Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ramai Anak Sekolah Tak Bisa Matematika, Apa yang Bakal Dilakukan Pemerintah?
6 Desember 2024 17:11 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Anak-anak di Indonesia masih kesulitan dalam mata pelajaran matematika. Dalam sebuah video reaction yang diunggah Jerome Polin di TikTok, misalnya, tak ada satu pun siswa SMA yang mampu menjawab soal-soal matematika dasar. Padahal, soal-soal yang diberikan sesederhana 16 dibagi 4 hingga sesederhana 24 dibagi 3.
ADVERTISEMENT
“Aduh sedih banget, sedih banget. Ini kelas XII IPA loh,” kata Jerome dalam video yang diunggahnya pada 7 November 2024 lalu.
Berdasarkan laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD ) berjudul PISA 2022 Results, Indonesia berada di peringkat ke-70 dari 81 negara dengan skor 366 untuk matematika. PISA sendiri merupakan bentuk penilaian internasional yang mengukur tiga aspek yaitu literasi membaca, matematika, dan sains.
Meski demikian, Indonesia masih punya nilai plus lain dalam penilaian PISA 2022. Yakni kesehatan mental (psychological well-being) berada di atas rata-rata negara OECD.
Hal yang kontras dapat dilihat di Jepang . Di negara matahari terbit itu, skor matematika ada di angka 536 atau berada di peringkat kelima dunia. Namun, kesehatan mental anak-anak di Jepang jauh di bawah rata-rata OECD.
Idealnya, Indonesia membutuhkan sebuah pendekatan baru untuk meningkatkan hasil akademik. Namun, pendekatan itu tidak boleh mengorbankan kesehatan mental pelajar. Lantas, seperti apa formulanya?
ADVERTISEMENT
Perlu Pendekatan Khusus
Di tengah rendahnya kemampuan matematika pelajar Indonesia, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen ), Abdul Mu’ti , menilai bahwa matematika akan dikenalkan sejak Taman Kanak-kanak (TK). Gagasan tersebut menurutnya sejalan dengan apa yang sudah disampaikan Presiden Prabowo.
Pada Selasa, 22 Oktober 2024 lalu, Prabowo memang memanggil Mu’ti ke Istana. Dalam pertemuan tersebut, Prabowo meminta Mu’ti untuk mengenalkan matematika sejak dini dan memperbaiki metode pelajaran matematika supaya bisa dicerna oleh pelajar.
Menurut Mu’ti, pendekatan yang akan digunakan kementeriannya adalah pembelajaran mendalam atau deep learning. Istilah ini merujuk pada pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman yang mendalam dan holistik terhadap materi pelajaran, bukan sekadar menghafal angka untuk tujuan jangka pendek seperti ujian.
ADVERTISEMENT
“How to engage with emotional itu yang menjadi bagian penting dari mengembangkan apa yang sekarang saya sebut dengan joyful learning,” tuturnya.
Mu’ti lalu menggarisbawahi pentingnya suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar. Hal itu hanya dapat terjadi ruang kelas menjadi riang gembira dan guru dapat memotivasi rasa ingin tahu pelajar. Artinya, sisi emosional menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran tersebut.
“Belajar itu tidak sekadar proses di mana kita menumbuh kembangkan intelektual, tapi juga emosional, bahkan juga spiritual. Definisi kesehatan pun kan sekarang sudah bergeser kan, dari hanya state of physically healthy, tapi juga emotionally and spiritually healthy. Maka banyak aspek dalam pendidikan itu sangat ditentukan oleh suasana emosional ketika murid itu belajar,” jelas Abdul Mu’ti saat ditemui, Selasa (26/11).
ADVERTISEMENT
Dengan melibatkan sisi emosi positif, kata Mu’ti, semangat belajar pada anak bisa tumbuh. Keberhasilan anak saat belajar pun menurutnya akan lebih mungkin terjadi. Syaratnya adalah dengan tetap memperhatikan pembelajaran emosional yang positif.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian.
Menurut Hetifah, menggambarkan bahwa matematika seru dan menyenangkan bisa menghindari persepsi bahwa matematika menakutkan. Harapannya, sejak berada di bangku TK, anak-anak bisa melihat matematika sebagai pelajaran yang mengasyikkan.
"Jika siswa merasa cemas atau trauma terhadap matematika, mereka tidak akan bahagia saat mempelajari pelajaran lainnya," tutur Hetifah.
Dengan pendekatan yang mengedepankan pembelajaran mendalam, suasana yang menyenangkan, dan penguatan kesehatan mental sebagai fondasi, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencetak generasi pelajar yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga tangguh secara emosional.
ADVERTISEMENT