Sidang Kasus Korupsi Bansos: Kuncoro Wibowo Didakwa Rugikan Negara Rp 127 Miliar

31 Januari 2024 20:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka kasus dugaan korupsi anggaran distribusi bantuan sosial beras Muhammad Kuncoro Wibowo (kiri) dihadirkan saat konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (18/9/2023).  Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus dugaan korupsi anggaran distribusi bantuan sosial beras Muhammad Kuncoro Wibowo (kiri) dihadirkan saat konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (18/9/2023). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan Dirut PT Bhanda Ghara Reksa Persero (BGR), Kuncoro Wibowo, didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dalam proyek distribusi bansos beras. Perbuatannya diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain yang berdampak pada kerugian negara.
ADVERTISEMENT
“Melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum … Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi,” kata tim jaksa KPK dalam dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/1).
Pihak yang diperkaya Kuncoro tersebut adalah:
Tindakan memperkaya diri ini kemudian menimbulkan kerugian negara yang nilainya mencapai Rp 127 miliar. “Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu sejumlah Rp 127.144.055.620,00,” kata jaksa.
Terdakwa mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Persero Muhammad Kuncoro Wibowo menjalani sidang pembacaan surat dakwaan dalam kasus korupsi program penyaluran bantuan sosial beras di Kementerian Sosial, di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Perbuatan melawan hukum yang kemudian menimbulkan kerugian negara tersebut adalah merekayasa pekerjaan konsultasi dengan menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) sebagai konsultan PT BGR dalam pekerjaan penyaluran bantuan sosial beras (BSB) untuk keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial RI tahun 2020.
ADVERTISEMENT
"Padahal pekerjaan konsultasi tersebut tidak diperlukan," kata jaksa.
Perkara ini bermula saat Kementerian Sosial (Kemensos) akan menyalurkan bansos beras di tahun COVID-19. PT BGR kemudian memenangkan tender dan mendapatkan proyek distribusi di wilayah Aceh, Sumatera, Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Kalimantan, NTT, hingga Maluku.
Nilai pekerjaan distribusi tersebut mencapai Rp 326.443.238.100,00. Dana yang bersumber dari APBN Tahun 2020.
Namun dalam perjalanannya, nilai pekerjaan distribusi itu direkayasa Kuncoro dkk. Mereka menggunakan sebagian dana tersebut untuk memperkaya diri lewat modus biaya konsultasi.
Mereka membuat dan menunjuk PT PTP sebagai sebagai konsultan PT BGR. Padahal, konsultasi tersebut tidak benar-benar dilaksanakan. Bahkan pada dasarnya tidak diperlukan. Orang-orang yang ditempatkan pada PT PTP adalah Ivo Wongkaren dkk.
ADVERTISEMENT
Atas pengaturan jasa konsultasi tersebut, PT BGR kemudian menyalurkan uang lebih dari Rp 156 miliar, diambil dari biaya distribusi. Meskipun PT PTP tak benar-benar melaksanakan konsultasi yang diperjanjikan.
“Dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut, PT PTP tidak melaksanakan seluruh pekerjaan yang telah diperjanjikan dengan PT BGR,” ungkap jaksa.
Uang yang dimaksudkan untuk biaya konsultasi itu mengalir ke Ivo Wongkaren dkk.
“Dari seluruh uang sejumlah Rp 151.909.229.610,00 yang diterima Ivo Wongkaren dan Roni Ramadani, kemudian dibayarkan dan ditransfer kepada divisi regional PT BGR sejumlah Rp 24.765.173.990,00 untuk membayar biaya pendamping PKH, biaya koordinasi, biaya langsir, biaya kelancaran, biaya keamanan, dan biaya lain-lain,” lanjut jaksa.
Perbuatan tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp 127.144.055.620. Sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif tanggal 4 Desember 2023 oleh Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya itu, Kuncoro dkk — pada surat dakwaan terpisah — didakwa melanggar dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.