Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Sidang MK, Denny Indrayana Ajukan 610 Bukti termasuk Dugaan Keterlibatan KPU
21 Juli 2021 12:22 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan sengketa hasil Pilgub Kalsel usai Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diajukan pasangan nomor urut 2, Denny Indrayana-Difriadi.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Haji Denny, begitu dia disapa, Bambang Widjojanto, dalam sidang online itu mengungkapkan, ada 7 dalil permohonan disertai 610 alat bukti dugaan kecurangan dalam PSU Pilgub Kalsel.
610 alat bukti itu di antaranya berupa kesaksian, termasuk dari tim Paslon 1, handphone, video, rekaman suara, serta dokumen yang menggambarkan peristiwa pelanggaran dan kecurangan selama PSU Pilgub Kalsel.
“7 dalil pelanggaran dan kecurangan PSU yang kami hadirkan kepada majelis hakim konstitusi ini bukanlah by accident, tetapi by design. Penyebabnya, peristiwa kecurangannya tidak hanya berulang sejak pemilihan 9 Desember 2020, tetapi sebarannya juga merata di seluruh wilayah PSU,” ujar BW.
Wakil Ketua KPK Periode 2011-2015 ini mengkritisi Bawaslu yang mengatakan tidak ada kecurangan dan tidak ada politik uang pada Pilgub sebelum PSU. Bawaslu juga menyatakan untuk memenuhi syarat masif, pelanggaran politik uang harus terjadi di minimal 50% dari total 13 kabupaten/kota di Kalsel. Padahal wilayah PSU hanya terjadi di 3 kabupaten/kota. Syarat Bawaslu itu dinilai tidak logis dan tidak rasional.
BW mengurai 7 dalil pelanggaran dan kecurangan PSU tersebut meliputi:
ADVERTISEMENT
“Di Martapura, bayangkan sebanyak 26 dari 26 desa/kelurahan terpapar politik uang paslon 1 dengan melibatkan oknum RT, aparat desa, yang digaji Rp 2,5-5 juta per bulan. Modus kecurangan dan pelanggaran ini dilakukan begitu rapi di seluruh kecamatan PSU. Mereka bahkan terlibat dari mulai tahap perencanaan hingga eksekusi,” ujar mantan Ketua YLBHI itu.
ADVERTISEMENT
BW menambahkan, para oknum RT/Koordinator RT ini juga menandatangani 'Fakta Integritas', layaknya sebuah sumpah atau bai’at berisi jaminan data pemilih yang akan memberikan suaranya kepada paslon 1 dengan iming-iming uang.
"Lebih dahsyat lagi, nama-nama oknum RT yang menjadi tim sukses Paslon 1 tersebut adalah KPPS yang bertugas sebagai penyelenggara pemilihan baik pada pemilihan 9 Desember 2020 ataupun PSU 9 Juni 2021," tutur BW.
“Itu artinya, terjadi kecurangan dan pelanggaran yang sangat serius, karena KPPS yang merupakan kepanjangan tangan KPU, justru berkhianat dengan menjadi bagian dari pelaku kejahatan pemilu," imbuhnya.
Karena itu, dalam petitum permohonan tidak meminta putusan PSU, tetapi meminta kepada MK agar menjatuhkan putusan pembatalan sebagai Paslon 1 atau penihilan suara Paslon 1.
ADVERTISEMENT
"PSU jilid dua hanya akan mengulang kecurangan-kecurangan,” pendiri Indonesia Corruption Watch dan Kontras itu.