Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, RUU TPKS sudah diperjuangkan sejak 016 dan pembahasannya mengalami berbagai dinamika, termasuk berbagai penolakan.
Selain RUU TPKS, rapat paripurna DPR juga akan membahas RUU pemekaran 3 provinsi di Papua yang akan disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR. Kemudian, rapat paripurna juga akan mengambil keputusan soal perpanjangan waktu pembahasan sejumlah RUU, salah satunya adalah RUU tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP).
Puan mengatakan, pengesahan RUU TPKS ini menjadi tonggak bersejarah salah satu perjuangan masyarakat karena akhirnya mengesahkan RUU TPKS.
“Rapat hari ini merupakan momen bersejarah yang ditunggu-tunggu masyarakat. Hari ini, RUU TPKS akan disahkan dan menjadi bukti perjuangan bagi korban-korban kekerasan seksual,” kata Puan.
51 Anggota Hadir di DPR
Sidang paripurna dimulai pukul 10.20 WIB, hadir lengkap pimpinan DPR lainnya yakni Wakil Ketua DPR Bidang Kesejahteraan Rakyat Abdul Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR Bidang Politik dan Keamanan Lodewijk Freidrich Paulus, Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pembangunan Rachmad Gobel.
ADVERTISEMENT
“Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, sebagai pimpinan perkenankan kami membuka rapat paripurna ini secara resmi,” ujar Puan.
Dari 575 anggota, Puan mengungkapkan 311 orang hadir dalam rapat yang diselenggarakan secara hybrid tersebut.
“Berdasarkan laporan Sekretariat Jenderal, daftar hadir pada hari ini sudah fisik 51 orang, virtual 225, izin 35 sehingga jumlah 311 orang. Dan dihadiri oleh anggota seluruh fraksi," kata dia.
Pengambilan keputusan diawali dengan laporan dari Wakil Ketua Baleg sekaligus Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya.
"Ini adalah RUU yang berpihak dan berspektif kepada korban," kata Willy.
Setelah mendengarkan laporan dari Willy, Puan meminta persetujuan kepada seluruh anggota dewan agar RUU TPKS disahkan menjadi UU.
"Selanjutnya kami menanyakan kepada setiap fraksi, apakah RUU TPKS dapat disetujui menjadi UU," tanya Puan.
ADVERTISEMENT
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan. Setelah itu, Puan mengetok palu persetujuan yang disambut tepuk tangan meriah.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga dan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej hadir dalam pengesahan RUU TPKS sebagai perwakilan dari pemerintah.
Dalam rapat paripurna pengesahan, juga terlihat sejumlah perwakilan dari sejumlah lembaga seperti Koalisi Perempuan Indonesia hingga Komnas Perempuan yang turut mengikuti proses panjang pengesahan RUU TPKS.
PKS Tolak RUU TPKS
ADVERTISEMENT
Fraksi PKS menjadi satu-satunya pihak yang menolak RUU TPKS disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR.
Anggota Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf mengatakan UU TPKS akan membahayakan jika tak dibarengi dengan pengesahan RKUHP.
"RUU yang lengkap mengatur persoalan kesusilaan, yaitu terkait dengan free sex atau zina, kekerasan seksual, penyimpangan seksual adalah RKUHP. Yang pada periode lalu seluruh fraksi telah membahasnya dan menyepakatinya, tetapi gagal disahkan karena ada pasal kontroversi, yaitu pasal penghinaan presiden," kata Muzzammil saat interupsi di rapat paripurna.
ADVERTISEMENT
"Tanpa itu RUU TPKS dapat bermakna yang membahayakan. Mudah-mudahan Allah SWT membukakan hati kita dengan berkah Ramadhan ini untuk menghadirkan UU terbaik, untuk menyelamatkan bangsa dan negara kita," imbuh dia.
Muzzammil mengatakan sejauh ini DPR belum menindaklanjuti kembali RUU KUHP. Padahal, kata dia, dalam RKUHP tercantum pasal yang mengatur tentang perzinaan yang dapat melengkapi UU TPKS.
Ia berharap pimpinan DPR dapat segera mengambil keputusan untuk mengesahkan RKUHP agar menjadi payung hukum yang kuat.
"Pimpinan yang sangat saya muliakan, era pimpinan ambilah kesempatan ini, tonggak kedaulatan bangsa, untuk mengembalikan hukum bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila, UUD dan norma yang hidup di masyarakat," ucapnya.
"Terutama di bulan Ramadhan, kita ambil dan kita sahkan apa yang sudah disepakati oleh seluruh fraksi pada periode lalu, yaitu RKUHP dan telah menjadi carry over pada periode ini," tandas Muzzammil.
UU TPKS Lindungi Korban Kekerasan Seksual yang Seperti 'Gunung Es'
Wakil Ketua Baleg DPR sekaligus Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya mengatakan, RUU ini adalah payung hukum yang berpihak kepada korban dan korban kekerasan seksual yang selama ini belum mendapatkan perlindungan.
ADVERTISEMENT
Willy menjelaskan, RUU TPKS terdiri dari 93 pasal dan 8 bab.
"Beberapa hal progresif dari RUU ini adalah RUU yang berpihak pada korban, bagaimana aparat penegak hukum memiliki payung hukum atau legal standing yang selama ini belum ada terhadap setiap kasus kekerasan seksual," kata Willy.
Selain itu, RUU TPKS juga memberikan akan memberikan rasa keadilan bagi korban. Apalagi kasus kekerasan seksual sudah menjadi fenomena gunung es.
"Ketiga, ini adalah kehadiran negara bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual yang selama ini kita sebut fenomena gunung es" ucapnya.
Melalui RUU TPKS, Willy mengatakan negara hadir dengan memberikan kompensasi kepada korban. Menurutnya, bantuan ini merupakan langkah maju dalam memberikan perlindungan.
Pendidik hingga Nakes Pelaku Kekerasan Seksual Dihukum Lebih Berat
Dalam UU tersebut, ada 9 jenis kekerasan seksual yang diatur. Yakni pelecehan fisik, nonfisik, kekerasan berbasis elektronik, penyiksaan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seks.
ADVERTISEMENT
Ancaman pidana pelecehan fisik, misalnya, maksimal 12 tahun penjara. Sementara itu, seseorang yang memaksakan perkawinan diancam dengan pidana 9 tahun penjara.
Meski begitu, UU itu menyebut bahwa beberapa profesi dapat dijatuhi hukuman lebih berat daripada ancaman di atas. Hukumannya bahkan ditambah 1/3 ancaman pidana.
Mereka adalah tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban.
Jadi, jika seorang pendidik yang diberi mandat tersebut melakukan pelecehan fisik, maka ancaman maksimal pidananya adalah 12 tahun penjara + 4 tahun penjara. Totalnya menjadi 16 tahun lantaran ditambah 1/3 ancaman hukuman.
Selain profesi-profesi tersebut, beberapa orang yang bisa dikenakan ancaman hukuman tambahan adalah keluarga hingga pejabat publik. Selain itu, perbuatan kekerasan seksual yang dilakukan terhadap perempuan hamil, penyandang disabilitas, hingga anak-anak juga dapat tambahan hukuman 1/3.
Berikut bunyi pasal 15 (1):
ADVERTISEMENT
Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika:
a. dilakukan dalam lingkup Keluarga;
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan;
c. dilakukan oleh pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;
d. dilakukan oleh pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap orang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;
e. dilakukan lebih dari 1 (satu) kali atau dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) orang;
f. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu;
g. dilakukan terhadap Anak;
ADVERTISEMENT
h. dilakukan terhadap Penyandang Disabilitas;
i. dilakukan terhadap perempuan hamil;
j. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;
k. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana, atau perang;
l. dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik;
m. mengakibatkan korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular;
n. mengakibatkan terhentinya dan/atau rusaknya fungsi reproduksi; dan/atau
o. mengakibatkan Korban meninggal dunia.
Paksa Korban dan Pelaku Perkosaan Kawin Bisa Dihukum 9 Tahun Penjara
Di antara yang diatur dalam UU TPKS adalah pemaksaan perkawinan. Yaitu pemaksaan perkawinan anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, dan pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 10 RUU TPKS. Berikut ketentuannya:
ADVERTISEMENT
1. Setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. perkawinan Anak;
b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
c. pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.
****
kumparan bagi-bagi starter pack kuliah senilai total Rp 30 juta untuk peserta SNMPTN 2022. Lolos atau nggak, kamu bisa tetap ikutan, lho! Intip mekanismenya di LINK ini .