PODCASTLAB: Benarkah Sawit di Indonesia Hasil Babat Hutan? Yuk Cek Faktanya!

9 Agustus 2024 16:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Indonesia menjadi salah satu produsen terbesar kelapa sawit di dunia dengan nilai ekspor yang begitu besar. Pada 2023, sawit menyumbang devisa hampir Rp 500 triliun.
ADVERTISEMENT
Di balik itu, ada tantangan yang dihadapi Indonesia, yakni tekanan internasional, khususnya dari Uni Eropa, terkait isu sawit Indonesia dihasilkan dari deforestasi atau babat hutan. Benarkah demikian?
Menurut pengamat lingkungan, Petrus Gunarso, ada kekeliruan persepsi dari negara-negara barat terkait luasan/tutupan lahan sawit di Indonesia.
Menurut Petrus, total luasan/tutupan lahan sawit di Indonesia 16,3 juta pada 2019, sesuai SK Menteri Pertanian. Sayangnya, kata dia, data itu seakan tidak bergerak padahal terus tumbuh luas dan ada yang berada di dalam kawasan hutan. Ini menjadi masalah karena datanya kurang tepat.
PODCASTLAB kumparan x IPOSS episode 2 'Sawit Indonesia Hasil Babat Hutan? Cek Faktanya!' bersama pengamat lingkungan, Petrus Gunarso. Foto: kumparan
Dirinya mengatakan, solusi yang paling baik adalah mengatur tata ruang dengan baik. Indonesia yang padat penduduk, sejatinya punya solusi lain, yakni hutan yang sudah rusak bisa dimanfaatkan sebagai hutan campuran: pohon buah-buahan, termasuk sawit.
ADVERTISEMENT
Untuk membahas lebih jauh terkait fakta dan data lahan sawit di Indonesia, kumparan menghadirkan PODCASTLAB bersama Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) di YouTube kumparan dengan narasumber peneliti lingkungan Petrus Gunarso. PODCASTLAB episode 2 ini bertajuk ‘Sawit Indonesia Hasil Babat Hutan? Cek Faktanya!’
Petrus akan berdiskusi dan berbagi pandangan soal isu sawit, khususnya data lahan sawit di Indonesia, dengan dipandu oleh VP of Content Strategy and Innovation kumparan Ikhwanul Habibi dan jurnalis kumparan Tiara Hasna.
PODCASTLAB kumparan x IPOSS episode 2 'Sawit Indonesia Hasil Babat Hutan? Cek Faktanya!' bersama pengamat lingkungan, Petrus Gunarso. Foto: kumparan