Setengah Timbulan Sampah di Kaltara hingga Yogyakarta adalah Sisa Makanan

25 Oktober 2024 15:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cek Data: Ilustrasi Makanan Sisa. Foto: Dok. Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Cek Data: Ilustrasi Makanan Sisa. Foto: Dok. Shutterstock
ADVERTISEMENT
Jumlah timbulan sampah di Indonesia pada 2023 mencapai 38,31 juta ton. Angka tersebut dipublikasikan pada Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data SIPSN 2023 yang diakses pada 23 Oktober 2024, angka timbulan sampah terus naik dari tahun ke tahun. Meski begitu, penanganan sampah baru menyentuh setengahnya. Pada 2023, misalnya, sampah yang ditangani ada di angka 18,83 juta ton. SIPSN 2023 sendiri tak merinci seperti apa bentuk penanganan sampah tersebut.
Hal lain yang perlu dicatat, data SIPSN berasal dari akumulasi data sampah di tiap kabupaten/kota. Namun, tidak semua kota/kabupaten memiliki data sampah di dashboard SIPSN. Sebagai contoh, hanya ada 10 kota/kabupaten di Jawa Barat yang memiliki data sampah. Padahal, jumlah kota/kabupaten di provinsi itu mencapai 26.

Provinsi dengan Timbulan Sampah Terbanyak

Jika dirinci ke 38 provinsi di Indonesia, timbulan sampah terbanyak berasal dari provinsi-provinsi di Pulau Jawa. Yakni, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Timbulan sampah di Jawa Timur pada 2023 ada di angka 6,11 juta ton atau menyumbang 15,97 persen dari total sampah nasional. Sementara itu, DKI Jakarta berada di urutan keempat yaitu 3,1 juta ton. Angka tersebut menyumbang 8,2 persen dari total sampah di Indonesia.
Provinsi dengan timbulan sampah paling sedikit didominasi oleh provinsi-provinsi di wilayah timur Indonesia. Papua Selatan adalah provinsi yang paling sedikit menyumbang angka timbulan sampah nasional. Yakni 26,48 ribu ton atau setara dengan 0,07 persen dari total timbulan sampah nasional.

Sampah Sisa Makanan Mendominasi

SIPSN membagi komposisi sampah menjadi 9 kategori, yaitu: Sisa makanan, kayu/ranting. kertas/karton, plastik, logam, kain, karet/kulit, kaca, dan lainnya. Sampah nasional pada 2023 paling banyak disumbang oleh sisa makanan. Totalnya mencapai 39,82 persen.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang juga perlu dicatat, data persentase komposisi sampah ini juga berbeda dengan jumlah timbulan sampah. Sebab, ada beberapa kabupaten/kota yang tak melaporkan komposisi sampah di daerahnya. Sebagai contoh, data komposisi sampah di DKI Jakarta hanya diisi oleh Kota Jakarta Selatan. Namun SIPSN tetap melaporkannya sebagai data provinsi.
Dari data SIPSN, provinsi yang memiliki persentase sampah makanan terbanyak di Indonesia adalah Kalimantan Utara. Sebanyak 52,38 persen sampah di Kaltara adalah sampah makanan.
Selain Kaltara, ada 6 provinsi lain dengan persentase sampah makanan di atas 50 persen dari total timbulan sampah tahun 2023. Yakni, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Banten, Yogyakarta, Jambi, dan Bengkulu.
Proporsi jenis sampah terbanyak lainnya adalah sampah plastik. Provinsi dengan proporsi sampah plastik terbanyak adalah Papua Selatan. Sampah plastik di provinsi itu mencapai 32,5 persen.
ADVERTISEMENT

Penyebab Manusia Buang Makanan

Banyak sampah sisa makanan (food waste) dapat ditelaah dengan pendekatan psikologi. Menurut dosen Psikologi Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy, manusia cenderung membuang makanan karena awalnya punya persepsi kekurangan makanan.
"Secara psikologis ini relatif sederhana penjelasannya ya. Jadi sebetulnya ketika orang mempersepsikan [makanan] bahwa scarcity (kekurangan). Jadi dia pada persepsi bahwa yang dia ambil itu kurang. Sehingga akhirnya dia memilih untuk mengambil lebih," kata Dicky saat dihubungi kumparan, Rabu (23/10).
Dicky Pelupessy. Foto: Dok. Pribadi
"Jadi kalau kita bayangkan sehari-hari, misalnya, kita ambil piring terus ketika kita mulai taruh [makanan] di piring, kita berpikir ini kurang dan kita enggak mau kekurangan. Padahal sebetulnya cukup," tambahnya.
Karena yang diambil kebanyakan, kata dia, seseorang akhirnya kekenyangan dan berujung pada membuang makanan. Dicky lalu menduga fenomena ini bisa saja meningkat di bulan puasa. Terlebih, kata dia, dari pagi hingga sore manusia tidak makan dan minum. Hal itu menurutnya bisa saja menyebabkan seseorang mengambil banyak makanan di penghujung hari.
ADVERTISEMENT
"Mungkin di bulan puasa food waste lebih tinggi. Ini perlu dicek, perlu diteliti," ungkapnya.
Dicky lalu menyebut pemerintah perlu mendorong campaign untuk mengatasi food waste. Terlebih, kata dia, pemerintahan Prabowo-Gibran punya concern terhadap pangan dan gizi.
Ilustrasi sampah styrofoam bekas bungkus makanan Foto: Dok.Shutterstock
Lalu apa solusi yang bisa dilakuan?
Menurut Dicky, seseorang harus mendapat gambaran bahaya food waste dalam bentuk visual atau gambaran secara rinci terkait banyaknya sampah sisa makanan.
"Nah, itu yang dalam bahasa psikologi nanti akan memicu namanya disonansi kognitif, disonansi kesadaran. Kita merasa jadi tidak nyaman. Kalau cuma diberikan pesan 'tidak baik membuang makanan', kita tidak punya gambaran sampah makanan seperti apa bentuknya, seberapa banyak. Jadi harus ada gambaran visual, konkrit, pakai data, jadi ada angka-angka," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Reporter : Aliya R Putri