riset Ratu Kalinyamat terbentuk yang anggotanya terdiri dari, Prof Dr. Ratno Lukito, Dr. Alamsyah, Dr. Chusnul Hayari, Dr. Connie Rahakundini Bakrie, Dr. Irwansyah, Daya Negri Wijaya M.A, Dr. Mufti Ali, Mario Tamba, Dr. Widya Nayati.
ADVERTISEMENT
"Mulai tahun 2018 tim pakar ini kemudian melakukan penggalian, melakukan penelitian. Tentu penelitiannya studi literatur, di samping itu saya kemudian berkomunikasi dengan ikatan Ahli Arkeologi Indonesia yang menugaskan satu arkeolog dari UGM (Inajati Adrisijanti M. Romli) untuk kemudian bergabung dan melakukan penelitian," tutur Rerie.
Proses riset tim Ratu Kalinyamat berjalan penuh tantangan. Sumber primer soal Ratu Kalinyamat sangat minim ketersediannya dan ini membuat tim kesulitan untuk menemukannya.
"Terus terang sempat frustrasi karena kalau di dalam kaidah akademik kita harus mendapatkan yang namanya sumber primer. Nah, yang ada di kita ini kebanyakan sumber sekunder, tulisan-tulisan mengenai situasi Indonesia pada periode tersebut yang ditulis oleh Portugis itu sedikit sekali yang menjadi dokumentasi kita, paling yang selalu di-deliver itu semua orang yang tahu," jelas doktor dari Universitas Pelita Harapan ini.
ADVERTISEMENT
Tantangan Terbesar Memperjuangkan Ratu Kalinyamat
Periode kehidupan Ratu Kalinyamat yang sudah terjadi jauh ke belakang, yakni abad ke-15, membuat keberadaan Ratu sempat dipertanyakan. Apakah ia hanya sebatas tokoh fiktif yang diimajinasikan masyarakat?
Rerie dan tim pun berusaha mematahkan argumentasi yang beredar, salah satunya dengan keberhasilan dalam menemukan sumber primer sebagai bukti yang kuat bahwa Ratu Kalinyamat benar-benar ada. Saat itu, mereka dibantu oleh seorang mahasiswa yang sedang menempuh gelar S3 di Portugal bernama Daya Negri Wijaya.
"Pada akhirnya secara akademis, kalau kita tidak bisa menghadirkan sumber yang namanya sumber primer, itu tidak bisa ada pertanggungjawaban akademis. Tapi memang, ya, inilah memang selalu ada jalan, yaitu Gusti mboten sare (Tuhan tidak tidur). Dari tim peneliti kebetulan memiliki komunikasi dengan seorang mahasiswa S3 yang sedang mengambil S3 di Portugis, Mas Daya," jelas Rerie.
ADVERTISEMENT
Melalui Daya, tim pakar dan riset Ratu Kalinyamat akhirnya dipertemukan dengan Prof. Vitor Rui Gomes Teixeira yang memang memiliki ketertarikan sejarah, utamanya sejarah hubungan Portugis dengan Asia, dari Universidade do Porto.
Setidaknya, terdapat 8 sumber data primer yang berhasil ditemukan terkait Rainha de Japora. Sumber tersebut berbentuk catatan sejarah berbahasa Porto tua yang disimpan di sebuah gereja tua. Catatan tersebut di antaranya, Fransisco Peres, Diogo da Couto, Manuel Faria e Sousa, Afonso de Noronha, Cristovao Martins, Dom Sebastiao, Jorge de Lemos, dan Arthur Basilio de Sa.
"Jadi ceritanya para misionaris pada waktu yang lalu, ketika mereka pergi, mereka bukan cuma memberikan pelayanan atau mendampingi tapi mereka juga bertugas sebagai seorang juru tulis atau juru catat. Di temukanlah dokumen-dokumen cerita perjalanan tentara-tentara Portugis pada abad itu yang dilaporkan oleh si para misionaris ini. Salah satunya, laporan terkait ketakutan mereka berhadapan dengan perempuan bernama Ratu Kalinyamat," jelas Rerie.
ADVERTISEMENT
Dari ke-8 sumber primer tersebut, berikut adalah intisari yang bisa menguatkan eksistensi Ratu Kalinyamat asal Jepara:
Selain ketersediaan data yang minim, kurangnya bukti-bukti arkeologi juga menjadi tantangan besar bagi tim pakar dan riset. Meskipun, makam Ratu Kalinyamat terdapat di kompleks Masjid Mantingan, Jepara, tapi — menurut Rerie — makam tidak bisa menunjukkan kepahlawanan sosok Ratu Kalinyamat.
ADVERTISEMENT
Nihilnya bukti arkeologis inilah yang sempat menggagalkan usaha tim peneliti memperjuangkan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh Pahlawan Nasional pada tahun 2009 lalu. Berkat ditemukannya data-data primer itulah yang akhirnya memperkuat posisi Ratu Kalinyamat dinilai patut untuk mendapatkan gelar pahlawan Nasional.
"Nah, ini salah satu masalah kita tidak menemukan peninggalan arkeologis. Jadi teman-teman arkeolog itu stumbling block-nya antara lain tidak ada peninggalan arkeologis yang ditemukan. Bisa dimengerti, bisa dipahami, pada waktu itu Jepara juga masih satu wilayah yang berdiri sendiri, ya, masih satu laut. Kemudian juga dengan masuknya penjajah, industri perkapalan sendiri juga kemudian dimatikan, tidak bisa lagi membuat kapal-kapal besar," beber Rerie.
"Tapi memang salah satu kelemahannya waktu itu menjadi dasar kenapa pada 2007 sampai 2009 pemerintah menolak, karena memang tidak ada bukti sejarah sama sekali. Nah, inilah yang berhasil didapatkan oleh tim dengan mendapatkan sumber primer baru dan kemudian para pakar mampu melakukan analisa kepahlawananya dari sumber-sumber primer yang didapat," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Perjalanan Rerie dan tim dalam memperjuangkan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh Pahlawan Nasional sangatlah sulit. Perlu bertahun-tahun lamanya proses riset yang mereka lalui. Banyak sekali pikiran, tenaga, hingga finansial yang harus terkuras habis.
"Saya bersyukur sekali temen-temen semuanya, ini kerja kolektif, kerja dari semua tim dari semua masyarakat, semua stakeholder dan memang nggak mudah perjalanan kami sama sekali tidak mudah," kata Rerie.
Ia pun berharap dengan keberhasilannya bersama tim pakar dan riset Ratu Kalinyamat ini, masyarakat Indonesia dapat mengambil pelajaran dari sosok perempuan dengan kepemimpinannya yang kuat ini. Rerie juga berharap Ratu Kalinyamat bisa menjadi penyemangat bagi perempuan di Indonesia.
ADVERTISEMENT