Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tahun Lalu, KPK Pecat Novel Baswedan Dkk dengan Dalih TWK
30 September 2022 10:50 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Tanggal 30 September menjadi salah satu momen tak terpisahkan dari KPK . Setahun lalu, pada tanggal tersebut, KPK memecat puluhan pegawainya.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 57 pegawai yang dipecat KPK. Mereka dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK ).
Tes tersebut digelar oleh KPK era Pimpinan Firli Bahuri dkk dengan dalih perintah Undang-Undang baru terkait lembaga antirasuah. Yakni, pegawai KPK harus beralih status menjadi ASN.
Padahal, mereka yang dipecat ialah pegawai yang bertahun-tahun mengabdi di KPK. Mulai dari para penyidik senior seperti Novel Baswedan dan Ambarita Damanik; Raja OTT, Harun Al Rasyid; Ketua Wadah Pegawai, Yudi Purnomo; hingga sekelas Direktur, Giri Suprapdiono; dan Deputi, Herry Muryanto. Integritas dan kinerja mereka tak perlu lagi diragukan.
Namun, karena TWK, mereka harus pergi dari KPK. Tak hanya dipecat, TWK juga membuat mereka menjadi dicap 'tak bisa lagi dibina'.
ADVERTISEMENT
Meski sudah ada temuan Komnas HAM dan Ombudsman soal penyimpangan TWK, KPK tetap bergeming. Firli Bahuri dkk tetap meneken SK pemecatan yang berlaku per 30 September 2021.
"Kami berupaya berantas korupsi sungguh-sungguh, tapi justru kami malah diberantas," kata Novel Baswedan kala itu.
Awal Mula TWK
Alih status pegawai KPK dengan lewat TWK dicetuskan Firli Bahuri lewat Peraturan Komisi (Perkom) KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN.
Tepatnya, itu diatur dalam pasal 5 ayat (4) Perkom tersebut: (4) Selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk memenuhi syarat ayat (2) huruf b dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.
ADVERTISEMENT
Aturan itu disebut-sebut sebagai turunan dari UU dan PP terkait KPK. Namun, TWK kemudian diduga diselundupkan untuk masuk dalam Perkom.
TWK diduga diselipkan di akhir-akhir pembahasan Perkom sebelum pengesahan. Ada sejumlah lembaga yang membahas soal aturan itu, yakni KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PAN-RB, Badan Kepegawaian Negara, Komisi ASN, hingga Lembaga Administrasi Negara.
Tapi dalam upaya penyelundupan aturan TWK ini, Firli Bahuri disebut berperan utama. Ia diduga sengaja menyelundupkan sistem TWK untuk menyasar pegawai tertentu.
TWK kemudian digelar pada 18 Maret hingga 9 April 2021. KPK dan BKN menggandeng BIN, BNPT, BAIS, serta Dinas Psikologi TNI AD.
Hasilnya ialah: Pegawai yang Memenuhi Syarat (MS) 1.274 orang dan Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) 75 orang.
ADVERTISEMENT
Kala itu, ada tiga pegawai yang tidak mengikuti TWK karena sedang berada di luar negeri. Mereka kemudian ikut TWK susulan. Hasilnya, dua orang lulus dan satu lagi tidak. Pegawai yang lulus TWK kemudian dilantik menjadi ASN pada 1 Juni 2021.
"Kami ingin menegaskan sore ini, tidak ada kepentingan KPK apalagi pribadi atau kelompok. Tidak ada niat KPK usir insan KPK dari lembaga ini," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, 5 Mei 2021.
"Kami sampaikan tidak ada keputusan KPK diambil atas keputusan individu atau desakan seseorang, pimpinan KPK adalah kolektif kolegial sehingga putusan pimpinan KPK bulat, dan kami bertanggung jawab bersama-sama," imbuh dia.
Kontroversi TWK
TWK ini memang sejak awal sengaja dibuat-buat. Banyak kontroversi di dalamnya tak ada kaitannya dengan kepegawaian atau pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Misalnya pertanyaan-pertanyaan soal apakah salat subuh memakai doa qunut, bila pacaran ngapain saja, kenapa belum menikah, hingga "Islamnya, Islam apa".
Selain itu, para pegawai KPK yang menjalani tes pun diminta untuk memberikan pernyataan sikap atas sejumlah isu. Mulai dari isu terorisme, HTI, FPI, hingga Habib Rizieq.
Hal-hal tersebut di atas kemudian membuat pegawai yang dipecat ini melaporkan ke Dewas KPK, Ombudsman, dan Komnas HAM.
Namun Dewas KPK menyatakan tidak ada cukup bukti Pimpinan KPK melanggar etik.
Sementara Ombudsman menemukan adanya penyimpangan. Ombudsman menilai ada malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK.
Temuan Komnas HAM bahkan lebih mendetail. Mereka mengkonfirmasi adanya upaya untuk menyingkirkan pegawai KPK melalui TWK. Sebagian besar di antaranya sudah dilabeli "Taliban". Padahal, stigma itu merupakan isu yang tidak jelas kebenarannya.
Lebih jauh, Komnas HAM bahkan menemukan ada 11 pelanggaran hak asasi dalam tes alih status menjadi ASN itu.
ADVERTISEMENT
Beberapa poin rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM adalah memulihkan status dan mengangkat puluhan pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus asesmen TWK menjadi ASN.
Namun, hasil TWK menyatakan ada 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk menjadi ASN.
Label Merah Tidak Bisa Dibina
Polemik TWK saat itu sempat membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara. Dia meminta TWK hendaknya tak jadi dasar pemberhentian pegawai KPK.
ADVERTISEMENT
Atas pernyataan itu, KPK menggelar koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (Kemenpan), Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Kementerian Hukum dan HAM pada Mei 2021.
Namun hasilnya ialah nasib 75 pegawai tak lulus TWK dibagi menjadi dua: bisa dibina dan tidak bisa dibina. Ada 51 pegawai yang dinyatakan tidak bisa dibina dengan indikator merah. Mereka akan tetap dipecat.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 18 orang kemudian dibina dan lulus. Mereka sudah turut dilantik menjadi ASN. Tersisa 56 pegawai KPK yang masuk daftar pemecatan dipecat. Satu pegawai masuk masa pensiun saat polemik TWK itu belum usai.
KPK kembali berdalih bahwa keputusan pemecatan ini berdasarkan rapat pada 13 September 2021. Rapat ini menindaklanjuti putusan MK dan MA terkait TWK.
Untuk 56 pegawai, mereka diberhentikan per 30 September 2021.
Belakangan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan tertarik merekrut para eks pegawai KPK itu. Mereka ditawari menjadi ASN di Polri.
Total ada 44 orang yang bersedia untuk bergabung dengan Polri, termasuk Novel Baswedan. Sedangkan 12 sisanya menyatakan tak bersedia bergabung sebagai ASN Polri dengan berbagai pertimbangan.
ADVERTISEMENT
Hal yang kembali menambah daftar pertanyaan alasan KPK memecat mereka. KPK menyatakan para pegawai itu tak layak menjadi ASN. Namun, kenyataannya, mereka kini diterima sebagai ASN Polri.