Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pesan Dino untuk Jokowi: Post Power Syndrome Pasti Ada, tapi Jangan Menggerogoti
25 September 2024 13:59 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Wamenlu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Dino Patti Djalal, memberikan 'imajinasi'-nya tentang pesan-pesan untuk Presiden Jokowi yang akan meninggalkan jabatannya pada 20 Oktober 2024.
ADVERTISEMENT
"Pada tanggal 20 Oktober 2014 saya persis berada di samping SBY ketika beliau meninggalkan Istana. Momen yang sama ketika Pak Jokowi masuk ke Istana untuk memulai jabatan beliau," kata Dino dalam keterangan videonya, Rabu (25/9).
Kata pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) ini, sejarah kembali berulang. Tanggal 20 Oktober nanti Presiden Jokowi akan meninggalkan Istana, selanjutnya digantikan oleh Prabowo Subianto.
Seandainya Presiden Jokowi bertanya kepada Presiden SBY, apa tips untuk mengakhiri masa jabatan, Dino punya bayangan.
Dino berimajinasi apa saja yang bakal disampaikan SBY. Yang pertama disebut langsung soal Jokowi harus bersyukur dan menerima 'waktunya' sudah berakhir.
"Terimalah kenyataan bahwa era kita sudah berakhir. Dan terimalah kenyataan ini dengan bulat, dengan ikhlas, dengan bersyukur, bahwa kita telah memberikan yang terbaik," kata Dino.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Jokowi harus menyadari legacy bukan hanya sekadar survei soal tingkat kepuasan. Ia juga meyakini SBY akan mengingatkan soal post power syndrome.
"Dan ingat legacy kita tidak dilakukan oleh survei sesaat. Biarlah rakyat dan sejarah yang menilai kita. Post power syndrome pasti akan ada karena ini terjadi pada semua yang turun, tapi itu tidak boleh menggerogoti kita," ujarnya.
Yang terpenting lainnya, menurut Dino, adalah soal Jokowi tak boleh mengambil keputusan strategis di akhir-akhir kepemimpinannya. Semua Presiden Terpilih pasti punya agenda dan kebijakan tersendiri.
"Jangan mengambil keputusan strategis apa pun baik di bidang personel pemerintah maupun kebijakan. Sewaktu SBY menjadi presiden pada tahun 2004 misalnya, SBY tidak menjalankan keputusan pengangkatan Panglima TNI yang dilakukan oleh presiden sebelumnya hanya beberapa bulan sebelum masa jabatannya berakhir," urai dia.
ADVERTISEMENT
"Ingatlah Presiden Terpilih itu mempunyai mandatnya tersendiri. Bahkan mandat yang sangat masif sebagai pemimpin yang mengantongi suara yang paling banyak dalam Pemilu di seluruh dunia."
Sebagai pemimpin, kata Dino, Presiden Terpilih Prabowo nanti pasti mempunyai agenda, preferensi, dan pilihan sendiri.
"Kita tidak boleh mengatur-atur atau mengutak-atik atau mempengaruhi opsi-opsi kebijakannya. Let him decide, it's President Prabowo's time," tutupnya.