Setya Novanto, Sang Sinterklas Kebal Hukum yang Akhirnya Tumbang

3 Mei 2018 11:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Setya Novanto (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Setya Novanto (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kasus hukum Setya Novanto kini sudah memasuki babak akhir. Mantan Ketua DPR itu tinggal menunggu hitungan jam saja sebelum nantinya resmi menjadi penghuni Lapas Sukamiskin.
ADVERTISEMENT
Perjalanan kasus korupsi proyek e-KTP yang menyeret Setnov memang cukup panjang dan penuh lika-liku. Butuh waktu sekitar 9 bulan bagi KPK untuk menjerat hingga membuktikan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu terlibat dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.
Sejumlah peristiwa dan drama mengiringi kasus tersebut. Mulai dari praperadilan yang sempat membuatnya lolos dari status tersangka, kecelakaan mobil yang memunculkan istilah 'bakpao', hingga drama 7 jam pembacaan dakwaan.
Putusan hakim itu seakan mematahkan ucapan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang menilai Setnov adalah sosok yang kebal hukum. Namun pada akhirnya sang 'Sinterklas yang kebal hukum' itu harus tumbang oleh palu hakim.
ADVERTISEMENT
Berikut perjalanan kasus Setnov sang 'Sinterklas yang kebal hukum' sebagaimana dirangkum kumparan:
17 Juli 2017
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP
29 September 2017
Setya Novanto menang praperadilan dan lolos sebagai tersangka.
31 Oktober 2017
KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP.
15 November 2017
KPK gagal menangkap Setya Novanto. Ia kabur ketika KPK mendatangi rumahnya. Pada hari yang sama, Setnov kembali mengajukan praperadilan.
16 November 2017
Setya mengalami kecelakaan di Permata Hijau, Jakarta Barat, di tengah pelariannya. Ia kemudian dirawat di RS Medika Permata Hijau.
19 November 2017
Setya Novanto resmi ditahan di Rutan KPK
13 Desember 2017
Setya Novanto menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Penuntut umum baru bisa membacakan dakwaan 7 jam setelah sidang dibuka. Lantaran, Setnov 'mendadak' sakit di ruang sidang.
ADVERTISEMENT
14 Desember 2017
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang vonis praperadilan yang diajukan Setnov. Praperadilan Setnov ditolak karena perkara e-KTP sudah mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor.
29 Maret 2018
Setnov dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. KPK juga menuntut Setnov membayar uang pengganti 7,3 juta USD ditambah 135 ribu USD. Tidak hanya itu, KPK juga meminta hak politik Setnov dicabut selama 5 tahun.
13 April 2018
Dalam pleidoinya, Setnov berkukuh tidak terlibat kasus e-KTP. Ia juga membantah pernah menerima uang 7,3 juta USD. Ia mengaku menerima jam tangan Richard Mille seharga 135 ribu USD namun sudah dikembalikan.
24 April 2018
Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Setnov bersalah dalam kasus korupsi e-KTP. Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan membayar uang pengganti 7,3 juta USD. Selain itu, hakim juga menyatakan hak politik Setnov dicabut selama 5 tahun.
ADVERTISEMENT
30 April 2018
KPK menyatakan tidak akan banding atas vonis tersebut. Pihak Setnov pun menyatakan hal yang sama. Tidak adanya upaya hukum lebih lanjut membuat KPK segera melakukan eksekusi terhadap Setnov ke Lapas Sukamiskin.