Waketum MUI Apresiasi PBNU Anulir LDNU soal Permintaan Larang Wahabi

1 November 2022 11:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen MUI Anwar Abbas memberikan sambutan saat acara penggalangan dana untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Kamis (1/5). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen MUI Anwar Abbas memberikan sambutan saat acara penggalangan dana untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Kamis (1/5). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Pernyataan Lembaga Dakwah PBNU (LDNU) soal permintaan agar pemerintah melarang paham Wahabi diralat PBNU karena kontraproduktif. Upaya ini pun diapresiasi Majelis Ulama Indonesia (MUI).
ADVERTISEMENT
Waketum MUI Anwar Abbas mengatakan sikap tegas PBNU soal pernyataan LDNU tersebut sebagai bentuk upaya menjaga kondisi masyarakat.
"Hal ini tentu sangat patut kita apresiasi karena dengan adanya kejelasan sikap dari PBNU tersebut telah membuat masyarakat merasa tenang karena sebelumnya banyak orang bertanya-tanya apakah sikap dan pandangan LDNU ini juga sudah merupakan sikap dan pandangan dari PBNU?" ujar Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Selasa (1/11).
"Dengan adanya penjelasan ini maka segala sesuatunya tentu sudah menjadi terang benderang," imbuh Anwar yang juga Ketua PP Muhammadiyah itu.
Saksi sidang Wakil Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar Foto: M Agung Rajasa/Antara
ADVERTISEMENT
"Saya masih ingat dengan pesan dan tausiyah yang beliau sampaikan ketika memberikan sambutan atas terpilihnya beliau sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025, di mana beliau dengan lembut dan dengan wajah penuh senyum mengatakan bahwa kita sebagai orang yang terlibat dalam dunia dakwah haruslah bisa menampilkan sosok Islam yang baik," jelasnya.
Menurut Anwar Abbas, KH Miftachul Akhyar selalu mengajarkan cara berdakwah yang bersifat mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik, bukan membidik, membina bukan menghina, mencari solusi bukan mencari simpati, membela bukan mencela.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (tengah) memberikan lukisan kepada sesepuh Ponpes Cipasung KH Ubaidillah Ruhiat (kedua kanan) dan Pimpinan Ponpes Cipasung KH Abun Bunyamin Ruhiat pada Rakernas. Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Ia pun berharap KH Miftachul Akhyar bisa terus memberikan kesejukan terkait dakwah Islam di Indonesia.
"Mudah-mudahan KH Miftachul Akhyar tetap sehat sehingga beliau dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya bagi kemajuan umat, bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai ini. Aamiin," pungkasnya.
ADVERTISEMENT

Polemik Pernyataan LDNU soal Wahabi

Polemik pernyataan LDNU muncul setelah adanya sejumlah rekomendasi dari hasil Rapat Kerja Nasional LDNU IX yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (27/10). Salah satunya meminta pemerintah Indonesia untuk melarang penyebaran Wahabi.
"Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah," demikian salah satu bunyi rekomendasi tersebut.
Rekomendasi ini dikeluarkan karena paham Wahabi dianggap kerap melontarkan tudingan bid'ah dan pengkafiran. Rekomendasi lainnya agar pemerintah tidak memberikan izin kegiatan festival keagamaan seperti HijrahFest dan HijabFest.
Gus Ipul di acara Haul Gus Dur Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) telah menegaskan pernyataan LDNU yang meminta pemerintah melarang paham Wahabi tak pernah dikonsultasikan kepada Rais Aam maupun Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).
ADVERTISEMENT
"Masalah sepenting ini mereka tidak konsultasi dan tidak memberitahukan,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima kumparan, Selasa (1/11).
PBNU pun langsung mengeluarkan instruksi bernomor 225/PB.03/A.I.03.41/99/10/2022 yang ditandatangani Gus Yahya dan Gus Ipul. Ada beberapa poin dalam instruksi itu, antara lain menginstruksikan untuk tidak memberikan pernyataan yang bersifat strategis lebih-lebih urusan agama sebelum mendapatkan persetujuan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU.
Jika ada lembaga yang merilis sesuatu sebelum mendapatkan persetujuan PBNU, maka rilis itu dapat diabaikan karena bukan menjadi keputusan resmi perkumpulan.