Serba-serbi WNI Nyoblos Pemilu di Kuala Lumpur: Pulang Lagi, Pingsan di Tempat

11 Februari 2024 19:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono memasukkan surat suara usai menyoblos di TPS 001 di World Trade Center, Kuala Lumpur, Minggu (11/2/2024). Foto: Virna Puspa Setyorini/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono memasukkan surat suara usai menyoblos di TPS 001 di World Trade Center, Kuala Lumpur, Minggu (11/2/2024). Foto: Virna Puspa Setyorini/ANTARA
ADVERTISEMENT
Organisasi nirlaba untuk isu Pekerja Migran Indonesia (PMI), Migrant Care, ikut serta dalam pemantauan pelaksanaan pemilu di luar negeri — termasuk di Malaysia dan Singapura. Adapun pemungutan suara di kedua negara tetangga berlangsung hari ini, pada Minggu (11/2).
ADVERTISEMENT
Di Malaysia, tim Migrant Care memantau situasi pencoblosan pemilu 2024 di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) yang digelar di World Trade Center (WTC) Kuala Lumpur dan Kota Tawau. Migrant Care menyoroti berbagai keluhan yang diterima dari PMI, seperti soal minimnya sosialisasi soal pemilu dan kondisi di TPSLN itu sendiri.
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, pencoblosan di Malaysia tahun ini tampak berbeda dengan lima tahun lalu — yang tidak terkonsentrasi di satu tempat saja, melainkan ada empat TPSLN.
"Jadi hari ini berlangsung pemungutan suara di TPSLN Kuala Lumpur dipusatkan di World Trade Center Kuala Lumpur, berbeda dengan 2019," ujar Wahyu dalam konferensi pers virtual.
Berlangsung di lantai tiga dan empat WTC, disebutkan sebanyak lebih dari 200 ribu orang Daftar Pemilih Tetap (DPT) berbondong-bondong datang. Pada saat bersamaan, kata Wahyu, jumlah pemilih yang belum terdaftar atau non-DPT memiliki jumlah yang sama dengan DPT.
Suasana Tempat Pemungutan Suara (TPS) di World Trade Center (WTC), Kuala Lumpur, Minggu (11/2/2024). Foto: Virna Puspa Setyorini/ANTARA
Adapun terdapat 223 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang terbagi di dua lantai WTC. Masing-masing TPS melayani sekitar seribu pemilih dan itu belum terhitung non-DPT atau pemilih tambahan.
ADVERTISEMENT
"Karena ini baru pertama kali dilakukan, baru pertama kali dilakukan di satu tempat dengan jumlah masa yang lebih dari 223 ribu, belum lagi pemilih tambahan atau pemilih yang non-DPT juga diperkirakan jumlahnya hampir seimbang. Ini memang problem yang ada di pemilu luar negeri," papar Wahyu.
Selain itu, sempat terjadi antrean panjang dan desak-desakan di pintu masuk WTC yang didominasi kelompok non-DPT dan Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Mereka tidak bisa masuk gara-gara ada proses penyaringan, sehingga massa membeludak dan ada beberapa di antara mereka yang memilih pulang — tidak jadi nyoblos.
"Karena kemudian ada proses filtering itu ada gap yang luar biasa, jadi yang bisa masuk ke meja registrasi kemudian nyoblos itu jumlahnya sangat terbatas, sementara antrean itu overload," bebernya.
Kusmiasih Kaswih (84) lansia asal Bandung menunjukkan jari tercelup tinta usai menyalurkan suara di World Trade Center (WTC) Kuala Lumpur, Minggu (11/2/2024). Foto: Virna Puspa Setyorini/ANTARA
Membeludaknya jumlah pemilih yang berdatangan ke WTC membuat meja registrasi yang semula dipersiapkan 100 meja, menjadi 400.
ADVERTISEMENT
Wahyu kemudian menyoroti perbedaan lain yang ditemukan dalam pelaksanaan pemungutan suara tahun ini. "Saya tadi juga waktu nyoblos biasanya dikasih barcode atau dikasih print out saya dikasih manual aja ditulis tangan kamu ke TPS 001, seperti itu," ungkapnya.
Pencoblosan yang pertama kali digelar di WTC ini menarik perhatian penyelenggara pemilu dan Migrant Care — karena mayoritas pemilih merupakan PMI.
"Perhatian mengenai pelaksanaan pungutan suara di World Trade Centre ini saya kira memang menjadi perhatian dari penyenggara pemilu karena tadi saya berjumpa dengan Bawaslu Pak Rahmat Bagja, dengan 2 komisioner KPU, Pak Ketua Hasyim Asy'ari dan Pak Idham, kami juga berdiskusi dengan Pak Dubes," kata Wahyu.
"Karena bagaimanapun juga kita tentu harus melihat kondisi ini dari mereka yang juga tahu lapangan, tahu kondisi sosiologis dari teman-teman pekerja migran," jelasnya.
ADVERTISEMENT

Antrean Terlalu Panjang

Menurut tim Migrant Care di WTC, ada keluhan mengenai panjangnya antrean hingga membuat sejumlah pemilih yang sudah tiba kemudian balik lagi. Beberapa pemilih juga ada yang pingsan karena kelelahan.
"Antreannya sangat panjang sekali dan memang karena pemilih kita di Kuala Lumpur memiliki DPT yang paling banyak di seluruh wilayah Malaysia. Ini pertama kalinya pemilu Indonesia di luar negeri yang ada di satu lokasi dengan jumlah pemilih terbanyak," ungkap salah seorang tim Migrant Care, Siti Badriyah.
"Ada juga yang sudah masuk antrean tapi karena kelelahan jadi mereka balik lagi. Ada yang pingsan di tengah hari jam 1 lebih mungkin karena kelelahan juga akibat antrean yang panjang. Banyak yang bilang, biasanya milih lewat pos tapi tahun ini [undangannya] tidak datang, maka mereka datang ke TPSLN," jelasnya.
ADVERTISEMENT

Kebingungan

Migrant Care juga menyoroti soal minimnya sosialisasi dan informasi seputar pemilu 2024. Beberapa PMI ada yang kebingungan mengenai kapan dan di mana pencoblosan di Malaysia berlangsung — terdapat laporan bahwa masih ada yang mengira pencoblosan dimulai serentak pada 14 Februari dan lokasi TPSLN belum berubah.
"Pengumuman DPT yang dicek melalui cekdpt online ada beberapa yang ditemukan bahwa 2019 lalu ada empat lokasi yang digunakan TPSLN tapi sekarang ada di WTC saja, sehingga ada banyak — kami memperkirakan di luar sana ada beberapa WNI kita yang bingung melihat DPT online," jelas salah seorang tim Migrant Care, Titiek Anggraini.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono menyalurkan suara di TPS 001 di World Trade Center, Kuala Lumpur, Minggu (11/2/2024). Foto: Virna Puspa Setyorini/ANTARA
"Karena mereka mengecek di DPT online yg dilihat hanya DPT KBRI Kuala Lumpur tapi alamat potensialnya enggak ada. Jadi mereka kebingungan. Sehingga ada laporan pekerja migran nanya apakah saya harus ke KBRI untuk melakukan pemungutan suara?" tambahnya.
ADVERTISEMENT
Titiek menekankan, masih banyak pemilih kebingungan karena belum mendapatkan informasi atau sosialiasi mengenai proses atau alur pemungutan suara di TPSLN Pemilu 2024.
"Bahkan sejumlah pemilih tidak tahu cara menscan barcode cekdptonline.kpu.go.id. Sayangnya tidak terdapat petugas penerangan atau sosialisasi di pintu masuk WTC yang bisa menjadi pusat bantuan bagi pemilih," ujarnya.
"Sosialisasi melibatkan kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi masyarakat Indonesia yang ada di suatu negara harus intensif dilakukan. Termasuk juga penyebaran atau diseminasi melalui media sosial secara masif. Karena sosialisasi jadi temuan yang paling mendasar karena kebanyakan dari mereka tidak mendapatkan pendidikan kepemiluan terkait pemilu 2024," tutup dia.