Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Taiwan Bantah Ada Kerja Paksa Terhadap Mahasiswa Indonesia: Itu Hoaks
4 Januari 2019 14:17 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah Taiwan membantah adanya kerja paksa terhadap para mahasiswa Indonesia di negara mereka. Menurut Taiwan, kabar yang ramai beredar dan memicu keresahan itu adalah hoaks.
ADVERTISEMENT
“Saya ingin mengklarifikasi bahwa tidak benar bahwa ada pemaksaan mahasiswa untuk bekerja, dan juga tidak benar bahwa mahasiswa dipaksa makan babi,” kata Ketua Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) John C Cheng dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (4/1).
“Itu betul-betul tidak benar, itu adalah berita hoaks,” kata John lagi.
Taiwan tidak memiliki Kedutaan Besar di Jakarta karena kebijakan satu China yang dianut Indonesia. TETO dianggap sebagai perwakilan pemerintah Taiwan di negara-negara mitranya.
Bantahan TETO disampaikan menyusul munculnya laporan di media China Times soal kerja paksa mahasiswa Indonesia peserta program pendidikan New Southbound Policy (NSP) bernama Industry Academia Collaboration. Di bawah program ini, mahasiswa dapat bekerja magang sembari kuliah di Taiwan .
ADVERTISEMENT
Namun menurut seorang anggota parlemen Partai Kuomintang bernama Ko Chih-en kepada China Times, sebanyak 300 mahasiswa Indonesia peserta NSP di Universitas Hsing Wu mengalami kerja paksa.
Mahasiswa, kata dia, dipaksa kerja dari Minggu hingga Rabu, selama 10 jam setiap hari. Padahal dalam aturannya mereka hanya boleh bekerja 20 jam per minggu. Selain itu, kata Ko, mahasiswa Indonesia yang kebanyakan Muslim disajikan makanan yang tidak halal di pabrik-pabrik tempat mereka bekerja.
John kepada para wartawan Indonesia mengatakan pemerintah Taiwan telah memastikan kabar ini bohong. Tiga orang perwakilan pemerintah Indonesia, kata John, telah berkunjung ke Taiwan pada 28 Desember 2018 hingga 3 Januari 2019 untuk mengonfirmasi kabar ini langsung kepada mahasiswa.
ADVERTISEMENT
“Berdasarkan seluruh mahasiswa di sana, tidak benar mereka dipaksa dan semua peraturan kampus sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang,” kata John.
John mengatakan bahwa TETO telah melakukan pengawasan secara berkala akan program magang ini jauh sebelum masalah mencuat, tepatnya sejak program dimulai pada 2017. Jika terbukti ada kampus yang melanggar, TETO pun tidak segan memberi sanksi.
“Mungkin ada beberapa bagian yang membutuhkan perbaikan, tetapi tidak ada aktivitas ilegal berupa kekerasan atau pemaksaan terhadap murid,” kata John.
Sebelumnya kampus Hsing Wu juga telah mengeluarkan bantahannya soal tuduhan kerja paksa. Menurut mereka, tuduhan tersebut merugikan pihak universitas.
Bantahan yang sama disampaikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Taiwan dalam pernyataan di situs mereka pada Rabu lalu. PPI mengatakan, kata "kerja paksa" tidak tepat karena mahasiswa diberikan gaji sesuai dengan jam kerja mereka.
ADVERTISEMENT
"Memang ada kelebihan jam kerja dari yang telah ditentukan (20 jam per minggu untuk pelajar). Seluruh jam kerja yang dilakukan tetap diberikan gaji dan kata 'kerja paksa' sebenarnya kurang tepat untuk hal ini. Sejauh ini ada beberapa mahasiswa yang mengeluh capek dan ada juga beberapa mahasiswa yang menikmati hal ini," ujar laporan PPI.
Menurut data Kementerian Luar Negeri RI, saat ini ada 6.000 mahasiswa Indonesia di Taiwan, 1.000 di antaranya peserta skema kuliah-magang. Selagi penyelidikan berlangsung, Indonesia menghentikan pengiriman mahasiswa ke Taiwan.
PPI sementara itu mendesak pemerintah menempatkan staf pendidikan setara atase untuk membantu "mengelola, memonitoring, dan mengevaluasi program-program kerja sama yang ditawarkan antara Indonesia dan Taiwan."