Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Lembaga survei Poltracking Indonesia menuai sorotan. Pemicunya akibat hasil survei yang mereka publikasi terkait Pilgub Jakarta 2024.
ADVERTISEMENT
Pada 24 Oktober, Poltracking Indonesia merilis survei Pilgub Jakarta. Di sini, ada 3 pasangan bertarung hingga masa pencoblosan 27 November 2024.
Hasilnya, pasangan Ridwan Kamil-Suswono meraih posisi teratas dengan perolehan 51,6%. Dharma Pongrekun-Kun Wardana 3,9% dan pasangan Pramono Anung-Rano Karno 36,4%. Survei menunjukkan masih ada 8,1% responden yang belum dan tidak memberikan jawaban.
Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) menjatuhkan sanksi terhadap Poltracking. Pemicunya, Dewan Etik menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan survei Pilkada Jakarta.
Menyikapi sanksi itu, Poltracking memutuskan keluar sebagai anggota Persepi. Poltracking menjelaskan alasannya.
“Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas, pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas,” kata Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangannya, Selasa (5/11).
ADVERTISEMENT
Masduri menjelaskan, pada Pilpres 2014, Poltracking menjadi perhatian publik, karena satu-satunya lembaga survei yang secara eksklusif bekerja sama dengan salah satu stasiun televisi berita.
"Saat itu, Poltracking menyatakan tidak bisa melanjutkan kerja sama publikasi, karena tiba-tiba ada tiga lembaga survei yang juga mempublikasikan hasil quick count Pilpres 2014. Dan ternyata hasilnya bertolak belakang dengan Poltracking. Sejak peristiwa itu Poltracking diajak bergabung ke Persepi," jelas Masduri.
Selama 10 tahun Poltracking bergabung bersama Persepi, Masduri mengatakan pihaknya sudah cukup bersabar dengan dinamika internal organisasi. Mereka secara terbuka menyampaikan beberapa hal, yang dirasa perlu diketahui oleh publik terutama terkait putusan Dewa Etik.
"Dewan Etik Persepi tidak adil dalam menjelaskan tentang perbedaan hasil antara LSI dan Poltracking. Pada poin 1, Persepi hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisis dengan baik. Tapi tidak dijelaskan bagaimana dan kenapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik. Lebih jauh lagi hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik," kata Masduri.
ADVERTISEMENT
Bagi Poltracking, masalah ini penting untuk disampaikan kepada publik, tetapi Dewan Etik Persepi tidak melakukannya. Salah satu pembahasan yang muncul pada saat pertemuan Dewan Etik pertama, adalah cerita tentang LSI melakukan penggantian beberapa PSU, sekitar 60 PSU 50 persen PSU survei LSI di Pilkada Jakarta.
"Kami berpandangan ini penting juga disampaikan kepada publik, karena penggantian PSU memiliki konsekuensi terhadap kualitas data," ucap Masduri.
"Perlu kami perjelas, bahwa sejak awal Poltracking menyerahkan 2.000 data yang diolah pada survei Pilkada Jakarta. Lalu Dewan Etik, meminta raw data dari dashboard, lalu kami kirimkan pada tanggal 3 November 2024. Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut," tambah dia.
Poltracking menilai, Dewan Etik merasa tidak bisa memverifikasi data mereka. Padahal jelas, Poltracking sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail.
ADVERTISEMENT
"Raw data sudah dikirimkan. Hanya Dewan Etik meminta raw data dari dashboard supaya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dikirimkan sejak awal. Itu sudah kami serahkan semua," kata Masduri.
"Kami hanya diminta kalau ada tambahan keterangan dikirim dan kami sudah mengirimkan pada tanggal 31 Oktober 2024. Tidak ada permintaan secara spesifik mengenai lampiran raw data dari dashboard," tutur dia.
Masduri menekankan, sejak awal Poltracking sudah menjelaskan bahwa survei mereka sepenuhnya menggunakan aplikasi, bukan lagi survei manual menggunakan kuesioner kertas. Oleh sebab itu, tidak bisa disamakan dengan LSI yang membandingkan kuesioner cetak dan raw datanya, yang kemudian jadi tolak ukur penyelidikan yang dilakukan oleh dewan etik.
"Poltracking benar mengirimkan data pada 3 November 2024, data tersebut tidak ada bedanya dengan data awal yang dikirim. Kami tidak memahami apa yang dimaksudkan banyaknya perbedaan antara data awal dan data terakhir. Poltracking tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang hal ini," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Masudri mengatakan, Poltracking mengolah 2.000 data, tetapi data invalid tidak memiliki nilai dalam akumulasi hasil. Hal tersebut sudah dijelaskan di depan Dewan Etik pada dua kali pertemuan dan dalam keterangan tertulis.
"Bagi kami keputusan Dewan Etik tidak adil, karena tidak proporsional dan akuntabel dalam proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI. Poltracking sudah melaksanakan semua Standar Operasional Prosedur (SOP) survei guna menjaga kualitas data. Hal tersebut sudah kami paparkan dan jelaskan kepada dewan etik," kata Masduri.
Masduri membeberkan, Poltracking telah menghadiri pertemuan dewan etik yang diselenggarakan oleh Persepi di Aston Priority TB Simatupang pada Selasa (29/10). Sebelum itu, pada Senin (28/10), Poltracking mengirimkan semua data yang dibutuhkan dewan etik Persepi sebagaimana surat yang diterima pada Minggu (27/10).
ADVERTISEMENT
"Pertemuan dewan etik yang berlangsung di Aston Priority TB Simatupang hanya dihadiri satu Dewan Etik dan dua perwakilan pengurus harian. Dua Dewan Etik lainnya berhalangan hadir. Sebelum sidang dimulai sempat disampaikan bahwa sidang tersebut tidak memenuhi kuorum, karena hanya satu dewan etik yang hadir. Tetapi akhirnya sidang tetap dilanjutkan," kata Masduri.
Masudri menuturkan, pada Sabtu (2/11), Poltracking diminta hadir kembali secara mendadak tanpa undangan resmi untuk memberikan keterangan lanjutan pada zoom meeting dengan Dewan Etik.
Poltracking hadir dan menjawab semua pertanyaan, yang sebenarnya juga sudah dijelaskan dalam keterangan tertulis yang sudah kami kirimkan sebelumnya.
"Sidang berakhir agak bersitegang, karena perbedaan cara pandang mengenai penggantian PSU dan usaha peneliti lapangan kami mendapatkan data jumlah RT dan KK. Penjelasan detail dari pandangan Poltracking ada pada bagian dua," kata Masduri.
ADVERTISEMENT
Ia memastikan Poltracking sangat ketat dalam proses sampling. Bagi mereka, Primary Sampling Unit (PSU) 200 kelurahan yang didapat dari proses sampling pertama kali, merupakan unit sampel utama, yang harus dipertahankan untuk tidak ada perubahan PSU, kecuali karena kendala yang mengharuskan tidak ada pilihan lain, selain mengganti PSU.
"Karena itu, dalam pelaksanaan survei di Jakarta, hanya ada pergantian PSU pada 3 kelurahan, karena alasan banyaknya kawasan elite yang tidak bisa diakses oleh surveyor," kata Masduri.
Dalam pelaksanaan survei di lapangan, Poltracking berusaha untuk mendapatkan izin dari kelurahan. Tetapi jika ada kendala atau dipersulit oleh pihak kelurahan, mereka meminta surveyor mencari informasi data RT/RW dan KK dari sumber lain seperti warga ataupun website yang terpercaya, untuk diinput pada aplikasi survei Poltracking dan melakukan pengacakan RT dan KK sampai responden terpilih.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan pengalaman survei Poltracking, sumber informasi dari warga ataupun website yang terpercaya di luar kelurahan tetap relevan sepanjang data tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena dalam pelaksanaan survei kita kerap berhadapan dengan berbagai kendala yang dapat mengganggu dan mengubah PSU, apalagi untuk konteks kota besar seperti Jakarta. Poltracking sangat ketat soal penggantian PSU. Mempertahankan PSU awal bagi Poltracking lebih baik dari pada melakukan penggantian PSU karena alasan-alasan administratif. Tentu dengan catatan data RT/RW dan KK yang kami dapatkan dari sumber tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Masduri.
Sebagai asosiasi, Dewan Etik Persepi menurut Poltracking, mestinya bersikap adil dan imparsial. Mereka harus memposisikan seluruh anggota Persepi secara setara.
Dalam konteks perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta, Poltracking mengatakan ada tiga survei anggota Persepi yang melakukan survei dalam waktu yang berdekatan yakni Poltracking Indonesia (10-16 Oktober 2024), Lembaga Survei Indonesia (LSI) (10 – 17 Oktober 2024), dan Parameter Politik Indonesia (PPI) (21-25 Oktober 2024).
ADVERTISEMENT
"Survei LSI juga berbeda dengan PPI. Padahal periode survei LSI dan PPI hanya berjarak 4 hari. Kenapa Persepi hanya memanggil Poltracking dan LSI? Dan sudah mengambil keputusan. Sementara PPI tidak ikut disidang sebagaimana Poltracking dan LSI. Padahal hasil survei PPI mirip dengan survei Poltracking. Mestinya semua disidang untuk dilihat secara adil siapa yang bermasalah di dalam survei ini," ucap Masduri.
Masduri menegaskan, betapa naifnya, jika Poltracking harus mempertaruhkan rekam jejak dan reputasinya selama 12 tahun hanya gara-gara satu survei Pilkada Jakarta. Oleh sebab itu, mereka memutuskan keluar dari Persepi.
"Kami merasa Poltracking diperlakukan tidak adil. Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar dari Persepi bukan karena melanggar etik. Tapi karena merasa sejak awal ada anggota dewan etik Persepi yang tendensius pada Poltracking Indonesia," ucap Masduri.
ADVERTISEMENT
"Biarkan publik yang menjadi hakim dan menilai, kebenaran akan menemukan jalannya!" tutup dia.