Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Varian Delta Dominasi Dunia hingga 98%, Varian Mu Tak Sampai 1%
30 September 2021 14:59 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Virus corona penyebab COVID-19 yang terus bermutasi saat ini masih mengancam dunia dengan peluang munculnya gelombang kasus selanjutnya. Walau terus bermutasi, virus corona ini faktanya jauh lebih stabil dari virus RNA lainnya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, salah satu mutasinya yang dikenal dengan nama varian Delta kini telah mendominasi kasus infeksi di dunia. Besarannya pun tak main-main, yakni mendekati 100%. Hal ini disampaikan oleh ahli virologi dari Universitas Udayana, Prof. I Gusti Ngurah Kade Mahardika.
"Ada beberapa virus ini jadi varian, dari virus Wuhan, kemudian ada Alpha di Inggris, Beta di Afrika Selatan, Delta di India dan ada Mu di Amerika Selatan. Dari sifat ini, dari Delta yang sangat dominan di dunia ini 98% virus yang bersirkulasi adalah varian Delta," kata Mahardika dalam dialog virtual yang ditayangkan di Youtube BNPB, Kamis (30/9).
Selain Delta, terdapat varian lain yang juga termasuk dalam daftar variants of concern (VOC). Namun varian tersebut seperti Alpha, Beta, dan Gamma, penularannya dan sehebat Delta. Sehingga, keberadaannya pun terkalahkan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, varian yang masuk dalam daftar variants of interest (VOI) yang kini tengah dikhawatirkan banyak orang yaitu varian Mu . Varian yang pertama kali dideteksi di Kolombia ini dianggap punya potensi menyebar yang lebih kuat dari Delta.
Hingga saat ini anggapan tersebut masih belum punya cukup banyak bukti kuat. Sebab, varian Mu yang pertama kali terdeteksi pada Januari lalu ini tak sampai 1% di dunia.
Varian Mu paling banyak ditemukan di Amerika Selatan. Di Kolombia, 36% sampel yang diperiksa merupakan varian tersebut.
"Sedangkan varian Mu itu hanya di bawah 1%. Jauh rendah daya tularnya dibandingkan Delta," ungkapnya.
Walau varian Delta mendominasi dan varian-varian lainnya juga bermunculan, Mahardika mengatakan bahwa seluruh varian belum ada yang mampu disebut resisten atau kebal terhadap vaksin yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
"Memang ada indikasi perubahan pada antibodi binding, artinya daerah yang memacu antibodi. Di dalam virus itu ada lebih dari 1 puluhan yang diidentifikasi yang berinduksi pada antibodi." katanya.
"Kalau 1-2 berubah tapi yang lain stabil, maka efektivitas vaksin masih mungkin. Jadi varian-varian itu belum resisten. Vaksin nampaknya masih efektif terhadap semua varian yang ada saat ini," sambung Mahardika.