Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Perludem: Politik Dinasti dan Calon Tunggal di Pilkada Buat Demokrasi Tak Sehat
13 Agustus 2024 15:25 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Praktik politik dinasti dan fenomena calon melawan kotak kosong dikhawatirkan menjadi tren dalam kontestasi Pilkada 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran itu bukan tanpa sebab. Kecurangan yang terjadi dan disoal pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 saja, ditolak oleh MK.
Padahal, mereka menilai adanya dugaan praktik kecurangan yang terjadi selama proses Pilpres 2024 berlangsung. Termasuk, juga politisasi bansos dan pengerahan aparat.
Kondisi tersebut lebih pelik di pilkada, karena ditambah wacana menghadirkan calon tunggal di daerah tertentu.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai praktik macam politik dinasti dan kotak kosong membuat demokrasi tak sehat.
"Karena berdasarkan praktik yang selama ini terjadi, ternyata sangat tidak sehat untuk kondisi demokrasi kita," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Kecurangan Pilkada 2024: Dari Dinasti, Calon Tunggal, dan Netralitas ASN', di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Selasa (12/8).
ADVERTISEMENT
"Nah sekarang yang terjadi adalah keinginan untuk melanggengkan kekuasaan melalui politik dinasti ini, kan kemudian dilakukan berbagai macam cara gitu, ya. Kalau dikaitkan, dengan pengin calon tunggal, gitu misalnya," sambung dia.
Padahal, lanjutnya, kontestasi Pilkada mestinya dapat menjadi arena pertarungan gagasan dan adu ide antar pasangan calon.
"Jadi yang didorong adalah mereka-mereka yang dekat dengan elite, yang kemudian ya yang menyebalkan adalah kompetisinya jadi dihilangkan," kata Khoirunnisa.
"Demokrasi itu kompetisi yang sehat, kompetisi yang setara. Adu gagasan, adu ide. Tapi, ketika politik dinasti dan calon tunggal ini ketemu gitu, ya, kan kompetisinya jadi enggak ada," terangnya.
Menurutnya, keberadaan calon tunggal yang dihadapkan melawan kotak kosong justru makin dilanggengkan oleh partai politik dan digunakan untuk memenangkan pasangan calon yang diusung.
ADVERTISEMENT
Padahal, Khoirunnisa menuturkan, bahwa kotak kosong sejatinya merupakan bentuk protes pemilih terhadap partai politik yang tak mampu menghadirkan opsi pilihan yang berkualitas.
"Nah 2024 ini trennya ada yang bilang mungkin bisa jadi 2 kali lipatnya, mungkin 50-an daerah [ada kotak kosong]," jelas dia.
"Bahkan, mungkin di provinsi ada yang mau diupayakan kolom kosong, kan, masa sekelas provinsi dengan penduduk banyak gitu, ya, calonnya cuma satu gitu. Enggak sehat banget gitu buat demokrasi sekarang ini, ya," imbuhnya.
Oleh karenanya, ia berharap publik dapat berkonsolidasi untuk memastikan proses demokrasi yang baik terjadi di Pilkada 2024 mendatang.
"Ya kalau kita merasa ini buruk, ya, kita punya kesempatan untuk kasih punishment di Pilkada 2024 ini, gitu, ya," tutur dia.
"Dan ya menjadi, tentu tadi ya pilihannya memang sulit gitu, ya, sebagai pemilih mungkin pilihan kita enggak banyak, tapi saya rasa menkonsolidasikan publik itu bisa jadi salah satu caranya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Adapun salah satu wacana dugaan menghadirkan kotak kosong muncul di Pilgub Jakarta. Sejauh ini, sudah ada nama Ridwan Kamil (RK) yang telah diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk berlaga di Jakarta.
Saat ini, berembus isu bahwa sejumlah parpol akan digandeng ke KIM untuk menjadi koalisi besar bernama KIM Plus, dengan menggaet partai di luar koalisi.
Sebelum RK diusung oleh KIM untuk berlaga di Pilgub Jakarta, nama Anies Baswedan telah terlebih dahulu menerima dukungan dari PKS. Bahkan, PKS telah mengusung paket Anies-Sohibul Iman untuk Pilgub Jakarta.
Akan tetapi, PKS terhalang jumlah kursi untuk memajukan calonnya sendiri. Meski sebagai pemenang di Jakarta pada Pileg 2024 lalu, PKS hanya mengantongi jumlah 18 kursi DPRD.
ADVERTISEMENT
Sementara, untuk mengusung calon sendiri di Jakarta, dibutuhkan minimal 22 kursi dari total 106 kursi DPRD Jakarta. Dengan begitu, PKS masih membutuhkan 4 kursi lagi agar memastikan paket yang diusungnya bisa berlayar di Pilgub Jakarta.
Tak hanya itu, kini PKS secara terang-terangan menyebut deadline untuk Anies mencari koalisi untuk duet Anies-Sohibul Iman sudah habis. Sementara, beberapa DPW partai yang menyatakan dukungan kepada Anies pun, seperti PKB dan NasDem, juga belum menjadi sikap resmi DPP.