Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Sikap AS Bela Israel Sejak Perang Gaza: Veto PBB hingga Sahkan RUU Kontroversial
3 Mei 2024 12:46 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, telah dibanjiri kritik oleh berbagai pihak karena dukungannya yang teguh terhadap Israel dalam konflik di Gaza. Sikapnya itu berimbas protes massal di sejumlah kota dan kampus-kampus ternama AS.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Biden mengeklaim, pihaknya telah meminta Israel untuk meredam serangannya di Gaza. Hingga kini, tercatat lebih dari 34.000 warga Palestina tewas sejak konflik 7 Oktober 2023.
Namun, berbagai keputusan AS dalam menghadapi konflik di Gaza menunjukkan kuatnya keberpihakan terhadap Israel. Dari mulai sikap di berbagai forum PBB hingga RUU kontroversial, seperti apa tindakan AS membela Israel?
1. Sikap di PBB
Sikap AS di PBB dalam menghadapi konflik di Gaza hampir selalu menunjukkan keberpihakannya terhadap Israel.
Dewan Keamanan (DK) PBB menyepakati peningkatan bantuan ke Gaza pada Desember 2023. AS memilih abstain pada pertemuan tersebut.
Di Februari 2024, AS memveto resolusi DK PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza. Washington langsung mendapat kritik tajam atas keputusan itu.
ADVERTISEMENT
Namun akhirnya, pada 26 Maret lalu, DK PBB mengesahkan resolusi gencatan senjata segera di Gaza. Hal tersebut usai AS, untuk pertama kalinya, menyatakan abstain.
Menurut laporan, DK PBB mengadopsi resolusi 2728 (2024) dengan 14 suara setuju, tidak ada yang menentang, dan satu suara abstain (AS).
Berdasarkan ketentuannya, DK PBB menuntut gencatan senjata segera di bulan Ramadan yang mengarah pada gencatan senjata yang berkelanjutan. Resolusi tersebut juga menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera, serta menjamin akses kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan medis dan kebutuhan kemanusiaan lainnya.
Namun, pada kenyataannya, meskipun DK PBB mengesahkan resolusi tersebut, Israel tetap melakukan penyerangan di Gaza selama Ramadan.
Yang terbaru, AS menghentikan langkah Palestina menjadi anggota penuh PBB pada 19 April. Mereka dengan lantang mengajukan veto.
ADVERTISEMENT
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang merekomendasikan agar “Negara Palestina diterima menjadi anggota PBB.”
AS memveto rancangan resolusi tersebut, Inggris dan Swiss memilih abstain, dan 12 anggota DK PBB lainnya mendukung.
2. Penyokong Militer Israel
April 2024 lalu, AS dilaporkan berencana menjatuhkan sanksi terhadap batalyon Netzah Yehuda Israel. Pasukan itu dituduh melakukan pelanggaran HAM serius terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Namun, militer Israel mengatakan tidak mengetahui adanya tindakan tersebut.
Blinken menegaskan akan melarang pemberian bantuan militer kepada individu atau unit pasukan keamanan usai Israel melakukan pelanggaran HAM. Kemlu AS juga telah merekomendasikan agar beberapa unit militer dan polisi Israel didiskualifikasi dari bantuan AS.
Namun, di bulan yang sama, Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui bantuan keamanan ke Ukraina, Israel, dan Taiwan. Total nilainya mencapai USD 95 miliar, dengan USD 26 miliar untuk Israel. Presiden Joe Biden pun menandatangani RUU tersebut.
ADVERTISEMENT
3. RUU Anti-semitisme
DPR AS meloloskan Rancangan Undang-Undang yang memperluas definisi anti-semitisme di tingkat federal. RUU tersebut disahkan pada Rabu (1/5) dengan suara mayoritas 320 berbanding 91. Kebijakan tersebut diusulkan di tengah memuncaknya aksi massal mahasiswa pro-Palestina kampus-kampus ternama AS.
Jika menjadi Undang-Undang, maka akan mengadopsi definisi anti-semitisme yang dibuat oleh International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA) dalam Judul VI Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964.
Hal ini memberikan kekuasaan kepada Kementerian Pendidikan Federal untuk mengambil tindakan terhadap kampus-kampus yang dianggap menoleransi anti-semitisme.
RUU tersebut juga melarang perbandingan apa pun antara kebijakan kontemporer Israel dan kebijakan Nazi.
Meskipun RUU ini dibentuk untuk melawan diskriminasi terhadap komunitas Yahudi, beberapa pihak menyuarakan kekhawatiran bahwa definisi yang lebih luas ini dapat membatasi kebebasan berbicara terkait kebijakan Israel dan mempengaruhi aktivisme pro-Palestina.
ADVERTISEMENT