Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Upaya Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memberantas ekstremisme dalam Islam dipaparkan di Norwegia. Kedua organisasi dinilai telah melakukan upaya damai untuk menghilangkan ekstremisme.
ADVERTISEMENT
Pemaparan upaya NU dan Muhammadiyah tersebut disampaikan dalam seminar berjudul ‘Challenging Islamic Extremism in Indonesia’ yang diselenggarakan KBRI Oslo dan Peace Research Institute Oslo (PRIO) pada Kamis, 20 Juni 2019 lalu.
Dalam seminar tersebut, sejumlah tokoh dari Indonesia yaitu Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, dan Prof. Dr. Franz Magniz Suseno hadir memberi paparan. Turut pula hadir sebagai pembicara Yenni Wahid, Direktur Wahid Institute serta Marte Nilsen dan Trond Bakkevig, peneliti dari PRIO.
Seminar dibuka oleh Dubes RI untuk Norwegia merangkap Islandia, Todung Mulya Lubis. Dalam pidato pembukaannya, Todung menyebut kemunculan kelompok Islam radikal dan pemikiran ekstremisme di Indonesia merupakan sesuatu yang tidak dapat disanggah.
“Indonesia merupakan negara yang besar, dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran ekstremisme dan radikalisme mulai masuk ke sejumlah kelompok Islam di Indonesia," sebut Todung seperti dikutip dari keterangan pers KBRI Oslo kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
"NU dan Muhammadiyah, sebagai dua organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat vital dalam membina masyarakat dan menjaga agar pemikiran ekstremisme dan radikalisme tidak berkembang lebih jauh lagi di kelompok masyarakat muslim Indonesia,” ujar Todung.
Sementara itu, saat menyampaikan paparan, Azra menjelaskan mengenai peran penting yang dimainkan NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Muslim terbesar di Indonesia dalam melawan isu radikalisme dan ekstremisme Islam.
Ia menjelaskan dua organisasi itu, berpengaruh dalam memainkan proses mediasi dan menjembatani seluruh lapisan masyarakat dengan pemerintah, dan menjadi aktor penting dalam menciptakan dan menjaga perdamaian.
"NU dan Muhammadiyah juga sejak 2002 telah lebih banyak melakukan tindakan serius untuk melawan citra Islam yang keras dan tidak toleran, dan berupaya membangun citra Islam yang damai dan melindungi seluruh umat beragama lainnya," sebut Azra.
Ditambahkan oleh Prof. Magniz-Suseno, Indonesia menjadi sebuah negara yang besar hingga saat ini tidak terlepas dari adanya rasa saling percaya dan toleransi antar pemeluk agama dan juga organisasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Keberhasilan Indonesia hingga saat ini sebagai negara yang damai, toleran, progresif, dan sukses secara ekonomi tidak dapat dilepaskan dari pengaruh besar yang dimainkan NU dan Muhammadiyah," kata Prof. Magniz-Suseno.
"Kedua organisasi tersebut secara konsisten memberikan dukungannya kepada pluralisme, kebebasan beragama, demokrasi dan penolakan terhadap Islam yang radikal dan ekstrem," jelas dia.
Dirinya menambahkan bahwa kehadiran NU dan Muhammadiyah justru memberikan perlindungan bagi kelompok minoritas.
“Intinya, sebagai pendeta Katolik dan bagian dari kelompok minoritas saya mengakui NU dan Muhammadiyah meskipun jadi mayoritas tidak pernah menjadi ancaman bagi kami kelompok minoritas. Sebaliknya, kehadiran kedua organisasi ini di tengah masyarakat Indonesia memberikan rasa aman dan jaminan bahwa nilai-nilai pluralisme dan toleransi akan tetap terjaga dan tumbuh di Indonesia”, tutur Romo Magnis.
ADVERTISEMENT
Di seminar itu Yenny Wahid menyampaikan bahwa peran dan pengaruh NU dan Muhammadiyah dalam menghadapi ekstremisme dan radikalisme seharusnya dapat juga merambah negara lain di luar Indonesia.
Yenny berpendapat bahwa setiap orang bisa saja terpengaruh pemikiran radikalisme dan ekstremisme. Untuk itu, NU dan Muhammadiyah harus dapat memainkan membuat tidak hanya kontra narasi tetapi juga kontra identitas agar masyarakat muslim Indonesia dapat lepas dari pengaruh radikalisme dan ekstremisme.