Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3 resmi terdaftar dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Revisi ini tercatat dalam situs resmi DPR, https://www.dpr.go.id/uu/prolegnas. Dalam situs tersebut RUU ini diusulkan oleh DPR.
Tercatat, terakhir revisi pendaftaran dilakukan pada Rabu (3/4).
Dengan adanya revisi UU MD3 ini, ada kemungkinan pimpinan DPR tidak diisi oleh partai pemenang pemilu. Ini juga dikhawatirkan oleh sejumlah partai politik.
RUU ini menjadi sorotan setelah Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, ada upaya dari Golkar untuk merevisi UU MD3 agar jatah Ketua DPR tak jatuh ke PDIP sebagai partai pemenang Pileg 2024.
Sebab, jika merujuk pada aturan MD3 yang berlaku saat ini, maka PDIP-lah yang berhak menduduki kursi pimpinan DPR setelah keluar sebagai pemenang pileg dengan perolehan total 25.387.279 suara atau 16,72 persen.
"Ini kan belum-belum PDI sudah ditekan oleh Golkar mau mengambil alih lewat MD3, mengambil jabatan ketua DPR RI," kata Hasto dalam diskusi 'bertajuk 'Sing Waras Sing Menang', Sabtu (30/3).
Kata Hasto, revisi UU MD3 ini pernah dilakukan pada periode 2014-2019 lalu untuk tujuan yang sama, memberikan kursi pimpinan DPR untuk Golkar. Padahal saat itu pileg dimenangkan oleh PDIP.
ADVERTISEMENT
Saat itu Golkar mengajukan sistem paket pimpinan DPR, sehingga mekanisme penunjukan pimpinan dewan saat itu dilakukan dengan sistem voting saat rapat paripurna.
Hingga akhirnya kursi Ketua DPR saat itu berhasil diduduki Setya Novanto yang berasal dari Golkar, bukan PDIP.
“Karena tahun 2014 yang lalu ketika PDI Perjuangan menang, Pak Jokowi menang, itu kan dilakukan perubahan UU MD3," kata Hasto.