Rusia Sebut Operasi Militer Turki di Suriah Tidak Bijaksana

15 Juni 2022 12:02 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tentara YPG Kurdi di Suriah. Foto: AFP/Delil Souleiman
zoom-in-whitePerbesar
Tentara YPG Kurdi di Suriah. Foto: AFP/Delil Souleiman
ADVERTISEMENT
Utusan Rusia untuk Suriah, Alexander Lavrentyev, menggambarkan kemungkinan operasi militer Turki di Suriah sebagai tindakan tidak bijaksana pada Rabu (15/6/2022).
ADVERTISEMENT
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sempat mengumumkan rencana operasi militer Ankara di Suriah. Ankara berencana meluncurkan serangan lanjutan terhadap militan Kurdi di negara tersebut.
Pihaknya ingin menciptakan zona penyangga sedalam 30 kilometer. Namun, Kremlin menganggap langkah tersebut bisa mengacaukan situasi.
"Kami percaya bahwa ini akan menjadi langkah yang tidak masuk akal yang dapat menyebabkan destabilisasi situasi, eskalasi ketegangan dan babak baru konfrontasi bersenjata di negara ini," jelas Lavrentiev, dikutip dari RIA, Rabu (15/6/2022).
Tentara pro-Turki di Suriah utara Foto: Reuters/Murad Sezer
Rusia lantas akan mendesak Turki melupakan rencana tersebut. Sehingga, seluruh pihak bisa menyelesaikan masalah secara damai melalui dialog.
"Kami siap memberikan semua dukungan yang memungkinkan dalam hal ini," tambah Lavrentyev.
Lavrentyev menyadari adanya kekhawatiran bahwa konflik di Ukraina akan mengalihkan fokus negaranya. Namun, dia menekankan, Suriah akan tetap menjadi prioritas bagi Rusia.
ADVERTISEMENT
"Banyak yang mengatakan bahwa sehubungan dengan operasi militer khusus, perhatian Rusia ke Suriah telah melemah. Sejumlah negara Eropa ingin melihat perkembangan situasi di Suriah sesuai pola mereka," ungkap Lavrentyev.
"Saya ingin mengatakan bahwa konflik Suriah, penyelesaiannya, masih tetap menjadi prioritas kebijakan luar negeri Rusia," tegasnya.
Pasukan YPG Kurdi di Suriah Foto: AFP/Delil Souleiman
Menanggapi hal itu, Turki merujuk pada pelanggaran janji oleh Rusia dan Amerika Serikat (AS). Ketiga pihak itu membuat perjanjian tentang penarikan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) sejauh 30 kilometer dari perbatasan Turki.
Kesepakatan itu dibuat usai Turki meluncurkan operasi di Suriah pada 2019. Namun, Rusia dan AS tidak menepati janji tersebut hingga kini.
Turki menganggap YPG sebagai kelompok teroris yang terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Kelompok itu telah melancarkan pemberontakan terhadap Turki sejak 1984, hingga menewaskan puluhan ribu orang.
ADVERTISEMENT
Asap mengepul dari kota Ras al-Ain di Suriah pada hari kedelapan operasi militer Turki melawan pasukan Kurdi. Foto: AFP
Namun, YPG membentuk tulang punggung pasukan pimpinan AS dalam perang melawan kelompok ISIS di Suriah. Alhasil, ketegangan meningkat di antara negara-negara tersebut.
Lavrentyev mengakui, situasi tersebut tetap rumit. Tetapi, Rusia akan terus memberikan bantuan kepada Suriah. Dia menegaskan kembali komitmen tersebut dalam dialog format Astana.
Negosiasi tingkat tinggi itu dihadiri oleh Rusia, Turki, dan Iran. PBB, perwakilan dari pemerintah, serta oposisi Suriah juga turut hadir. Pembicaraan damai itu berlangsung pada 15-16 Juni di Nursultan, Kazakhstan.