Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Proses Panjang Mencari Jalan Rumah Eko di Bandung
12 September 2018 15:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Pihak Kecamatan Ujung Berung mempertemukan Eko Purnomo—si pemilik rumah tanpa jalan—dengan tetangganya yang memblokade akses menuju kediaman Eko. Pertemuan tersebut dilakukan untuk mencari jalan tengah terkait dengan permintaan Eko untuk dibuatkan jalan menuju rumahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan tersebut, pihak kecamatan mengundang Dinas Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung. Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam itu belum menghasilkan keputusan apa pun.
Namun camat Ujung Berung, Taufik, menyarankan agar tetangga Eko rela membeli rumah tersebut. Dalam pertemuan itu kecamatan ikut mengundang tiga orang pemilik rumah yang memblokade jalan menuju rumah Eko.
“Hasilnya jelas bahwa karena akses jalan tidak ada sehingga kami meminta baik Pak Rahmat atau Pak Yana untuk dibeli. Kedua, karena itu ada akses melalui Ibu Rohanda, ya, berikanlah itu jalan untuk Pak Eko, alternatif yang akan ada akses jalan,” ujar Taufik saat ditanya wartawan selepas memimpin pertemuan di Kantor Kecamatan Ujung Berung Kota Bandung, Rabu (12/9).
Namun, saran tersebut masih dipertimbangkan oleh ketiga tetangga Eko. Pasalnya, salah satu tetangga Eko, Saldi, masih bersikukuh lahan yang asalnya digunakan jalan menuju rumah Eko adalah tanahnya. Ia tidak sepakat apabila tanahnya tersebut digunakan sebagai fasilitas umum.
ADVERTISEMENT
“Itu sebenarnya tanah milik. Makanya saya menyalahkan kenapa disebut fasum dan fasos juga BPN menerbitkan fasum kan itu tanah milik surat ada. Kan tanah sudah dibangun kenapa gak dari dulu saya ngapling,” ujar Saldi.
Tanah yang dibangun rumah oleh Saldi sebelumnya merupakan salah satu akses jalan menuju rumah Eko. Rumah tersebut dibangun pada tahun 2010. BPN dan Dinas Tata Ruang Kota Bandung pun mencatat bahwa lahan tersebut merupakan fasilitas umum berupa gang.
Namun, saat pembangunan rumah, Eko belum merasa terblokade, lantaran ia masih memilki jalan di depan rumahnya. Namun, masalah timbul setelah jalan di depan rumahnya itu dibangun indekos oleh pemiliknya.
Sejak bangunan indekos itu jadi, Eko seolah terusir dari rumah peninggalan orang tuanya tersebut. Sejak tahun 2016, ia terpaksa berpindah-pindah rumah kontrakan.
ADVERTISEMENT
Belakangan, ia berniat menjual rumah seluas 75 meter persegi tersebut dengan harga Rp 150 juta. Dalam iklannya yang ia pasang di Facebook, Eko memberi keterangan rumah tersebut tidak memilki jalan. Sontak iklannya menjadi bahan perbincangan netizen di media sosial.