Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Soal Pelaporan Din Syamsuddin: Tudingan Afiliasi Politik; Tak Ada Pelanggaran
16 Februari 2021 6:54 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, GAR menuding Din Syamsuddin melanggar kode etik sebagai ASN karena pernyataannya konfrontatif terhadap pemerintah. GAR pun mengumpulkan sejumlah bukti, salah satunya keterlibatannya dalam KAMI.
Spekulasi pun bermunculan terhadap GAR. Salah satu isu yang beredar adalah GAR isinya adalah pendukung Jokowi.
Anggota GAR Nelson Napitupulu membantah tudingan itu. Ia menegaskan anggota GAR bukanlah pendukung Jokowi.
"Tidak ada hubungannya, sama sekali tidak ada hubungannya," kata Nelson singkat saat dihubungi, Senin (15/2).
Dalam surat laporannya, GAR mencantumkan nama ribuan alumni pendukung. Tercatat terdapat 2.075 alumni yang mendukung.
Beredar isu para pendukung dan anggota GAR ini merupakan alumnus ITB angkatan tua. Berdasarkan data yang diolah kumparan, alumnus ITB pendukung laporan Din ke KASN kebanyakan memang angkatan 1974. Hal ini juga dibenarkan oleh Nelson.
ADVERTISEMENT
"Silakan dijumlahkan, dihitung, karena itu, ya, faktanya seperti itu. Mau diinterpretasikan seperti apa, ya, itu kan berdasarkan apa yang tertulis," tuturnya.
Nelson tak menjelaskan detail kenapa paling banyak yang mendukung adalah angkatan tua. Sebelumnya, beredar isu yang menyebut angkatan tua ini paling banyak di GAR karena sosok Achmad Sjarmidi, angkatan 1973 Fakultas Biologi ITB.
Sjarmidi ini biasa dikenal Mamid. Sosok Mamid ini yang dikait-kaitkan dengan sepak terjang GAR dan isu yang diusung soal antiradikalisme, termasuk islamofobia. Namun, hal itu dibantah oleh Nelson.
"Kalau ada broadcast Islamofobia itu kan opini yang coba dibangun oleh pihak yang tidak setuju dengan laporan GAR ITB," ujar Nelson.
KASN soal Pelaporan Din Syamsuddin oleh GAR ITB
ADVERTISEMENT
"Tetapi tidak ada pernyataan apa pun dari KASN yang terkait adanya pelanggaran radikalisme tersebut," kata Agus saat dihubungi.
Agus juga menyebut pihaknya tidak menemukan dugaan pelanggaran yang dituduhkan GAR ITB terhadap Din. Penilaian itu, kata Agus, dilakukan KASN setelah mendapatkan laporan dari GAR ITB.
"Belum ada bukti apa pun terkait laporan dugaan pelanggaran tersebut," tuturnya.
Pihaknya juga tidak akan memberikan rekomendasi lebih lanjut atas pelaporan yang disampaikan GAR ITB. Laporan GAR ITB ditindaklanjuti sebagai bagian dari bentuk pelayanan masyarakat yang dilakukan KASN.
"Kami tidak memberikan rekomendasi apa pun dan hanya meneruskan laporan GAR ITB sebagai bentuk pelayanan masyarakat reguler yang kami lakukan," jelasnya.
Untuk proses selanjutnya, Agus telah menyerahkannya kepada pihak Satgas Radikalisme Kementerian Agama. Meski begitu, ia menegaskan sejauh ini tidak ada pernyataan apa pun dari KASN terkait dugaan pelanggaran, seperti yang diarahkan GAR ITB kepada Din.
Respons JK, Natalius Pigai, dan PAN
Terkait tuduhan radikalisme terhadap Din Syamsuddin, eks Wapres Jusuf Kalla mengaku tidak setuju. Menurut dia, Din adalah sosok yang sangat toleran dan merupakan pelapor dialog antar agama di kancah internasional.
ADVERTISEMENT
“Pak Din sangat tidak mungkin radikal, dia adalah pelopor dialog antar agama dan itu tingkatannya internasional. Saya sering bilang ke dia 'Pak Din, Anda ini lebih hebat daripada Menlu, selalu keliling dunia hanya berdiskusi dalam hal perdamaian dan inter religius'. Jadi orang begitu tidak radikal, sama sekali tidak radikal," kata JK dalam keterangannya.
Sementara terkait status ASN yang dipermasalahkan GAR ITB, JK menjelaskan Din bukan ASN yang berada di struktur pemerintahan, melainkan fungsional akademis. Sehingga sebagai seorang akademisi, ia diperbolehkan mengkritik pemerintah.
“ASN itu terbagi dua. Ada ASN yang berada dalam struktur pemerintahan, itu ASN yang tidak boleh kritik pemerintah karena dia berada dalam struktur pemerintah. Ada ASN akademis sebagai dosen dan sebagainya, nah di situlah posisi Pak Din," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan soal etik mengkritik sebagai ASN. Tapi dia mempergunakan suatu keilmuannya untuk membicarakan sesuatu," lanjutnya.
Menurut JK, ASN berprofesi dosen yang berpandangan kritis kepada pemerintah bukan hanya Din. Ada banyak ASN lain yang memiliki pandangan yang berbeda dengan pemerintah dan hal itu tidak menjadi masalah.
Sehingga, JK meminta semua pihak menghormati pandangan tersebut karena pandangan itu adalah pandangan profesional. JK pun memberikan contoh kritik yang disampaikan Majelis Rektor atau Faisal Basri yang merupakan dosen di UI.
Mereka selalu memberikan pandangan yang berbeda dari pemerintah dan tidak pernah dilaporkan.
“Yang berpandangan kritis ke pemerintah bukan Pak Din saja, tapi ada juga Majelis Rektor dari seluruh negeri kadang membuat pandangan yang berbeda dari pemerintah dan itu tidak apa-apa. Dosen-dosen universitas katakanlah di UI ada Pak Faisal Basri, dia kan selalu kritik pemerintah itu tidak apa-apa, dia profesional, dan itu tidak melanggar etika ASN kecuali kalau dia sebagai Dirjen kemudian mengkritik pemerintah, itu baru salah," jelasnya.
Aktivis HAM, Natalius Pigai, melalui cuitan di akun Twitter pribadinya mendukung Din dengan menyebut sangat mengenal sosok Din dan kecewa dengan tuduhan tersebut. Ia menilai, tuduhan tersebut memiliki tujuan untuk mencemarkan nama baik Din Syamsuddin sebagai tokoh yang nasionalis dan toleran.
ADVERTISEMENT
"Saya sangat kenal Prof Dr. Dien Syamsudin. Beliau tokoh yang toleran, egaliter, nasionalis dan intelektual Islam yang moderat. Jika ada yang menuduh Prof Dien sebagai radikal, maka tujuannya hanya untuk membenamkan tetajaman asa dan karakter Dien Syamsudin sebagai Pengawal Kebhinekaan dan Pancasila," tulis Natalius.
Dukungan juga datang dari anggota DPR Fraksi PAN, Guspardi Gaus. Ia menilai tuduhan radikal terhadap Din keliru dan menyesatkan, dan bisa berpotensi sebagai pencemaran nama baik dan masuk ke ranah pidana.
"Tuduhan itu bisa diduga sebagai pencemaran nama baik dan menyampaikan ujaran kebencian dan ini sudah masuk ranah tindak pidana. Delik pencemaran nama baik diatur dalam KUHP maupun UU ITE," ujar Guspardi.
Guspardi mengaku sangat mengenal sosok Din Syamsuddin sejak 1976 saat keduanya menempuh kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Menurutnya, Din merupakan tokoh yang memperjuangkan perdamaian dan antiradikalisme.
ADVERTISEMENT
"Saya sangat tahu persis siapa Din. Selama bergaul dengan beliau sampai hari ini saya mengenal betul sosok Din sebagai aktivis dan tokoh yang gigih memperjuangkan perdamaian dan anti radikalisme. Kok malah dituduh radikal. Tidak habis pikir saya sosok Din dituduh semacam itu," kata dia.
"Prof Din justru merupakan tokoh Islam moderat yang menggagas konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Negara Kesaksian) yang kemudian disepakati oleh Muktamar Muhammadiyah 2015 sebagai pedoman umat Islam guna mengisi Negara Pancasila," sambung Guspardi.
Petisi Online Tuntut GAR ITB Minta Maaf
Dukungan terhadap Din terus berdatangan dari masyarakat. Salah satunya dengan munculnya petisi online yang menuntut GAR ITB minta maaf terhadap Din.
ADVERTISEMENT
Petisi itu dimuat dalam situs change.org dengan judul 'Pak Din Syamsuddin Tidak Radikal'. Inisiator petisi tersebut adalah David K Alka, Direktur Center for Moderat Moslem periode 2004-2008.
"Saya harap GAR ITB minta maaf ke Pak Din dan juga Presiden Jokowi yang namanya terseret-seret sehingga menimbulkan ketidaknyamanan," ujar David melalui keterangan tertulisnya.
Dalam petisi itu, David menuliskan, laporan terhadap Din Syamsuddin terkait radikalisme merupakan absurd dan salah alamat. Ia menilai GAR ITB mengada-ada dalam melaporkan dugaan tersebut kepada Komisi Aparat Sipil Negara (KASN).
"GAR ITB jangan merusak jalan Islam moderat yang sedang dibangun Presiden Jokowi. Pak Din itu salah satu tokoh Islam moderat, seperti halnya Kiai Said Aqil, Prof Haedar Nashir, Prof Azyumardi Azra dan lain-lain," tambahnya.
ADVERTISEMENT