Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pertempuran Sengit Pecah di Kharkiv dan Kherson Ukraina, 77 Prajurit Rusia Tewas
27 September 2022 11:37 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pertempuran sengit antara pasukan bersenjata Rusia dan Ukraina terjadi di beberapa wilayah pada Selasa (27/9). Insiden itu bertepatan dengan hari terakhir dilaksanakannya referendum di empat provinsi kekuasaan Kiev yang hendak dicaplok Moskow.
ADVERTISEMENT
Laporan tersebut dibenarkan oleh pihak Ukraina, seraya mengungkap tentaranya berhasil meluncurkan serangan balasan dan menimbulkan kerugian di sisi Rusia.
“Serangan balasan dari tentara kami di Kherson telah mengakibatkan kerugian musuh sebanyak 77 prajurit, enam tank, lima howitzer, tiga instalasi anti-pesawat terbang dan 14 kendaraan lapis baja,” lapor Komando Angkatan Bersenjata Ukraina di wilayah selatan, seperti dikutip dari Reuters.
Selain di Kherson, pertempuran serupa juga terjadi di Provinsi Kharkiv yang menjadi titik fokus serangan balasan tentara Ukraina pada bulan ini.
Pihaknya mengatakan, telah berhasil memutus empat jembatan dan penyeberangan sungai lainnya agar menghambat jalur pasokan Rusia di wilayah selatan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, mempertahankan wilayah Donbas yang meliputi Donetsk dan Luhansk itu tetap menjadi prioritas strategis utamanya.
ADVERTISEMENT
Sebab, wilayah itu pula yang saat ini sedang diincar pasukan Moskow dan merupakan dua dari empat wilayah yang sedang menggelar pemungutan suara untuk bergabung ke Rusia.
“Kami melakukan segalanya untuk menahan aktivitas musuh. Ini adalah tujuan nomor satu kami saat ini karena Donbas masih menjadi tujuan nomor satu bagi para penjajah,” ujar Zelensky.
Pemerintah Moskow mengadakan pemungutan suara di empat provinsi, yakni Republik Rakyat Donetsk (DPR), Republik Rakyat Luhansk (LPR), Kherson, dan Zaporizhzhia pada 23 hingga 27 September.
Negeri Beruang Merah menawarkan masyarakat setempat referendum, yang mana berisi pertanyaan apakah keempat provinsi itu ingin menjadi negara republik merdeka dan bergabung ke Rusia sebagai subjek federal.
Hasil pemungutan suara akan diketahui pada pekan ini. Dan bila aneksasi disetujui oleh parlemen Rusia, maka pihaknya telah berhasil menguasai sekitar 15% dari wilayah keseluruhan Ukraina.
ADVERTISEMENT
Respons Rusia atas Kecaman Ukraina dan Barat
Tentunya, tindakan tersebut menuai kecaman dari Ukraina dan sekutu Baratnya. Mereka menilai, langkah Rusia adalah bentuk perampasan tanah yang melanggar hukum internasional.
Menanggapi hal itu, pihak Rusia pada pekan lalu menegaskan bahwa tindakan aneksasi tersebut tidak melanggar norma-norma internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Dewan Federasi Rusia sekaligus sekutu dekat Vladimir Putin, Valentina Matviyenko, pada Jumat (23/9).
“Saya yakin bahwa referendum akan berlangsung sedemikian rupa sehingga tidak ada yang akan memiliki alasan untuk mempertanyakan legitimasinya,” tegas Matviyenko, seperti dikutip dari TASS.
“Pernyataan atas kehendak masing-masing berlangsung sesuai dengan norma-norma internasional dan Piagam PBB. Penduduk DPR, LPR, dan daerah-daerah lain yang dibebaskan mempunyai hak ini, hak hukum. Dan dalam situasi hari ini, itu sebenarnya adalah hak untuk hidup,” imbuhnya.
Spekulasi Barat yang dengan buruk menilai tindakan Rusia bahkan sebelum referendum itu sendiri dimulai, sambung Matviyenko, terkesan tergesa-gesa dan sudah jelas tidak akan mau mengakui apa pun hasilnya nanti.
ADVERTISEMENT
“Tapi itu tidak mengejutkan siapa pun lagi. Begitulah cara Eropa dan Amerika Serikat menegaskan sinisme mereka dan membuktikan bahwa mereka tidak tertarik dengan pendapat warga di wilayah ini. Saya tidak ragu bahwa pernyataan-pernyataan ini, yang sudah disertai ancaman langsung, tidak akan berpengaruh pada posisi masyarakat,” terang politikus berdarah Ukraina itu.