Viral Petugas Nonmuslim Jadi 'Petugas Haji' di Parepare, Ini Penjelasan Kemenag

20 Mei 2024 14:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru Bicara Kementerian Anna Hasbie. Dok Kemenag
zoom-in-whitePerbesar
Juru Bicara Kementerian Anna Hasbie. Dok Kemenag
ADVERTISEMENT
Video dua pegawai nonmuslim terlibat dalam kepanitian pemberangkatan jemaah haji di Parepare, Sulsel, sempat viral di media sosial. Hal ini kemudian dinarasikan sejumlah pihak bahwa kedua orang itu sebagai petugas haji hingga memunculkan disinformasi dan fitnah.
ADVERTISEMENT
Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) RI, Anna Hasbie, memastikan dua pegawai tersebut bukanlah petugas haji, melainkan panitia pemberangkatan jemaah haji.
“Kita sudah memastikan bahwa dua pegawai non-Islam itu dilibatkan hanya sebagai bagian dari panitia pemberangkatan jemaah haji,” ungkap Anna dalam siaran pers, Senin (20/5).
Ustaz Alfian Tanjung di PN Jakpus. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
Anna merespons pernyataan Ustaz Alfian Tanjung yang disiarkan melalui YouTube dengan judul “Konyol, 2 Orang Kafir Dijadikan Petugas Urusan Haji oleh Kementerian Agama, Hanya Ingin Disebut Toleransi?”.
“Jadi narasi yang disampaikan Alfian Tanjung itu salah kaprah dan cenderung mengarah pada disinformasi dan fitnah,” ucap Anna.
Menurut Anna, sebagai bagian dari panitia pemberangkatan, tugas mereka sebatas mengantar jemaah dari Parepare sampai ke Embarkasi Makassar (UPG) di Asrama Haji Sudiang, Makassar. Dua pegawai ini tergabung dalam tim pelayanan koper jemaah dan tim pelayanan penerimaan jemaah.
ADVERTISEMENT
“Jadi keduanya bukan menjadi bagian dari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang berangkat ke Tanah Suci. Tugas mereka hanya sampai Embarkasi Makassar,” sebut Anna.
Anna menjelaskan, kepanitiaan yang melibatkan pegawai lintas agama juga terjadi dalam banyak kegiatan Kementerian Agama. Misalnya, Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) di sejumlah daerah juga melibatkan pegawai Islam. Demikian juga dengan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), dalam kepanitiannya juga melibatkan pegawai non-Islam.
“Jadi ini wilayahnya kepanitiaan untuk bersama, bergotong royong, menyukseskan acara. Adapun pada hal-hal yang sifatnya peribadatan, itu tentu menjadi wilayah masing-masing pemeluk agama, tidak ada campur aduk,” tegas Anna.
Alfian, kata Anna, juga tidak tepat saat dalam diskusinya mengaitkan persoalan ini dengan toleransi yang dia terjemahkan sebagai orang yang kokoh dan kukuh dengan keyakinan agamanya masing-masing. Lalu, Alfian mengatakan bahwa umat Islam harus tetap sadar diri bahwa kita ini mayoritas tapi bermental minoritas; jangan mau mengalah terus.
ADVERTISEMENT
“Pelibatan dua pegawai non-Islam dalam kepanitiaan itu bukan tentang mayoritas dan minoritas atau tentang siapa mengalah dan siapa menang. Ini justru bagian dari upaya menumbuhkan sikap saling gotong royong dengan tetap menghargai keyakinan dan kepercayaan masing-masing,” jelasnya.
Petugas memeriksa koper calon jemaah haji di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (11/5/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Anna menambahkan, Undang-Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dalam proses kepanitiaan penyelenggaraannya, tentu melibatkan beragam unsur, tidak hanya pegawai Kementerian Agama, tapi juga pegawai Kementerian/Lembaga Negara, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya.
“Kementerian Agama saat ini terus fokus dalam upaya memberikan layanan terbaik kepada jemaah haji Indonesia, baik saat di embarkasi, ketika di Arab Saudi, dan sampai kembali ke Tanah Air nanti. Semoga jemaah haji Indonesia sehat dan mabrur,” kata Anna.
ADVERTISEMENT