Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Prof Kusnandi Ungkap Alasan RI Pakai Sinovac Dulu Dibanding Moderna atau Pfizer
16 Juli 2021 14:20 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Baru-baru ini pemerintah menerima sekitar 4,5 juta vaksin Moderna dari Amerika Serikat melalui donasi COVAX. Kedatangan vaksin itu pun disambut baik oleh masyarakat karena memiliki efikasi mencapai 94%.
ADVERTISEMENT
Cukup jauh apabila dibandingkan dengan vaksin Sinovac (vaksin corona pertama yang dipakai Indonesia sejak Januari 2021) yang memiliki efikasi 65,3% menurut hasil uji klinis di Bandung.
Berkaitan dengan hal ini, Guru Besar FK Universitas Padjadjaran Prof Kusnandi Rusmil mengungkap alasan mengapa Indonesia sejak awal memakai Sinovac dan tak dari dulu memakai merek vaksin lain. Menurutnya, ini karena Sinovac adalah jenis vaksin yang paling akrab dengan Indonesia.
“Kenapa kita pakai Sinovac gak dari dulu beli Moderna atau apa? Ini masalahnya kebiasaan di Indonesia. Indonesia dari tahun 1958 biasa imunisasi bayi, tetanus, pertusis, itu pake vaksin inactivated, artinya vaksin yang sudah dimatikan,” kata Kusnandi kepada kumparan, Jumat (16/7).
“Jadi kita udah biasa nyimpen, sehingga puskesmas enggak akan kesulitan. Makanya kita pakai vaksin Sinovac yang platformnya biasa kita pakai dari 1958,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Sejumlah vaksin COVID-19 memang dibuat dengan berbagai teknologi terbaru. Pfizer dan Moderna, misalnya, adalah vaksin berbasis mRNA.
Karena menggunakan teknologi baru, vaksin tersebut juga harus disimpan dalam suhu khusus yang sangat rendah mencapai puluhan minus derajat celsius. Berbeda dengan vaksin inactivated yang hanya perlu disimpan dalam suhu 2-8 derajat celsius.
“Kalau pakai langsung Moderna kayak sekarang ini kita harus nyimpen minimal -20 derajat celsius dan itu enggak semua puskesmas punya [tempat penyimpanan]. Sehingga kalau kita sekarang masukin Moderna, harus ditambah peralatan di puskesmas Indonesia. Itu enggak gampang, perlu waktu,” terang Kusnandi.