Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ribka Tjiptaning Kritik Eijkman Dilebur ke BRIN: Semoga Tak Dipindah Komisi Lagi
17 Januari 2022 21:06 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman -- yang kini namanya berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman -- masih menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Peleburan Eijkman ke BRIN dianggap dapat mematikan peneliti dan segala penelitian yang sedang berjalan selama ini.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi VII Fraksi PDIP, Ribka Tjiptaning , menyampaikan kritik terkait peleburan Eijkman ke BRIN . Selama ini PDIP selalu mendukung pembentukan BRIN, termasuk integrasi seluruh badan riset di Indonesia ke dalam BRIN.
Ia bahkan sempat berceloteh soal dirinya yang dipindah dari Komisi IX ke Komisi VII. Dulu Ribka dipindah dari Komisi IX ke Komisi VII karena melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Salah satunya, ia menolak divaksin. Alasan ini diduga kuat menjadi alasannya dipindah komisi.
Dalam rapat dengan Komisi VII, Ribka berharap sambil berceloteh agar ia tidak dipindah komisi karena melontarkan kritik.
"Semoga saya enggak dipindah komisi lagi," kata Ribka disambut tawa anggota Komisi VII DPR yang lain, Senin (17/1).
"Saya masih punya stetoskop [sehingga jika] balik dokter lagi, ya, enggak apa-apa. Alhamdulillah, puji tuhan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Ribka kemudian melanjutkan tanggapannya. Ia mengaku heran Eijkman sebagai lembaga bersejarah bisa semudah itu dilebur dan tanpa penghargaan yang pantas.
"Saya tadi dengar Prof Amin bicara terharulah. Sering kita mengatakan jas merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Kalau dibilang Eijkman secara lembaga bersejarah, terus para penelitinya juga bersejarah, kenapa, ya, semudah itu untuk dilebur dan tanda kutip, kalau saya melihatnya, tanpa penghargaan yang pantas," tuturnya.
Ribka juga menyoroti soal peneliti yang diprioritaskan harus S3. Ia bahkan menganalogikan persyaratan ini dengan syarat untuk menjadi anggota DPR, di mana sejumlah caleg banyak yang kuliah di universitas yang abal-abal demi mendapatkan titel S2 atau S3.
"Di republik ini, kan, aneh kayak gitu jadi masalah. Sehingga jadi ada lembaga-lembaga atau lembaga pendidikan yang ngada-ngada, karena buat jadi anggota DPR jadi S2 dan S3, lalu ditemukan ijazah palsu. Padahal pengalaman lapangan itu yang enggak bisa terbeli," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, berdasarkan UUD 1945, negara wajib memberikan pekerjaan yang aman dan nyaman kepada warga negaranya. Sehingga tidak etis jika para peneliti yang sudah bekerja keras dan berjasa malah dicopot begitu saja.
"Kalau kita pecat-pecat, sudah berjasa, terus disingkirkan saja, kan, enggak bagus. Apalagi kita sedang menghadapi katanya COVID-19 yang membahayakan," pungkasnya.