Rektor UII: Jabatan Profesor Kerap Dikejar-Kejar sampai Abaikan Etika

19 Juli 2024 13:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, meminta gelarnya seperti profesor dan lain sebagainya tak ditulis. Fathul ingin memurnikan jabatan profesor yang selama ini dinilai mulai berjarak dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Mendesakralisasi jabatan profesor. Jangan sampai jabatan ini dianggap sebagai status sosial dan bahkan dikejar-kejar, termasuk oleh sebagian pejabat dan politisi, dengan mengabaikan etika. Kalau peraturan sih bisa dibuat. Banyak peraturan yang tidak kalis kepentingan," kata Fathul dihubungi, Jumat (19/7).
Fathul mengatakan ikhtiar kecil ini sebagai upaya mendesakralisasi profesor. Dia ingin profesor tidak lagi dianggap sebagai status sosial yang luar biasa.
"Pencapaiannya (jabatan profesor) merupakan dampak karena menyelesaikan pekerjaan rumah. Dengan demikian kita berharap tidak jadi dikejar-kejar tanpa etika, mengabaikan etika bahkan sampai menghalalkan semua cara, ini kan jadi masalah, siapa pun dia sebenarnya," bebernya.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Fathul mengakui mensakralkan jabatan profesor merupakan kemunduran pendidikan. Contohnya, orang yang menjabat profesor justru makin sulit diakses oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Betul salah satu implikasinya karena salah tafsir, profesor dianggap tidak bisa salah itu bahaya itu di dunia pendidikan atau dunia akademik, sehingga susah diakses, padahal harusnya kan yang namanya dunia akademik itu semua kebenaran semuanya nisbi, kan, adu argumen sehat, bisa diakses dengan mudah, birokrasi tidak berbelit-belit, itu kan penting untuk kita budayakan," ujarnya.
Ujungnya, diharapkan Fathul, muncul budaya baru yang lebih egaliter. Dia ingin kampus menjadi salah satu tempat yang paling demokratis di muka bumi.
"Kampus bisa menjadi salah satu tempat paling demokratis di bumi," katanya.