Refly Harun: Pemberhentian Kepala Daerah Ada Syaratnya, Tak Bisa Ujug-ujug

20 November 2020 13:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menanggapi pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang menyebut para kepala daerah bisa diberhentikan jika tak menegakkan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemahamannya, pemberhentian kepala daerah tak serta merta bisa dilakukan begitu saja. Sebab, ada proses yang harus dilewati dengan melibatkan sejumlah pihak mulai dari DPRD hingga Mahkamah Agung (MA).
"Pemberhentian kepala daerah itu ada syarat-syaratnya. Harus proses hukum yaitu putusan Mahkamah Agung, enggak bisa ujug-ujug begitu saja. Jadi kalau memberhentikan kepala daerah itu pertama ada proses politik dan hukum yaitu penggunaan hak hak politik DPRD," kata Refly kepada kumparan, Jumat ( 20/11).
Di tingkat DPRD pun harus melalui sejumlah tahapan untuk diputuskan bersama melalui hak anggota DPR. Tidak bisa dengan kesimpulan pemberhentian kepala daerah begitu saja. Jika proses di DPRD diselesaikan dengan lancar maka tahapan selanjutnya ada di MA.
"Kalau setelah proses hak menyatakan pendapat atau memberhentikan gubernur misalnya, hak menyatakan pendapat kan bisa didahului dengan hak angket misalnya baru kemudian disampaikan kepada Mahkamah Agung," ujarnya.
Mendagri Tito Karnavian saat memberikan sambutan pada Kegiatan Webinar Pembekalan Pilkada Berintegritas Series 5. Foto: Kemendagri
"Dari MA balik ke DPRD untuk diusulkan pemberhentian pada presiden, kalau tidak diusulkan pemberhentian pada presiden langsung bisa Mendagri menyampaikan pada presiden begitu," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, dia menjelaskan ada juga proses lainnya yang memberikan kewenangan pada Mendagri. Hal ini dalam upaya klarifikasi jika ada kepala daerah dinilai melakukan pelanggaran. Namun, tetap saja, semuanya harus melalui proses tahapan di MA.
"Bisa juga administratif hukum dilakukan klarifikasi oleh Kemendagri pemerintah pusat terhadap gubernur kalau misalnya diyakini sudah ada pelanggaran terhadap klausul-klausul pemberhentian," ujarnya.
"Maka disampaikan pada MA. Nah lalu juga prosesnya sama kalau MA menyatakan memang benar keputusan MA barulah bisa diberhentikan," lanjutnya.
Deklarator KAMI itu menyimpulkan tak mudah untuk memberhentikan seorang kepala daerah. Sebab, kepala daerah merupakan hasil dari proses demokrasi di negeri ini.
Sehingga, tak bisa semena-mena memberhentikan para kepala daerah yang memangku jabatan politik.
ADVERTISEMENT
"Yang harus dipahami adalah tidak mudah memberhentikan seorang kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat. Karena kan dipilih rakyat dalam sebuah kontestasi politik yang demokrasi," ujarnya.
"Yang penting adalah kuncimya proses politik hukum kuncinya di DPRD dan MA. Kalau teknis dan hukum kuncinya di Kemendagri dan MA," pungkasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.