Romo Magnis di MK: Kalau Presiden Pakai Kekuasaan Demi Keluarganya, Memalukan

2 April 2024 12:20 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno menjadi saksi ahli saat sidang lanjutan sengketa hasil pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Profesor Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis, berbicara soal pelanggaran etika dalam kontestasi Pemilu 2024. Salah satunya soal nepotisme.
ADVERTISEMENT
Romo Magnis menegaskan, apabila presiden menggunakan kekuasaan untuk memberikan keuntungan kepada keluarganya, sangat memalukan.
"Kalau seorang presiden memakai kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri, itu amat memalukan," kata Romo Magnis saat memberikan keterangan di sidang sengketa pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4).
Romo Magnis menilai, jika kekuasaan tersebut digunakan untuk memenangkan keluarganya, menandakan bahwa presiden tidak mempunyai wawasan.
"Karena membuktikan bahwa ia tidak mempunyai wawasan seorang presiden, hidupku 100% demi rakyatku melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya," terangnya.
Rohaniwan Franz Magnis-Suseno (kanan) bersama sejumlah tokoh dan budayawan mengikuti pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Di sisi lain, Romo Magnis juga membahas soal pembagian bantuan sosial (bansos). Ia menegaskan bahwa bansos bukan milik presiden, melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab kementerian yang bersangkutan dan ada aturan pembagiannya.
ADVERTISEMENT
"Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko, jadi itu pencurian ya pelanggaran etika," tandas dia.