Rekonstruksi Mutilasi Mahasiswa UMY: Tangan-Kaki Korban Diikat, Bukan BDSM

8 Agustus 2023 14:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Waliyin alias W (29) dan Ridduan alias RD (38) tersangka mutilasi mahasiswa UMY menjalani rekonstruksi di kos Waliyin di Krapyak, Triharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Selasa (8/8). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Waliyin alias W (29) dan Ridduan alias RD (38) tersangka mutilasi mahasiswa UMY menjalani rekonstruksi di kos Waliyin di Krapyak, Triharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Selasa (8/8). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
ADVERTISEMENT
Rekonstruksi kasus mutilasi dengan korban mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Redho Tri Agustian (20 tahun) digelar di kos pelaku di Krapyak, Triharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Selasa (8/8).
ADVERTISEMENT
Total ada 49 adegan yang diperagakan. Kedua pelaku yaitu Waliyin alias W (29) dan Ridduan alias RD (38) memperagakan dari awal sebelum peristiwa keji ini terjadi.
"Adegan Waliyin tiba (di kos Waliyin) dengan Ridduan menggunakan sepeda motor. Adegan kedua tersangka Ridduan berkomunikasi dengan Waliyin di kamar," kata petugas rekonstruksi dengan pengeras suara memandu kedua tersangka.
Adegan dilanjutkan dengan tersangka Waliyin menjemput korban Redho dengan sepeda motor. Saat Waliyin dan Redho tiba di kos, salah satu tetangga kos sempat menyaksikan.
"Waliyin menyerahkan ke Ridduan antar ke kamar. Tersangka Ridduan mengobrol di dalam kamar dengan korban posisi berdua duduk sila," jelas petugas.
Posisi rekonstruksi yang berada di dalam kamar menyulitkan awak media untuk memantau detail. Namun, disebutkan Ridduan sempat melepas baju korban. Di adegan berikutnya tersangka mengikat tangan dan kaki Redho.
ADVERTISEMENT
"Tersangka Ridduan mengikat tangan korban dengan ikatan tangan di belakang. Adegan 9, Ridduan mengikat kaki korban," katanya
Selanjutnya Ridduan juga mendirikan korban yang sudah terikat lalu mendorong ke tembok. Saat itu posisi keduanya di atas kasur. Mulut korban juga dilakban.
"Adegan 11 melakban mulut korban," katanya.
Setelah itu sejumlah adegan tak dibacakan dengan jelas oleh petugas. Detail adegan yang dilakukan Waliyin dan Redho juga tidak terpantau jelas oleh awak media yang berdiri di luar garis polisi.
Waliyin alias W (29) dan Ridduan alias RD (38) tersangka mutilasi mahasiswa UMY menjalani rekonstruksi di kos Waliyin di Krapyak, Triharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Selasa (8/8). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan

Bukan BDSM

Dirreskrimum Polda DIY FX Endriadi yang berada di lokasi mengatakan ditalinya kaki dan tangan korban merupakan modus dari tindakan kekerasan untuk membunuh korban.
Saat ditanya apakah tali dan lakban merupakan bagian dari Bondage, Dominance, Sadism dan Masochism (BDSM atau perilaku seks menyimpang), Endriadi mengatakan tidak menuju ke sana.
ADVERTISEMENT
"Tidak menuju ke sana ya (pertanyaan soal BDSM), ini peristiwa pembunuhan ya rekan-rekan. Jadi peristiwa pembunuhan modusnya dengan tindakan kekerasan, salah satunya tadi ditali, dicekik, dipukul, kan kekerasan," katanya.
Sementara itu soal pernyataan UMY bahwa Redho tengah meneliti LGBT, Endriadi mengatakan pihaknya tak meneliti ke sana.
"Tidak (jadi materi). Kami penyidik Ditreskrimum Polda DIY melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan peristiwa pembunuhan. Kami tidak meneliti di sana (soal info Redho teliti LGBT)," katanya.
Endriadi mengatakan rekonstruksi mutilasi ini juga menyertakan kejaksaan hingga inafis.
Waliyin alias W (29) dan Ridduan alias RD (38) tersangka mutilasi mahasiswa UMY menjalani rekonstruksi di kos Waliyin di Krapyak, Triharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Selasa (8/8). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
"Tadi sudah melaksanakan sekitar 49 adegan, ini nanti digunakan untuk proses pemberkasan kami dan digunakan untuk penuntutan pembuktian," pungkasnya.
Saat jumpa pers 18 Juli lalu, Endriadi mengatakan antara korban dengan pelaku saling kenal dan tergabung dalam Facebook Group. Lalu W mengajak RD ke Jogja untuk menemui korban.
ADVERTISEMENT
"Kemudian karena mereka ini tergabung dalam sebuah komunitas yang mempunyai aktivitas tidak wajar, mereka melakukan kegiatan berupa kekerasan satu sama lain dan ini terjadi berlebihan sehingga mengakibatkan korban meninggal," kata Endriadi.
"Lalu para pelaku panik, kemudian berniat menghilangkan jejak, melakukan mutilasi," ujar Endriadi.