Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Presiden Georgia Ogah Mundur, Klaim Hasil Pemilu Dicurangi Partai Pro-Rusia
1 Desember 2024 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Krisis politik di Georgia semakin memanas setelah sejumlah peristiwa kontroversial mengguncang negara tersebut. Yang terbaru, Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, menyebut pemerintah saat ini tidak sah dan menolak meninggalkan jabatannya meskipun masa tugasnya berakhir bulan depan.
ADVERTISEMENT
Tuduhan kecurangan pemilu, kekerasan di jalanan, dan munculnya kandidat presiden pro-Rusia menjadi sorotan dunia.
“Tidak ada parlemen yang sah. Oleh karena itu, mereka tidak memiliki hak untuk memilih presiden baru. Saya akan tetap menjabat hingga ada parlemen yang dipilih secara adil,” kata Zourabichvili, seperti dikutip dari Guardian.
Insiden Pelemparan Tinta di Tengah Protes Pemilu
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Georgia, Giorgi Kalandarishvili, dilempar tinta oleh anggota partai oposisi Gerakan Nasional Persatuan (UNM), David Kirtadze, pada 16 November lalu.
Insiden ini terjadi saat Kalandarishvili mengesahkan kemenangan Partai Mimpi (Georgian Dream), yang dikenal pro-Rusia. Akibat pelemparan itu, mata Kalandarishvili mengalami cedera.
Pelemparan tinta terjadi di tengah demonstrasi besar di luar gedung KPU. Ratusan pendukung oposisi menolak hasil pemilu parlemen 26 Oktober yang dimenangkan Partai Mimpi dengan 53,9 persen suara.
ADVERTISEMENT
Oposisi dan sejumlah pihak internasional, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menduga ada kecurangan dalam pemilu tersebut.
Kementerian Dalam Negeri Georgia segera menyelidiki insiden pelemparan tinta itu, sementara Kalandarishvili tetap melanjutkan tugasnya.
Protes Besar-Besaran dan Tuduhan Intervensi Rusia
Presiden Zourabichvili bergabung dengan oposisi untuk menyerukan pemilu ulang, menyatakan hasil pemilu tidak sah karena adanya intervensi Rusia.
Langkah ini diperkuat dengan tuntutan investigasi independen dari AS dan Inggris.
Rusia membantah semua tuduhan tersebut, sementara Perdana Menteri Irakli Kobakhidze menegaskan pemilu telah digelar secara bebas dan adil.
Namun, keputusan Kobakhidze menghentikan pembicaraan aksesi Uni Eropa menambah ketegangan politik.
Aksesi adalah proses resmi untuk bergabung dengan Uni Eropa, yang sangat didukung rakyat Georgia tetapi ditolak oleh pemerintah pro-Rusia.
Keputusan menghentikan aksesi UE membuat ribuan warga turun ke jalan di ibu kota Tbilisi.
ADVERTISEMENT
Demonstran mendirikan barikade dan bentrok dengan polisi, yang menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan massa. Kementerian Dalam Negeri melaporkan 107 orang ditangkap.
Perdana Menteri Kobakhidze bahkan menuduh oposisi memprovokasi kerusuhan untuk menciptakan revolusi seperti protes Maidan di Ukraina pada 2014.
Protes Maidan merujuk pada aksi besar-besaran di Ukraina yang menggulingkan presiden pro-Rusia kala itu, Viktor Yanukovych, setelah ia membatalkan perjanjian penting dengan Uni Eropa.
Protes ini menjadi simbol perlawanan terhadap otoritarianisme dan korupsi.
“Kami tidak akan membiarkan Maidan terjadi di Georgia,” ujar Kobakhidze.
Dukungan Luas untuk Aksesi UE
Penolakan terhadap pembekuan aksesi UE meluas, termasuk dari kalangan pegawai kementerian, diplomat, hingga sektor bisnis.
Ratusan karyawan pemerintah menandatangani surat terbuka mengecam keputusan tersebut. Bahkan diplomat senior Georgia di Italia dan Belanda mengundurkan diri sebagai bentuk protes.
ADVERTISEMENT
Bintang sepak bola Georgia, Khvicha Kvaratskhelia, ikut bersuara.
“Negara saya terluka, rakyat saya terluka. Georgia lebih pantas berada di Eropa,” tulisnya di media sosial.
Keputusan untuk menghentikan aksesi UE memperlihatkan pergeseran Partai Mimpi ke arah hubungan yang lebih dekat dengan Rusia.
Meski kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik sejak perang 2008, hubungan ekonomi dan perjalanan mulai pulih.
Tahun ini, Rusia mencabut pembatasan visa bagi warga Georgia dan memulihkan penerbangan langsung.
Eks Pemain Manchester City Jadi Kandidat Presiden
Di tengah krisis, Partai Mimpi mencalonkan Mikheil Kavelashvili, mantan striker Manchester City, sebagai presiden untuk pemilu 14 Desember 2024. Kavelashvili dikenal dengan sikap pro-Rusia dan anti-Barat.
Dalam pidatonya, Kavelashvili berjanji untuk menyatukan rakyat Georgia yang terpecah akibat konflik politik.
“Saya akan menyatukan rakyat Georgia berdasarkan kepentingan nasional dan identitas kami,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, kelompok oposisi menolak pelaksanaan pemilu presiden, menyebutnya ilegal dan tidak sesuai konstitusi.