Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Praperadilan Ari Askhara Ditolak, Apa Kabar Kasus Penyelundupan Harley-Brompton?
28 Januari 2021 11:13 WIB
ADVERTISEMENT
Ingat kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton yang diangkut pesawat baru Garuda Indonesia A330-900 NEO dari Prancis pada 17 November 2019?
ADVERTISEMENT
Kasus tersebut menjerat mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara dan eks Direktur Teknik dan Layanan Garuda, Iwan Joeniarto, sebagai tersangka.
Keduanya menjadi tersangka pada 7 September 2020 atau 9 bulan sejak Ditjen Bea & Cukai mulai menyidik kasus ini pada awal Desember 2019. Meski menjadi tersangka, Ari dan Iwan tak ditahan.
Lantas bagaimana kelanjutan kasusnya?
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ari dan Iwan rupanya sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang pada 22 Oktober 2020. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta menjadi pihak termohon dalam gugatan tersebut.
Keduanya meminta hakim PN Tangerang membatalkan status tersangka yang disematkan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta.
ADVERTISEMENT
PN Tangerang menunjuk Wendra Rais sebagai Hakim tunggal yang menangani praperadilan tersebut. Persidangan kemudian digelar sepanjang November 2020.
Pada 23 November 2020, PN Tangerang menjadwalkan sidang putusan. Hakim Wendra menolak praperadilan Ari dan Iwan.
"Mengadili, menolak permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Wendra dalam putusan seperti dikutip dari laman SIPP PN Tangerang.
Hakim Wendra menegaskan penetapan Ari dan Iwan sebagai tersangka telah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Berkas Penyidikan Sudah Dilimpahkan ke Kejati Banten
Kasi Humas Ditjen Bea Cukai, Sudiro, menyatakan setelah praperadilan Ari dan Iwan ditolak, berkas penyidikan keduanya dilimpahkan (P21) pada 17 Desember 2020.
Sudiro menyebut berkas penyidikan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Banten oleh penyidik Bea Cukai.
ADVERTISEMENT
"Sudah dilimpahkan ke Kejaksaan tanggal 17 Desember 2020 ke Kejati Banten," ucap Sudiro.
Setelah dilimpahkan, kini menjadi tugas jaksa untuk menyusun surat dakwaan sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Meski demikian, Sudiro belum mengetahui apakah dakwaan Ari dan Iwan sudah rampung, begitu pula jadwal sidang.
Diketahui terkuaknya penyelundupan tersebut membuat Ari, Iwan, dan 3 direksi Garuda lain dicopot Menteri BUMN Erick Thohir.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut upaya penyelundupan ini berpotensi merugikan negara hingga Rp 1,5 miliar karena tak membayar pajak serta bea masuk.
Adapun harga motor Harley Davidson itu diperkirakan Rp 800 juta, sedangkan harga sepeda Brompton mencapai Rp 60 juta per unit.
Berdasarkan Sprindik yang tercantum di laman SIPP PN Tangerang, Ari dan Iwan disangka melanggar UU Kepabeanan.
Ari dan Iwan dijerat Pasal 102 huruf e, Pasal 102 huruf f, Pasal 103 huruf c UU Kepabeanan. Atas jeratan pasal itu, Ari dan Iwan terancam pidana selama 8 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi Pasal 102 huruf e, Pasal 102 huruf f, Pasal 103 huruf c UU Kepabeanan yang menjerat Ari dan Iwan:
Pasal 102 huruf e dan f
Setiap orang yang:
e. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;
f. mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
Pasal 103 huruf c
Setiap orang yang:
c. memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean;
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)