Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ulama Aceh Harap Kasus Nelayan Minta Suntik Mati Disudahi: Banyak Solusi Lain
28 Januari 2022 13:53 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menilai sikap hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe, menolak permohonan suntik mati nelayan bernama Nazaruddin Razali adalah sikap yang tepat.
ADVERTISEMENT
Ketua MPA Aceh Tgk H Faisal Ali atau disapa Lem Faisal, mengatakan selain suntik mati atau euthanasia belum dilegalkan di Indonesia juga dilarang dalam agama.
“Apa yang diputuskan oleh pengadilan itu adalah sesuatu yang cukup tepat,” kata Lem Faisal saat dihubungi kumparan, Kamis (28/1).
Lem Faisal menyarankan Nazaruddin sebagai pemohon bersama nelayan lainnya mencari jalan keluar yang lebih bijak dan tepat, karena masih banyak solusi yang bisa dilakukan.
“Masih banyak solusi lain, tidak boleh minta suntik mati lebih baik mencari cara lain. Masih banyak solusi dalam Islam. Kita tidak boleh putus asa, kadang-kadang tidak ada rezeki di satu tempat, ketika pergi ke tempat lain malah lebih banyak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Lem Faisal mengharapkan, para nelayan tersebut jangan menempuh langkah hukum selanjutnya seperti mengajukan kasasi. Katanya, seseorang manusia itu tidak boleh putus asa ketika menghadapi suatu masalah.
“Berharap kepada nelayan, kasus ini sudah cukup sampai di sini saja. Jangan lagi mengambil langkah hukum selanjutnya. Di situlah pentingnya keimanan, pentingnya ilmu pengetahuan, jadi keimanan kita tidak boleh putus asa. Lebih baik mencari solusi lain dengan pemerintah setempat mudah-mudahan Allah memberikan jalan terbaik,” ungkap Lem Faisal.
Sementara itu, Kuasa hukum Safaruddin, mengatakan saat ini pihaknya masih bermusyawarah dengan pemohon dan nelayan di waduk Pusong, Kecamatan Banda Sakti, terkait putusan pengadilan.
“Sedang dimusyawarahkan dengan keluarga dan warga. Pilihan ada dua, menerima atau kasasi,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Diberitakan sebelumnya, seorang nelayan asal Lhokseumawe, Aceh, Nazaruddin Razali, mengajukan surat permohonan euthanasia atau suntik mati ke Pengadilan Negeri Lhokseumawe.
Permohonan eutanasia bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor sehingga Nazaruddin nekat melayangkan permohonan itu.
Musabab utamanya berawal dari larangan aturan pemerintah Kota Lhokseumawe kepada warga untuk melakukan budidaya ikan di dalam waduk Pusong kota setempat.
Sejak kecil, orang tua pemohon sudah menggantungkan hidup sebagai nelayan dan petani keramba jaring apung tradisional di selat kecil yang saat ini sudah dijadikan Waduk Pusong oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe sejak beberapa tahun yang lalu.
Sejak waduk itu dibangun, kata Safaruddin, pemohon sebagai nelayan dan petani keramba jaring apung tradisional masih melakukan aktivitas seperti biasa di dalam waduk tersebut sampai dengan saat ini.
ADVERTISEMENT
Wali Kota Lhokseumawe kemudian mengeluarkan perintah larangan melakukan budidaya ikan di dalam Waduk Pusong. Membongkar keramba milik masyarakat di dalam waduk secara mandiri selambatnya 20 November 2021.
Selain itu, sebut Safaruddin, pihak kecamatan Banda Saksi juga pernah menyampaikan ke media massa kalau Waduk Pusong adalah pembuangan limbah dari rumah Sakit dan rumah tangga. Sehingga, ikan yang dibudidaya oleh petani keramba tidak sehat untuk dikonsumsi.
“Akibat dari berita itu, pendapatan pemohon dan warga petani keramba menjadi menyusut, karena masyarakat yang biasanya menjadi konsumen dan petani lainnya tidak lagi membeli hasil dari petani keramba di Waduk Pusong. Kondisi ini membuat Pemohon dan para petani keramba menjadi sangat tertekan,” tuturnya.
Pada Kamis (27/1) dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan, majelis hakim PN Lhokseumawe menolak permohonan suntik mati yang diajukan Nazaruddin. Salah satu pertimbangannya ialah, suntik euthanasia belum dilegalkan di Indonesia.
ADVERTISEMENT