Tampang Ketua PN Jaksel yang Jadi Tersangka Suap Terkait Vonis Kasus Ekspor CPO

13 April 2025 4:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta ditangkap Kejagung RI, Sabtu (13/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta ditangkap Kejagung RI, Sabtu (13/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap untuk mengatur vonis kasus korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021-Maret 2022.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus tersebut, ada tiga terdakwa korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Selain Arif, Kejagung juga telah menetapkan beberapa orang lainnya sebagai tersangka, yakni:
Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta ditangkap Kejagung RI, Sabtu (13/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
“Setelah pemeriksaan saksi-saksi, penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” Dirdik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, i Kejagung, Jakarta Selatan, Sabtu (12/4) malam.
Usai jumpa pers penetapan tersangka, Arif terlihat keluar gedung untuk menuju mobil tahanan. Arif nampak menggunakan baju tahanan Kejagung dengan tangan diborgol.
Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta ditangkap Kejagung RI, Sabtu (13/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
Dia juga memakai topi berwarna putih. Tak ada kalimat apa pun yang dilontarkan oleh Arif saat digiring ke mobil tahanan.
ADVERTISEMENT
Selain Arif, tiga tersangka lain juga turut digiring ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan.
Pengacara, Marcella Santoso saat ditangkap Kejagung RI, Sabtu (12/4). Foto: Abid Raihan/kumparan

Diduga Terima Suap Rp 60 M

Arif diduga menerima uang sebesar Rp 60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto, yang merupakan pengacara terdakwa korporasi kasus mafia minyak.
Saat penanganan kasus ini, Arif masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan putusan onstlag atau bersalah namun bukan tindakan pidana. Majelis hakim pun membebaskan mereka dari seluruh dakwaan pada 19 Maret 2025.
Uang itu diberikan kepada Arif melalui seorang Panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan. Saat kasus itu, Wahyu merupakan panitera di PN Jakarta Pusat.
Konferensi Pers Penetapan Tersangka Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta di Kejagung RI, Jakarta Selatan pada Sabtu (12/4). Foto: Abid Raihan/kumparan
“Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar, dimana pemberian suap tersebut atau gratifikasi diberikan melalui WG, WG tadi saya sebut panitera,” kata Qohar.
ADVERTISEMENT
“Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara dimaksud agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut memberikan putusan onslagt,” tuturnya.

Latar Belakang Kasus

Kasus suap tersebut berkaitan dengan kasus korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) periode Januari 2021-Maret 2022.
Dalam kasus tersebut, Kejagung menetapkan 5 tersangka. Mereka adalah eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; mantan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master, Parulian Tumanggor; mantan Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alamlestari, Stanley MA; mantan General Manager (GM) Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Tim Asistensi Menko Bidang Ekonomi, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Dalam kasus ini, Weibinanto mengobral izin ekspor kepada sejumlah eksportir. Untuk memuluskan aksinya, Weibinanto bekerja sama dengan Indra Sari dan menguntungkan sejumlah pihak. Kasus ini dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Pada sidang perdana, mereka didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6 Triliun dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12,3 triliun.
Singkat cerita, kasus ini berkembang dan menyeret tiga grup korporasi minyak goreng, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Kemudian pada sidang putusan, ketiga grup tersebut dinyatakan bersalah, namun bukan suatu tindakan pidana atau ontslag van alle recht vervolging. Karena itu, majelis hakim memvonis agar ketiga grup tersebut bebas dari segala tuntutan hukum jaksa penuntut umum (JPU).
Sementara, merujuk pada keterangan resmi Kejaksaan Agung, JPU menuntut para terdakwa agar membayar sejumlah denda dan denda pengganti.
PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur PT Wilmar Group, Tenang Parulian dapat disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, Tenang dikenakan subsider pidana penjara 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Lalu, Permata Hijau Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26. Jika tidak dibayarkan, harta pengendali lima korporasi di bawah Permata Hijau Group, David Virgo dapat disita dan dilelang. Bila tidak mencukupi, ia dikenakan subsider penjara selama 12 bulan.
Bagi terdakwa Musim Mas Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
Jika tidak dibayarkan, harta milik Direktur Utama Musim Mas Group, Gunawan Siregar dan sejumlah pihak pengendali korporasi di bawah Musim Mas Group dapat disita dan dilelang. Bila tidak cukup, mereka mendapatkan subsider penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa diyakini melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) Jo. pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
ADVERTISEMENT