Tolak Pansus TKA, Golkar Minta DPR Panggil Pemerintah Jelaskan Perpres

2 Mei 2018 9:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Sarmuji, Kader Partai Golkar. (Foto: Twitter @DPP_Golkar)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Sarmuji, Kader Partai Golkar. (Foto: Twitter @DPP_Golkar)
ADVERTISEMENT
Sejumlah anggota fraksi di DPR seperti PAN, Gerindra, dan PKS menandatangani draf pembentukan Pansus Tenaga Kerja Asing (TKA), sebagai bentuk penolakan atas Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing.
ADVERTISEMENT
Namun, hal yang sama tak akan dilakukan oleh Golkar. Anggota Fraksi Golkar Sarmuji mengatakan, Golkar tidak akan mendukung pembentukan pansus tersebut.
"Kalau dituliskan pansus, jadi kami enggak akan tanda tangan," kata Wasekjen Golkar itu kepada kumparan (kumparan.com) saat dihubungi, Rabu (2/5).
Sebagai partai pendukung pemerintah, Golkar, kata Sarmuji, lebih memilih untuk meminta klarifikasi dari pemerintah. Menurutnya, sebaiknya DPR lewat Komisi IX memanggil pemerintah untuk duduk bersama dan menjelaskan soal perpres yang menuai polemik tersebut.
Amien Rais Sobek Topeng Bertulis TKA (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Amien Rais Sobek Topeng Bertulis TKA (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
"Kami bahkan mengklarifikasi soal instrumen, kita enggak bersepakat. Kita sih lebih Komisi IX memanggil pemerintah sampai sejelas-jelasnya. Biar publik tahu," jelas anggota Komisi XI DPR itu.
Sarmuji menilai, isu TKA yang menyebar di masyarakat sebenarnya tak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Apalagi, jika dibandingkan, jumlah TKA yang ada di Indonesia tak sebanding dengan jumlah TKI yang bekerja di luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Mereka memobilisasi seolah-olah benar terjadi banjir TKA. Kenyataannya berapa jumlah TKA di Indonesia? Sedikit dibandingkan proporsi TKI kita, dan kemarin juga sudah dibandingkan. Indonesia sedikit," pungkasnya.
Sementara itu, syarat untuk membentuk Pansus Angket TKA adalah harus mengumpulkan 25 tanda tangan dan minimal diikuti oleh 2 fraksi di DPR.