Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Politikus PAN Respons Ijtima MUI: KPU-Bawaslu Harus Berani Tindak Politik Uang
12 November 2021 16:54 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Anggota Komisi II Fraksi PAN , Guspardi Gaus, mengapresiasi Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan panduan terkait pelaksanaan pilkada dan pemilu yang sejalan dengan ajaran agama. Ijtima Ulama menyoroti pelaksanaan pilkada secara langsung yang dinilai lebih banyak akibat buruknya karena muncul praktik politik uang, korupsi, hingga dinasti politik.
ADVERTISEMENT
Guspardi setuju bahwa sistem pilkada dan pemilu perlu pembenahan. Yakni dengan cara menguatkan UU Pilkada dan UU Pemilu melalui KPU dan Bawaslu.
“Kita apresiasi fatwa yang memperhatikan terhadap pilkada selama ini nuansanya banyak mudarat daripada manfaat, itu kajian dan evaluasi Ijtima. Oleh karena itu, perbaikan dan pembenahan pilkada harus dilakukan lebih komprehensif terhadap kemudaratan yang muncul, apakah money politic, oligarki,” kata Guspardi, Jumat (12/11).
“Saya setuju perlu pembenahan, perbaikan, dan bagaimana kita meminimalisir ekses negatif sesuai Ijtima ulama. Money politic, harmonisasi antar warga. Penguatan dan pembenahan, ya, lewat penguatan UU Pemilukada. Artinya kita berharap betul kepada KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilukada untuk memperhatikan sungguh-sungguh pelaksanaannya,” imbuh dia.
Guspardi menerangkan, lintas fraksi di DPR dan pemerintah telah sepakat untuk tak merevisi UU Pilkada dan Pemilu. Sementara ia pun menegaskan mekanisme pemilu dan pilkada langsung tak bisa diubah, misalnya pilkada dipilih DPRD.
Sebab itu, ia menekankan KPU dan Bawaslu berperan penting dalam mewujudkan hasil Ijtima.
ADVERTISEMENT
“Kita enggak mungkin balik ke belakang [pemilihan tak langsung]. Saya juga udah baca hasil Ijtima. Bebas, umum, rahasia, ini yang perlu penekanan. Lalu kalau ada ekses persoalan itu jujur dan adil, itu tentu kita kembalikan ke pemilih jangan ada money politic dan diskriminasi sebagai orang yang punya hak memilih pemimpin ke depan,” papar dia.
“Jadi bagaimana kita nyikapi Ijtima Ulama? Kita harus kuatkan KPU dan Bawaslu. Di UU Pemilukada sebenarnya tentang tentang money politic, kecurangan, diskriminasi sudah ada. Kan, yang jadi persoalan bagaimana kita aktualisasi dan penekanan dalam menghadapi apa yang dikemukakan Ijtima,” lanjutnya.
Jika ada hasil Ijtima yang belum ada dalam UU Pemilukada Nomor 10 Tahun 2016, Guspardi meminta KPU untuk membuat Peraturan KPU (PKPU). Ia pun mengingatkan kini ada Gakkumdu yang merupakan gabungan Bawaslu, Kejaksaan, TNI dan Polri untuk membantu jika Bawaslu tidak berdaya mengambil keputusan terkait konflik-konflik pemilu dan pilkada.
ADVERTISEMENT
“Jadi persoalannya sekarang sikap penyelenggara pemilu untuk punya keberanian dalam pengawasan, menindak yang dikhawatirkan Ijtima. Jadi sebenernya apa yang dirisaukan, fatwa MUI itu sudah dicantum dalam UU. Money politic melanggar, bagaimana tidak memecah belah,” terang dia.
“Yang diwaspadai tinggal muncul kotak kosong, head to head. Nah, soal pilpres bisa apa yang disampaikan MUI itu jangan sampai memecah belah juga bisa dikuatkan [melalui Bawaslu dan KPU],” imbuhnya.
Di sisi lain, Ijtima MUI juga mengeluarkan fatwa bahwa presiden cukup menjabat selama 2 periode. Terkait hal ini, Guspardi pun mengapresiasi MUI dan mendukung batasan jabatan presiden tersebut.
“Kita harus patuh kepada UUD, komitmen bangsa dan negara, hasil reformasi. Jangan sampai ada pemimpin terus menerus. Cukup 2 periode dan itu selalu saya suarakan. Para pengambil kebijakan baik presiden atau parpol [juga harus punya] komitmen yang sama dengan fatwa Ijtima itu,” tandasnya.
ADVERTISEMENT