Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Sidang Putusan Pidato Anies soal Kata Pribumi Digelar di PN Jakpus
4 Juni 2018 10:35 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Sidang putusan gugatan Tim Advokasi Anti Diskriminasi Ras dan Etnis (Taktis) terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/6). Anies digugat dengan dugaan melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
ADVERTISEMENT
Pasal itu mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian pada orang lain, lalu mewajibkan orang yang menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut.
"Betul, sidang akan putusan perkara 588/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst, akan digelar hari ini (Senin), di ruang sidang Oemar Seno Adji 1," kata salah seorang petugas PN Jaktara Pusat.
Taktis menggugat perkataan Anies pada kata 'Pribumi' saat ia memberikan pidato usai dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Senin (16/12/2017) lalu. Seperti dikutip kumparan dalam situs PN Jakpus, Taktis meminta Hakim untuk mengabulkan gugatannya.
Lalu, memerintahkan Anies untuk meminta maaf kepada penggugat melalui lima media cetak, yaitu : Kompas, Koran Tempo, Jawa Pos, Suara Pembaharuan dan Jakarta Post.
ADVERTISEMENT
Serta, tujuh media elektronik yaitu, SCTV, Trans TV, RCTI, Indosiar, Metro TV, Trans 7 dan TV One, yang format dan isinya ditentukan Taktis, selama tujuh hari berturut-turut.
Kemudian, Taktis juga meminta agar majelis hakim menyatakan bahwa putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada upaya verzet, banding, kasasi, perlawanan dan/atau peninjauan kembali.
Upaya mediasi sudah ditempuh sesuai dengan hukum acara perdata yang berlaku. Namun, mediasi itu tidak berhasil, dan berlanjut hingga putusan perkara hari ini.
Dalam perjalanan dari Istana menuju Balai Kota beberapa waktu lalu, Anies dan wakilnya, Sandiaga Uno, sempat menyapa para warga yang telah menunggu mereka di Monas. Usai sertijab, Anies menyampaikan pidato pertamanya sebagai gubernur.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, Anies sudah mengklarifikasinya.
"Istilah itu digunakan untuk konteks pada saat era penjajahan, karena saya menulisnya juga pada era penjajahan dulu. Karena Jakarta ini kota yang paling merasakan," ucap Anies usai pertemuan dengan SKPD di Balai Kota, Jakarta, Selasa (17/10).
Anies mengatakan, saat era penjajahan dulu, kota-kota lain di Indonesia tidak merasakan penjajahan Belanda sedekat warga Jakarta. "Yang lihat Belanda jarak dekat siapa? Orang Jakarta. Coba kita di pelosok-pelosok Indonesia, tahu ada Belanda tapi lihat depan mata? Enggak, yang lihat depan mata itu kita, hanya ada di kota Jakarta ini," paparnya.
Anies enggan menanggapi soal adanya Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi yang diterbitkan Presiden ke-3 BJ Habibie. Anies hanya menegaskan bahwa konteksnya adalah era kolonial.
ADVERTISEMENT
"Pokoknya itu digunakan menjelaskan era kolonial Belanda, dan itu memang kalimatnya itu kan pelintiran satu dua website tuh, sekarang udah dikoreksi ya," tegas mantan Mendikbud itu.
Saat itu, terdapat kiriman transkrip dari Humas Pemprov DKI terkait isi pidato Anies. Namun ternyata, versi lengkap ini tak sepenuhnya akurat bila dibandingkan dengan rekaman yang kumparan dapatkan dari lokasi. Berikut dua versinya:
Pidato lengkap Anies Baswedan versi transkrip kiriman dari tim Humas Pemprov DKI, Senin (16/10/2017) malam:
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi rabbil alamin.
Washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya iwal mursalin wa'ala alihi wasohbihi aj ma'in. Amma ba'du.
Saudara-saudara semua warga Jakarta. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera. Om swastiastu. Namo buddhaya.
Saudara-saudara semua, hari ini satu lembar baru kembali terbuka dalam perjalanan panjang Jakarta. Ketika niat yang lurus, ikhtiar gotong-royong dalam makna yang sesungguhnya, didukung dengan doa-doa yang kita terus bersama panjatkan, maka pertolongan dan ketetapan Allah SWT itu telah datang. Tidak ada yang bisa menghalangi apa yang telah ditetapkan oleh-Nya, dan tidak ada pula yang bisa mewujudkan apa yang ditolak oleh-Nya. Warga Jakarta telah bersuara dan terpaut dengan satu rasa yang sama: Keadilan bagi semua. Mari kita terus panjatkan syukur dan doa keselamatan kepada Allah SWT, Yang Maha Menolong dan Maha Melindungi.
ADVERTISEMENT
Hari ini sebuah amanat besar telah diletakkan di pundak kami berdua. Sebuah amanat yang harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Hari ini adalah penanda awal perjuangan dalam menghadirkan kebaikan dan keadilan yang diharapkan seluruh Rakyat Jakarta, yaitu kemajuan ibukota tercinta dan kebahagiaan seluruh warganya.
Hari ini, saya dan Bang Sandi dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur bukan bagi para pemilih kami saja, tapi bagi seluruh warga Jakarta. Kini saatnya bergandengan sebagai sesama saudara dalam satu rumah untuk memajukan kota Jakarta.
"Holong manjalak holong, holong manjalak domu," demikian sebuah pepatah Batak mengungkapkan. Kasih sayang akan mencari kasih sayang, kasih sayang akan menciptakan persatuan. Ikatan yang sempat tercerai, mari kita ikat kembali. Energi yang sempat terbelah, mari kita satukan kembali.
ADVERTISEMENT
Jakarta adalah tempat yang dipenuhi oleh sejarah. Setiap titik Jakarta menyimpan lapisan kisah sejarah yang dilalui selama ribuan tahun. Jakarta tidak dibangun baru-baru saja dari lahan hampa. Sejak era Sunda Kalapa, Jayakarta, Batavia hingga kini, Jakarta adalah kisah pergerakan peradaban manusia. Jakarta sebagai melting pot telah menjadi tradisi sejak lama. Di sini tempat berkumpulnya manusia dari penjuru Nusantara, dan penjuru dunia. Jakarta tumbuh dan hidup dari interaksi antar manusia.
Dalam sejarah panjang Jakarta, banyak kemajuan diraih dan pemimpin pun datang silih berganti. Masing-masing meletakkan legasinya, membuat kebaikan dan perubahan demi kota dan warganya. Untuk itu kami sampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada para Gubernur dan Wakil Gubernur sebelumnya, yang turut membentuk dan mewarnai wujud kota hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Jakarta juga memiliki makna pentingnya dalam kehidupan berbangsa. Di kota ini, tekad satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa persatuan ditegakkan oleh para pemuda. Di kota ini pula bendera pusaka dikibartinggikan, tekad menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat diproklamirkan ke seluruh dunia. Jakarta adalah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya penjajah dalam kehidupan sehari-hari selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai terjadi di Jakarta ini apa yang dituliskan dalam pepatah Madura, "Itik se atellor, ajam se ngeremme." Itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Seseorang yang bekerja keras, hasilnya dinikmati orang lain.
ADVERTISEMENT
Kini kami datang untuk melanjutkan segala dasar kebaikan yang telah diletakkan para pemimpin sebelumnya, sembari memperjuangkan keberpihakan yang tegas kepada mereka yang selama ini terlewat dalam merasakan keadilan sosial, membantu mengangkat mereka yang terhambat dalam perjuangan mengangkat diri sendiri, serta membela mereka yang terugikan dan tak mampu membela diri.
Jakarta adalah ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka selayaknya ia menjadi cermin dan etalasi dari semangat NKRI, semangat Pancasila dan semangat tegaknya konstitusi. Di kota ini lah Pancasila harus mengejawantah, setiap silanya harus mewujud menjadi kenyataan.
Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan dalam setiap sendi kehidupan kota. Indonesia bukanlah negara yang berdasar satu agama, namun Indonesia juga bukan negara sekuler. Ketuhanan, selayaknya menjadi landasan kehidupan warga.
ADVERTISEMENT
Prinsip ketuhanan ini kemudian harus diwujudkan pula dengan hadirnya rasa kemanusiaan dan keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa ada yang terpinggirkan, terugikan, apalagi tidak dimanusiakan dalam kehidupannya.
Perjuangan selanjutnya adalah memperjuangkan persatuan dalam kehidupan kota, tak hanya merayakan keragaman. Ada sebuah pepatah Aceh yang bermakna, "Cilaka rumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub". Persatuan dan keguyuban ini yang harus terus kita perjuangkan, dimulai dari meruntuhkan sekat-sekat interaksi antar segmen masyarakatnya, terutama pemisahan ruang interaksi berdasar kemampuan ekonomi.
Dalam mewujudkan semua prinsip itu, dialog dan musyawarah harus diutamakan melalui mekanisme majelis-majelis perwakilan warga yang dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan. Musyawarah diutamakan untuk menghasilkan kesepakatan dan kesepahaman. "Tuah sakato," kata orang Minang. Dalam kesepakatan berdasar musyawarah itu terkandung tuah kebermanfaatan.
ADVERTISEMENT
Dan di ujungnya, namun menjadi yang terpenting, kita perjuangkan hadirnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Jakarta. Karena hadirnya keadilan sosial ini akan menjadi parameter utama terwujudnya semangat Pancasila di kota ini. Seluruh aspek dan alat pembangunan kota haruslah ditujukan untuk menghadirkan keadilan sosial bagi warga. Termasuk APBD, jelas harus mencerminkan keberpihakan kepada mereka yang belum merasakan keadilan sosial.
Bung Karno dahulu berucap, "Kita hendak membangun satu negara untuk semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tapi semua untuk semua". Maka segala pengambilan kebijakan di kota ini haruslah didasarkan pada kepentingan publik luas. Pengelolaan tanah, air, teluk dan pulau, tidaklah boleh diletakkan atas dasar kepentingan suatu individu, kepentingan suatu golongan, kepentingan suatu perhimpunan, ataupun kepentingan suatu korporasi. Semua untuk semua, Jakarta untuk semua, inilah semangat pembangunan yang akan kita letakkan untuk Jakarta.
ADVERTISEMENT
Jakarta adalah saksi bagaimana sebuah bangsa menempuh jalan terjal mendaki untuk wujudkan mimpi merdekanya. Tanggung jawab kita kini adalah menjadikan Ibukota menjadi kota milik semua. Setiap keluarga dan pribadi kita harus bisa mengatakan dengan penuh rasa syukur, beruntung kita tinggal di Ibukota. Ibukota harus menjadi kota yang manusiawi, kota yang memberikan ruang pada seni, kebudayaan dan tradisi untuk berkembang, sekaligus kota yang kehidupannya membahagiakan. Di ibukota semua harus berkesempatan untuk maju bersama. Jakarta harus Maju Bersama.
Gubernur dan Wakil Gubernur tentu menjadi pemimpin bagi semua dan harus menghadirkan keadilan bagi semua. Namun jelas pula bahwa kami hadir dengan tekad mengutamakan pembelaan yang nyata kepada mereka yang selama ini tak mampu membela diri sendiri, membantu mengangkat mereka yang selama ini terhambat dalam perjuangan mengangkat diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Bang Sandi tadi sudah menegaskan komitmen dan paradigma ke depan tentang pembangunan kota. Bang Sandi sudah jabarkan bagaimana kita akan bersama-sama membangun dan mengelola kampung, jalan, sekolah, puskesmas, pasar, angkot, dan berbagai aspek kota lainnya. Seperti kata Bang Sandi, ini adalah satu langkah bersama ke depan, memastikan Jakarta yang lebih ramah mimpi.
Untuk itu, kami hadir mengajak seluruh warga, menjadikan usaha memajukan kota sebagai sebuah gotong royong, sebuah gerakan bersama. Dalam pembangunan kota ke depan, Gubernur bukan sekadar administrator bagi penduduk kota, bukan pula sekadar penyedia jasa bagi warga sebagai konsumennya. Namun kami bertekad akan menjadi pemimpin bagi kolaborasi warga kota yang berdaya dan turut menjadi perancang dan pelaku pembangunan.
ADVERTISEMENT
Dalam pepatah Banjar dikatakan, "Salapik sakaguringan, sabantal sakalang gulu". Satu tikar tempat tidur, satu bantal penyangga leher. Kiasan ini bermakna hubungan antar elemen masyarakat yang erat, saling setia dan mendukung satu sama lain. Inilah semangat yang hendak kita bangun.
Selain itu, kami mengajak pula seluruh elemen kepemimpinan di kota Jakarta ini, mulai dari jajaran pemerintah daerah, para wakil rakyat, pemimpin lembaga pertahanan, keamanan dan penegakan hukum, untuk memiliki tekad yang sama: menghibahkan hidupnya kepada rakyat Jakarta, bukan sebaliknya, menyedot kekayaan dari kota dan warganya, untuk dibawa pulang ke rumahnya.
Sebuah kearifan lokal dari Minahasa mengingatkan, "Si tou timou tumou tou". Manusia hidup untuk menghidupi orang lain, menjadi pembawa berkah bagi sesama. Sebuah pengingat bagi semua manusia, namun terutamanya bagi para pemimpin. Mohammad Husni Thamrin, seorang putra terbaik Jakarta pernah mengatakan: "Setiap pemerintah harus mendekati kemauan rakyat. Inilah sepatutnya dan harus menjadi dasar untuk memerintah. Pemerintah yang tidak mempedulikan atau menghargakan kemauan rakyat sudah tentu tidak bisa mengambil aturan yang sesuai dengan perasaan rakyat". Ucapan Husni Thamrin ini terpatri dalam patungnya yang berdiri di Lapangan Monas di hadapan kita ini.
ADVERTISEMENT
Saudara-saudara semua, perjuangan kita ke depan adalah perjuangan untuk mewujudkan gagasan, kata dan karya yang selama ini telah kita tekadkan. Dengan tak henti memohon pertolongan kepada Yang Maha Memberi Pertolongan, mari kita bersama berikhtiar mewujudkan Jakarta yang maju setiap jengkalnya, dan bahagia setiap insan di dalamnya.
Tanah Air Indonesia adalah karunia Allah. Ciptaan Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bangsa ini diberikan keindahan dan kekayaan Alam yang tiada tandingnya. Ya, alam Indonesia adalah ciptaan Tuhan, tapi desa, kota dan negara di tanah ini adalah ciptaan manusia. Tuhan menciptakan alam, manusia membentuk kota. Bagaimana kota kita sepenuhnya kembali pada diri kita semua.
Semoga Allah SWT membantu ikhtiar kita, melindungi ibukota, menjadikannya wilayah yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, serta menurunkan keberkahan bagi setiap warganya. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Tiada usaha, kekuatan, dan daya upaya selain dengan kehendak Allah.
ADVERTISEMENT
Wallahu muwafiq ila aqwamith thoriq, billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
--------
Pidato lengkap versi rekaman dari lokasi:
Lembar baru dari Jakarta malam hari ini telah dibuka. Saudara-saudara semua, hari ini lembar baru kembali dibuka untuk perjalanan panjang kota Jakarta. Ketika niat lurus telah dituntaskan, ketika ikhtiar gotong royong dalam makna yang sesungguhnya dan didukung dengan doa yang tanpa henti terus dipanjatkan, maka pertolongan dari Allah telah datang.
Alhamdulillah sebuah fase perjuangan telah terlewati. Hari ini sebuah amanat besar diletakan di pundak kami berdua, sebuah amanat yang harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat.
Hari ini adalah penanda awal perjuangan dalam melahirkan kebaikan, dalam menghadirkan keadilan yang digenapkan oleh seluruh rakyat Jakarta, yaitu maju kotanya, bahagia warganya.
ADVERTISEMENT
Hari ini saya dan Bang Sandi dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur bukan bagi para pemilih kami saja, tetapi bagi seluruh warga Jakarta. Kini saatnya bergandengan sebagai sesama saudara dalam satu rumah untuk memajukan kota Jakarta.
Ikatan yang kemarin sempat tercerai, mari kita ikat kembali, mari kita rajut kembali, mari kita kumpulkan energi yang terserak menjadi energi yang terkumpul untuk membangun kota ini bersama-sama.
Jakarta adalah tempat yang dipenuhi oleh sejarah. Setiap sudut di kota ini menyimpan lapisan kisah sejarah yang dilalui ratusan bahkan ribuan tahun.
Jakarta tidak dibangun baru kemarin. Sejak era Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, hingga kini Jakarta adalah kisah pergerakan peradaban manusia.
Di kota ini, semua sejarah penting Republik ditorehkan. -cerita kramat raya sumpah pemuda, gedung pancasila merumuskan garis besar bagaimana republik didirikan, pegangsaan timur dikumandangkan proklamasi-
ADVERTISEMENT
Di tanah ini, semua cita-cita bangsa diungkapkan. Karena itu, kita tidak boleh di tanah justru janji kemerdekaan tak terlunaskan oleh warganya.
Republik ini menjanjikan kesjahteraan, maka di Ibu Kota harus hadir kesejahteraan. Republik ini menjanjikan perlindungan, maka di Ibu Kota harus ada perlindungan. Republik ini menjanjikan mencerdaskan kehidupan bangsa, maka di Ibu Kota harus hadir ikhtiar mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan ketika Republik ini tegas-tegas mengatakan bahwa visinya adalah menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Insya Allah kita sama-sama tunaikan ikhtiar itu.
Di Ibu Kota harus hadir keadilan sosial bagi seluruh warga Jakarta. Dan Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat. Penjajahan di depan mata itu di Jakarta, selama ratusan tahun betul enggak? Di tempat lain penjajahan mungkin terasa jauh, tetapi di Jakarta, bagi orang Jakarta, yang namanya kolonialisme itu depan mata, dirasakan sehari-hari. Karena itu, bila kita merdeka, maka janji-janji itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta.
ADVERTISEMENT
Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka. Kini saatnya kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan dalam pepatah Madura, itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan, kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme, kita semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di Ibu Kota ini. Dan kita menginginkan Jakarta bisa menjadi layaknya sebuah arena aplikasi Pancasila. Jakarta bukan sekadar kota, dia adalah ibu kota. Maka di kota ini, Pancasila harus mengejawantah, Pancasila harus menjadi kenyataan, setiap silanya harus terasa dalam keseharian.
Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan dalam setiap sendi kehidupan kota. Indonesia bukanlah negara berdasarkan satu agama, namun Indonesia juga bukan sebuah negara yang alergi agama apalagi anti-agama. Ketuhanan selayaknya menjadi landasan kehidupan warga dan kehidupan bernegara sebagaimana sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Yang kedua, prinsip ketuhanan ini kemudian diwujudkan dengan hadirnya rasa kemanusian, hadir rasa keadilan bagi seluruh rakyat tanpa ada yang terpinggirkan, terugikan, apalagi yang tidak dimanusiakan dalam kehidupannya. Karena itu mari kita hadirkan Jakarta yang manusiawi, Jakarta yang beradab sebagaimana prinsip Pancasila sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Perjuangan selanjutnya menghadirkan persatuan dalam kehidupan kota. Tidak hanya kita merayakan keragaman tapi mari rayakan persatuan. Sering kali kita melewatkan soal persatuan. Ada pepatah Aceh bermakna, Cilaka rumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub. Persatuan dan keguyuban ini yang harus kita perjuangkan dimulai dari meruntuhkan sekat-sekat yang menjadi penghalang interaksi antarkomponen masyarakat, terutama pemisah antara ruang bagi mereka yang berkemampuan ekonomi dan tidak. Mari kita hadirkan Jakarta yang bersatu bagi semua karena ruang interaksi terbuka bagi semuanya. Dalam mewujudkan prinsip itu, mari kita kembalikan musyawarah kembali mnjdi tradisi kita sebagaimana sila keempat di dalam pancasila kita yg bunyinya kerakyatan yg dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
ADVERTISEMENT
Karena itu, majelis-majelis warga akan dihidupkan kembali. Semua majelis-majelis rakyat dihidupkan. Kota ini tidak boleh hanya sekadar perintah gubernur sampai ke bawah. Dengarkan kata rakyat maka kita hidupkan seluruh majelis-majelis yang ada di kota ini. Ada banyak sekali majelis, kita hidupkan semuanya. Musyawarah kota terutama untuk menghasilkan kesepakatan dan kesepahaman. Kalau kata orang minang istilahnya, tuah sakato. Dalam kesepakatan berdasar musyawarah itu terkandung tuah tentang kebermanfaatan.
Saudara sekalian, yang kelima di ujungnya dan ini yang paling mendasar. Ini paling penting. Yang kita perjuangkan sama-sama sepanjang kampanye kemarin adalah pelaksanaan sila Kelima yang bunyinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu yang akan kita jadikan pondasi persatuan di Jakarta.
Pada saat dulu Republik ini mau dibuat, pesannya jelas. Kita tidak hendak membangun suatu negara untuk sekelompok orang. Dan Bung Karno mengatakan begini, 'Kita yang membangun satu negara untuk semua, bukan untuk satu orang, bukan untuk satu golongan, bukan untuk golongan bangsawan, maupun golongan orang kaya, tapi untuk semua.'
ADVERTISEMENT
Karena itu saudara sekalian, pengambilan kebijakan di Kota ini haruslah didasarkan pada kepentingan publik. Pengelolaan tanah, pengelolaan air, pengelolaan teluk, dan pengelolaan pulau tidak boleh diletakan atas dasar kepentingan individu (tepuk tangan). Pengelolaan itu semua tidak boleh untuk kepentingan satu golongan, tidak boleh untuk kepentingan satu perhimpunan, tidak boleh untuk kepentingan satu korporasi, tetapi itu untuk kepentingan warga Jakarta semua. Semua untuk semua. Jakarta untuk semua. Inilah semangat pembangunan yang kita letakan sama-sama untuk Jakarta.
Untuk itu izinkan kami mengajak seluruh warga menjadikan usaha, memajukan kota sebagai sebuah gotong royong, sebagai sebuah gerakan pembangunan kota ke depan, gubernur bukan sekadar administrator bagi penduduk kota. Gubernur bukan sekedar penyedia jasa bagi warga yang jadi konsumen, namun kami bertekad untuk bisa melakukan lebih dari itu. Kami ingin bisa bekerja bersama dengan warga Jakarta, berkolaborasi dengan warga Jakarta sebagai perancang dan pelaku pembangunan.
ADVERTISEMENT
Dalam pepatah Banjar dikatakan, salapi sakaguringan sabantal sakala gunung sapu tikar tempat tidur sapu bantal penyangga leher. Kiasan ini bermakna hubungan yang erat antara elemen masyarakat, saling setia dan mendukung satu sama lain.
Inilah Jakarta yang akan kita bangun bersama-sama 5 tahun ke depan. Selain itu, kami mengajak seluruh elemen kepemimpinan di kota Jakarta, mulai jajaran pemerintah daerah, para wakil rakyat, pemimpin lembaga pertahanan, keamanan dan penegakan hukum mari kita memiliki tekad yang sama. Yaitu mari kita sama-sama hibahkan hidup kepada warga Jakarta bukan sebaliknya. Jangan berbalik menjadi menyedot dari kota dan warganya untuk dibawa pulang ke rumahnya. Tapi hadirlah untuk menghibahkan waktu tenaga pikiran keringat untuk kemajuan kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Sebuah kearifan lokal dari Minahasa mengingatkan kita, Si Tou Timou Tumou Tou: manusia hidup untuk menghidupi orang lain, menjadi pembawa berkah bagi semua, sebuah pengingat bagi semua manusia.