Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Media cetak memang pernah memiliki masa jayanya. Banyak yang menjual dan membeli media cetak. Namun seiring berkembangnya teknologi, media cetak mulai meredup, dan orang-orang beralih ke online.
ADVERTISEMENT
Beberapa tabloid, majalah, dan koran nasional satu persatu berhenti cetak dan meninggalkan pelanggan setianya. Sebut saja di antaranya Majalah Jasa Keuangan Indonesia, Tabloid Gaul dan Harian Jurnal Nasional gugur pada tahun 2014.
Setahun berselang, menyusul Koran Tempo Minggu dan Harian Bola yang juga gulung tikar pada tahun 2015. Hingga Agustus 2018, tercatat lebih dari 20 media cetak lenyap dari peredaran.
Wasith Albar, Sejarawan Media Massa Universitas Indonesia menceritakan bagaimana media cetak bisa mencapai kejayaannya di masa lalu hingga akhirnya meredup di era digital.
Menurut Wasith, salah satu faktonya kejayaan media cetak kala itu karena adanya peristiwa politik.
“Kemunculan dan kejayaannya itu sangat terkait sama peristiwa-peristiwa politik, yang ada dalam pemerintahan kita,” ucap Wasith saat ditemui kumparan pada (7/11).
Ia yakin bahwa media cetak memiliki peran tersendiri dalam politik. Koran menyampaikan kabar pergerakan politik pada masyarakat, terutama saat momen Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Walaupun pada saat-saat itu ada alternatif media lain seperti radio, dan televisi. Namun media cetak masih menjadi pilihan utama.
Saat televisi muncul, media cetak membuat topik bacaan bukan hanya news saja. Menurut Wasith dengan cara itu, media cetak seperti koran masih bisa bertahan.
“Pengusaha (media cetak) meng-create, munculkan berbagai ceruk, bukan news, tapi hiburan, mulai tabloid musik, tabloidi yang lain-lain,” tutur Wasith.
Kehadiran televisi swasta dikatakan Wasith, tak mengganggu media cetak. Justru yang mengurangi pamor media cetak adalah munculnya media online.
“Online itu sangat berpengaruh, saya kira ada dua hal, satu pada munculnya HP murah kasarnya HP Cina, yang kedua adalah data seluler yang relatif murah,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Media online hadir dengan kecepatannya, tak seperti media cetak yang mempunyai waktu terbit sehari, seminggu, bahkan sebulan untuk bisa dibaca dan dinikmati.
“Karena online itu kan kelebihannya kecepatan,” ucap Wasith.
Hanya saja terkadang, lanjut Wasith, media online tertentu memberikan judul berita yang tak sesuai dengan isinya hanya untuk sebuah klik.
“Paling utama adalah kecepatan, kalau bicara news ya, kecepatan, kecepatan. Yang agak minus ada beberapa media online yang dia kloning, dan terkadang beritanya apa substansinya apa, kadang berbeda,” tuturnya.
Kecepatan dan mudahnya akses berita dari gadget memberikan ruang bebas media online untuk semakin memanjakan pembaca. Meski begitu, menurut Wasith, media cetak dan online terlahir dengan karakternya sendiri.
ADVERTISEMENT
Walaupun media cetak sudah satu per satu gulung tikar, dan mencoba bertahan dengan mendirikan versi online, menurutnya, media cetak akan tetap hidup.
“Kiamat (media cetak) tidak mungkin apalagi karena media cetak tetap akan reposisi. Mereposisi lagi sesuai dengan perkembangan masyarakat,” imbuhnya.
Bahkan, bisa saja media online akan merasakan posisi media cetak saat ini.
“Kaya apa? Sejauh mana ketangguhan media online ketika media online nanti menjadi labeling sebagai sampah. Karena kloning-kloningnya itu cepat, tapi sesungguhnya substansial, ya orang akan kembali lagi,” jelasnya.
Simak cerita nostalgia para penikmat media cetak dalam konten spesial dengan topik Riwayat Media Cetak .